seputar – Jakarta | Mahkamah Konstitisi (MK) memutuskan menguatkan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai KPK dan menyatakan TWK itu sah dan konstitusional. Putusan itu diketok atas permohonan KPK Watch Indonesia yang meminta TWK itu dinyatakan inkonstitusional.
“ASN dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab profesinya juga memiliki kewajiban dalam mengelola dan mengembangkan dirinya dan juga wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya. ASN secara filosofis dan ideologis memiliki kewajiban untuk setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah yang dalam pelaksanaannya juga harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik serta tunduk dan taat kepada peraturan perundang-undangan,” demikian bunyi putusan MK yang dibacakan secara bergiliran oleh 9 hakim konstitusi dalam sidang yang disiarkan di Chanel YouTube MK, Selasa (31/8/2021).
ASN secara filosofis dan ideologis memiliki kewajiban untuk setia dan taat pada Pancasila.
Menurut MK, ASN dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya juga terikat dengan asas, prinsip, nilai dasar, serta kode etik dan kode perilaku sebagaimana diatur dalam UU 5/2014. Yang pada akhirnya akan berujung pada kewajiban utama sebagai ASN yakni setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah.
“Hal tersebut juga menjadi landasan filosofis adanya kewajiban ASN untuk mengucapkan sumpah dan janji setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, negara, dan pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UU 5/2014,” papar majelis.
MK mengutip Putusan Perkara Nomor 70/PUU-XVII/2019 bahwa ketentuan perundangan-undangan dimaksud adalah peraturan perundangan-undangan yang terkait dengan ASN yang dalam hal ini adalah UU 5/2014 dan peraturan pelaksananya. MK juga mencermati terkait dengan adanya kekhususan bagi pegawai KPK dalam desain peralihan pegawai KPK ke ASN sebagaimana diatur dalam PP 41/2020.
“Menurut Mahkamah, hal tersebut adalah bentuk kekhususan yang justru bertujuan untuk memperkuat independensi KPK dengan tanpa menafikan adanya aturan lain terkait ASN, yakni UU 5/2014 yang mengikat seluruh korps ASN. Menurut Mahkamah, seharusnya hal ini juga menjadi pusat perhatian Pemohon, bahwa desain yang ada memang mendasarkan pada ketentuan perundang-undangan yang merupakan bentuk perwujudan negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 dan sebagai bentuk adanya jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” papar MK.
Dua orang ahli dihadirkan untuk menjadi saksi dalam sidang lanjutan Uji Formil UU KPK. Dua orang ahli itu yakni Zainal Arifin Mochtar dan Bivitri Susanti.
Menurut MK, regulasi manajemen ASN yang saat ini sudah berlaku telah mengedepankan adanya pengelolaan ASN untuk menghasilkan pegawai ASN yang tidak hanya profesional, tapi juga memiliki nilai dasar, memiliki etika profesi, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Proses dan mekanisme seleksi ASN yang transparan dan akuntabel juga menjadi bagian integral dalam upaya mewujudkan sumber daya manusia ASN yang berkualitas.
“Selain itu, proses pendidikan dan pelatihan untuk para ASN juga telah dilakukan secara terintegrasi dengan tujuan untuk membangun integritas moral, kejujuran, semangat dan motivasi nasionalisme dan kebangsaan, membangun karakter kepribadian yang unggul dan bertanggung jawab, dan memperkuat profesionalisme serta kompetensi bidang. Hal tersebut tentunya diberlakukan bagi seluruh pegawai ASN tanpa terkecuali sebagai upaya untuk menjaga marwah ASN agar ASN bukan hanya profesional tapi benar-benar dapat menjadi contoh dan teladan di masyarakat sehingga pada saat menjalankan tugas jabatannya akan menjunjung etika jabatan, bekerja dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggung jawab,” ucap majelis.
Upaya untuk mewujudkan ASN yang profesional, berintegritas, dan memiliki moralitas, bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan stakeholder terkait.
“Namun juga menjadi tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat dengan tetap mengedepankan asas, prinsip, nilai dasar, serta kode etik dan kode perilaku sebagaimana diatur dalam UU 5/2014,” beber MK.
Atas dasar itu, MK menolak permohonan pemohon.
“Permohonan adalah tidak beralasan menurut hukum. Konklusi. Pokok permohonan tidak berdasar menurut hukum. Amar putusan. Mengadili. Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman.
Beberapa waktu lalu, Mahkamah Agung (MA) menyatakan TWK untuk calon PNS adalah sah dan konstitusional. MA menyatakan PermenPAN-RB Nomor 61 Tahun 2018 (objek hak uji materiil) merupakan kebijakan Termohon (MenPAN-RB) setelah bersama kementerian/lembaga terkait melakukan pembahasan, diskusi, dan konsultasi untuk memperoleh skema atau mekanisme terbaik yang menjamin terlaksananya pengadaan pegawai negeri sipil melalui penilaian yang objektif berdasarkan kompetensi dan kualifikasi persyaratan lain yang dibutuhkan oleh setiap jabatan.(detik)