seputar-Medan | Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, Geofisika (BBMKG) Wilayah I Medan memprediksi Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menghadapi musim hujan hingga Februari. Namun intensitas hujan saat ini sudah berkurang dari bulan sebelumnya (Desember 2020).
Kepala Bidang Data dan Informasi BBMKG Wilayah I Medan Eridawati MSi menyampaikan, secara umum bulan Februari memasuki peralihan musim hujan ke kemarau.
“Kami prediksi peralihan musim hujan ke kemarau di minggu kedua atau ketiga pada bulan Februari,” kata Eridawati kepada wartawan, Rabu (20/1/2021).
Ia menjelaskan, curah hujan akan terjadi bervariasi sedang hingga lebat, suhu cuaca secara umum sekitar 17-32 derajat celsius dan hotspot (titik panas) tidak ada.
“Curah hujan di pegunungan dan lereng lebih lebat,” ujarnya.
Karena itu, pihaknya mengimbau masyarakat yang tinggal ataupun melintas di daerah pegunungan dan lereng agar tetap waspada dan berhati-hati. Untuk yang tinggal di daerah bantaran sungai agar menjaga lingkungannya dan tidak membuang sampah sembarangan.
Terpisah, dokter spesialis penyakit tropik dan infeksi, Dr dr Umar Zein DTM&H KPTI menerangkan, dampak hujan bagi kesehatan masyarakat yaitu ancaman penyakit demam berdarah dengue (DBD) dan paling rawan dialami masyarakat yang terkena banjir ialah gangguan kulit serta diare. Namun untuk pascabanjir, adalah risiko dari ancaman penyakit leptospirosis.
“Itu suatu penyakit yang berhubungan dengan lingkungan pada saat banjir. Penyakit ini sangat berbahaya, cuma munculnya ketika pascabanjir karena masa inkubasi,” katanya.
Leptospirosis, jelas Umar Zein yang juga konsultan penyakit tropik dan infeksi, merupakan suatu penyakit yang ditularkan melalui kencing tikus. Sebab, kencing hewan pengerat itu mengandung bakteri, sehingga dapat menyebabkan demam yang mirip dengan DBD.
“Karena tikus mengontaminasi air. Leptospirosis menular melalui kulit yang terluka. Walaupun kecil tapi kumannya bisa masuk ke aliran darah,” terangnya. (YN)