seputar – Jakarta | Selebritas Nirina Zubir beserta keluarga mengaku telah menjadi korban mafia tanah berupa penggelapan aset lahan dan bangunan dengan total kerugian diperkirakan mencapai Rp17 miliar.
Nirina mengatakan, kasus yang dialami keluarganya tersebut melibatkan pihak terdekat yakni mantan asisten rumah tangga (ART) di tempatnya. Pihaknya menduga proses penggelapan aset tersebut telah dilakukan mantan ART-nya sejak 2017 lalu.
“Awalnya ibu saya merasa suratnya hilang, jadi minta tolong kepada Asisten Rumah Tangga untuk diurus suratnya. Namun alih-alih diurus surat tersebut disalahgunakan dengan mengubah nama kepemilikan,” jelasnya dalam konferensi pers, Jakarta Selatan, Rabu (17/11).
Dia menerangkan, total sebanyak enam aset tanah dan bangunan atas nama Ibundanya, Cut Indria Marzuki, yang telah dilakukan perpindahan nama. Dengan rincian, dua sertifikat tanah dan empat sertifikat tanah dan bangunan dengan total nilai diperkirakan mencapai Rp17 miliar.
Nirina mengatakan mantan ART-nya dibantu tiga orang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam proses pengalihan nama atas properti yang berada di kawasan Jakarta Barat tersebut.
poster
Dari keseluruhan aset tersebut, ia mengatakan, dua sertifikat tanah milik Ibundanya telah dijual kepada pihak ketiga. Sedangkan empat aset bangunan tersebut telah digadaikan mantan ART-nya ke bank.
Lebih lanjut, ia mengatakan, uang tersebut diduga digunakan yang bersangkutan untuk mengelola bisnis frozen food yang sudah berjalan selama beberapa tahun terakhir ini.
“[Surat tanah] Itu ditukar dengan nama mereka, kemudian dijual dan dipakai untuk buka cabang ayam Frozen yang saat ini sudah ada lima cabang,” tuturnya.
Nirina juga mengaku menyayangkan adanya pihak-pihak dari notaris yang turut membantu penggelapan aset yang dilakukan mantan ART.
Lebih lanjut, Nirina mengaku sudah melaporkan sejumlah pihak yang terlibat dalam proses penggelapan aset tersebut ke Polda Metro Jaya. Pelaporan dilakukan atas nama sang kakak Fadhlan Karim di Polda Metro Jaya, dengan nomor laporan LP/B/2844/VI/SPKT PMJ pada Juni 2021 kemarin.
“Sudah dilaporkan (terkait kasus dugaan penggelapan aset) ke Polda Metro Jaya pada Juni 2021. Sudah berjalan dan sudah ada yang ditahan,” jelasnya.
Ia menjelaskan, total ada lima pihak yang dilaporkan keluarganya kepada pihak kepolisian. Mereka-mereka yang dilaporkan merupakan Riri Khasmita selaku mantan ART, Edrianto selaku suami ART, dan tiga orang pihak PPAT atas nama Farida, Ina Rosiana, dan Erwin Riduan.
Kasubdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Petrus Silalahi mengungkapkan pihaknya langsung melakukan penyelidikan setelah mendapat laporan dugaan mafia tanah yang mencaplok lahan keluarga selebrita Nirina Zubir pada Juni lalu. Sejauh ini, kata dia, sebanyak lima orang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Tiga di antaranya sudah dilakukan proses penahanan, sedangkan dua tersangka lain, akan dijadwalkan pemanggilan oleh penyidik dalam waktu dekat.
Petrus turut mengungkapkan bahwa satu dari tiga tersangka yang ditahan adalah Riri Khasmita. Dia merupakan ART dari keluarga Nirina.
Dalam kasus ini, Petrus menuturkan bahwa Riri adalah otak dari aksi mafia tanah yang menimpa Nirina dan keluarganya.
“Iya kita menggambarkannya seperti itu, karena barang itu (sertifikat tanah) ada dalam penguasaannya,” ucap Petrus.
Petrus turut menyampaikan bahwa tersangka lain dalam kasus ini berprofesi sebagai notaris. Mereka turut serta dalam proses jual beli sertifikat tanah.
Atas perbuatannya, kelima tersangka ini dijerat Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 263 KUHP dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.
Petrus juga mengungkapkan, tersangka dalam kasus mafia tanah yang dialami Nirina dan keluarganya menggunakan modus akta palsu.
Polisi menjelaskan tersangka Riri Khasmita menggelapkan enam sertifikat, dengan tiga di antaranya milik ibunda Nirina, sementara tiga sisanya milik Nirina dan saudaranya.
“Selanjutnya diketahui pada tahun 2019 bahwasanya (sertifikat) itu sudah beralih nama. Yang ada di dalam sertifikat semua atas nama Riri Khasmita yang kita jadikan tersangka dan sudah kita tahan,” katanya.
Dalam aksinya itu, kata Petrus, tersangka juga diduga menggunakan akta kuasa jual palsu atas nama ibunda Nirina.
“Menggunakan akta kuasa jual dari ibunya yang kita duga palsu, karena korban atas nama sertifikat itu tidak pernah sama sekali hadir di kantor notaris atau PPAT ataupun mengetahui penjualan tersebut dan tidak pernah menandatangani dokumen apapun,” ujarnya.
Berbekal dokumen palsu itu, tersangka berhasil menjual dua sertifikat kepada pihak ketiga, sementara empat sertifikat lainnya diagunkan ke bank.(CNN)