seputar-Samosir | Penyadapan liar pohon pinus di kawasan hutan dan lahan milik masyarakat kian marak di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Diduga aktivitas ilegal itu dibekingi oknum aparat.
Tak hanya membuat banyak pohon pinus bermatian, maraknya penderesan liar juga memunculkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat di daerah itu. Seperti informasi dihimpun wartawan, Kamis (18/2/2021), penderes pinus dan warga di Desa Marlumba, Kecamatan Simanindo, bahkan nyaris bentrok.
Saat melakukan peliputan ke desa itu, wartawan juga disuguhkan dengan pemandangan yang menyedihkan. Ratusan batang pohon pinus terlihat terkelupas akibat sayatan pisau sadap.
Setidaknya, dalam 1 batang pohon pinus tampak sekira 4-5 bekas sayatan pisau sadap. Kemudian di bawah bekas sayatan itu diletakkan mangkok untuk menampung getah dari pohon yang menjadi salah satu penyangga Danau Toba tersebut.
Saat wartawan mengambil foto dan video pohon pinus yang telah disadap, sekelompok penyadap pinus gerah bahkan mengeluarkan ungkapan bernada marah.
“Mau untuk apa kalian ngambil foto itu, jangan sembarangan,” celetuk salah seorang penyadap pinus tersebut kepada wartawan.
“Kami tidak terima Anda meliput di lahan ini,” sahut seorang penderes pinus lainnya. Perdebatan pun sempat terjadi antara wartawan dan oknum-oknum penderes pinus itu.
Sementara sejumlah penderes lainnya terlihat terburu-buru menjumput mangkok-mangkok dan karung-karung berisi getah pinus.
Di tengah perdebatan itu, seorang warga bernama M Turnip yang belakangan diketahui sebagai pemilik lahan pun datang dan langsung marah-marah kepada para penderes tersebut.
“Yang tak berkepentingan di lahan ini silakan pergi!,” tegasnya.
Turnip juga mempertanyakan kepada para penderes itu mengenai izin mereka menyadap pohon pinus. “Apa kalian punya izin menderes pohon pinus,” tanya Turnip.
“Ada, saya punya izin,” jawab salah seorang penderes mengaku bernama Silalahi Putra Balian Janji Torping didampingi tiga rekannya.
Namun saat Turnip meminta bukti itu, pria itu mengatakan bukti izin penderesan pinusnya tak dia bawa. “Ada di rumah, tak mungkinlah kubawa-bawa,” kilahnya.
“Sudah, nanti kita bereskan ini semua, ayo kita ke Polsek,” katanya lagi sambil memerintahkan anggotanya membawa karung berisi getah pinus dengan dalih akan dibawa ke Polsek.
Sementara itu J Turnip, salah seorang warga Desa Marlumba, Kecamatan Simanindo, kepada wartawan mengatakan, penderesan ilegal pinus untuk diambil getahnya yang dilakukan oleh beberapa kelompok masyarakat, diduga dikomandoi seorang oknum aparat.
“Tindakan mereka menderes pohon pinus itu mengakibatkan matinya pohon yang kami harapkan sebagai penyangga Danau Toba. Sedih kami melihat ulah oknum aparat yang mengomandoi sekolompok masyarakat itu,” cetus Turnip.
Selain itu, bilang Turnip, penderesan liar pohon pinus itu juga mengakibatkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat. Soalnya para penderes liar itu tak memedulikan lagi kepemilikan lahan masyarakat.
“Saat melakukan penyadapan mereka tak peduli dengan si pemilik lahan tempat tumbuhnya pohon pinus itu. Asal mereka lihat pohon pinus sudah bisa dideres, langsung saja mereka deres tanpa minta izin dari si pemilik lahan,” ungkapnya.
Menurutnya kalau keadaan seperti ini dibiarkan terus terjadi, potensi kegaduhan di tengah-tengah masyarakat Samosir semakin menganga lebar. “Efek luasnya pun ‘Pulau Samosir Menangis’ bisa saja terjadi dalam waktu dekat,” ungkap pria paruh baya tersebut.
Sementara itu Kacab 13 Dolok Sanggul Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara B Purba saat dikonfirmasi melalui telpon WA terkait aktivitas penderesan ilegal pohon pinus di Samosir, mengaku kalau dirinya sedang berada di luar daerah.
“Saya lagi di Medan, datang sajalah ke kantor, besok kita ketemu,” bilangnya saat dihubungi wartawan, Kamis (18/2/2021).
Penderes Pinus Harus Kantongi Izin
Diketahui, bahwa regulasi terkait legalitas penyadapan getah pinus sudah diatur oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Direktorat Jasa Lingkungan dan Hasil Hutan Bukan Kayu Hutan Produksi.
Bahkan jajaran Kementerian itu mengatur Standar Operasional Prosedur (SOP) penyadapan pohon pinus dengan Nomor: SOP.1/JASLING/UHHBK/HPL.1/1/2020 tentang Sistem Evaluasi Penyadapan Getah Pinus pada Pemegang Izin dan Kerjasama Kesatuan Pengelolaan Hutan.
Menurut SOP itu ditegaskan bahwa yang melakukan penyadapan atau penderesan pinus harus mengantongi izin dari Kementerian dan kerjasama dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan.
Dalam SOP tersebut juga diatur koakan penderasan atau penyadapan terhadap pohon pinus, mulai dari besaran pohon yang dapat dideres hingga besaran koakan penderesannya, secara rinci terlihat diatur dalam SOP.
Kemudian dalam SOP itu juga ditegaskan bahwa dibuatnya peraturan merupakan amanah dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang juga ditegaskan untuk dipedomi, khususnya bagi pemegang izin. (gus/rel)