seputar-Belawan | Sejak Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menggulirkan jargon konsep Predektif, Responsibilitas, danTransparansi Berkeadilan (Presisi) tahun 2021 membuktikan bahwa Polisi Indonesia (Polri) menuju bintang lima. Artinya benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Seperti biasa pangkat yang paling tinggi pada Polri adalah bintang empat (Jenderal Pol), tapi bukti karya nyata jajarannya masyarakat menganugerahkan satu bintang kehormatan menjadi bintang lima.
Salah satu bukti nyata yang dirasakan masyarakat secara langsung adalah personel polisi yang satu ini memiliki kepribadian dan karakter yang berbeda dengan polisi-polisi lainnya, dia adalah Wahyu Mulyana. Melalui ide dan pemikiran sosial yang tertanam di jiwanya. Polisi berpangkat Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) itu telah menyelamatkan dunia pendidikan anak kurang mampu dan mampu membendung air mata keluarga duka.
Bagaimanakah pengabdian yang dilakukan polisi yang akrab disapa ‘Polisi Sayur’ (bukan berarti murahan) ini dalam melayani dan mengayomi masyarakat menjalankan kegiatan sosial. Berikut kisahnya hasil wawancara wartawan kepeda Aipda Wahyu Mulyana, Senin (27/6/2022).
Pada Minggu 26 Desember 2004, gempa bumi dan tsunami mengguncang Kota Banda Aceh dan sekitarnya, telah menelan korban mencapai 227.898 jiwa. Peristiwa 18 tahun silam, menyimpan duka mendalam bagi polisi yang akrab disapa Wahyu. Sebab, kedua orangtua dan keempat adiknya meninggal dunia akibat bencana nasional tersebut.
Pada masa itu, Wahyu masih berpangkat Brigadir Dua (Bripda), baru setahun mengabdi bersama Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai ajudan Kapolres Banda Aceh. Peristiwa tsunami benar-benar menyimpan luka mendalam bagi dirinya, karena ia tidak bisa melihat jasad terakhir keluarganya dan tidak dapat melaksanakan fardhu kifayah.
Untuk menghilangkan rasa trauma yang mendalam, pada tanggal 5 Mei 2005, Wahyu memilih pindah tugas ke Polda Sumut. Selama tiga tahun bertugas di Sumut, rasa kerinduan akan kampung halaman terbenak di pikiran polisi kelahiran tanggal 6 Mei 1983 ini.
Pada tahun 2008, Wahyu pun memilih pulang ke Banda Aceh untuk mengirim doa untuk keluarganya yang hilang akibat bencana tsunami. Wahyu bertemu dengan Ustaz Syamsudin yang menjadi sosok teladan yang menjadi imam dalam melantunkan doa untuk kedua orangtua dan adiknya.
Selain itu, Ustaz Syamsudin menyarankan Wahyu untuk memberikan sedekah seperangkat alat fardhu kifayah bagi keluarga kurang mampu. Wejangan itu dihaturkan sebagai tanda balas jasa Wahyu kepada kedua orangtua dan empat orang adiknya, karena tidak sempat melaksanakan fardhu kifayah.
Dari situlah, polisi yang bertugas di Bhabinkamtibmas di Polsek Medan Labuhan tersebut telah meniatkan dirinya untuk menyumbangkan fardhu kifayah kepada keluarga kurang mampu. Dengan menyisihkan sedikit gajinya, seperangkat alat fardhu kifayah dapat disumbangkannya kepada salah satu keluarga musibah di Lingkungan I, Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, pada tahun 2014.
Kedatangannya dengan ikhlas dan sukarela pada masa itu, telah membendung rasa kesedihan dengan air mata yang bercucuran bagi keluarga yang tertimpa musibah. Ahli musibah merasa lega dengan kedatangan sosok polisi berjiwa sosial yang telah membantu fardhu kifayah untuk mengantarkan jenazah ke peristirahatan terakhir.
“Itulah pertama kali saya memberikan alat fardhu kifayah kepada orang susah. Syukur alhamdulillah, sebagai tanda jasa pembalasan kepada orangtua dan empat adik saya, sudah ada tujuh orang susah saya bantu alat fardhu kifayah,” cetus polisi berusia 39 tahun ini
Melalui niat dan keikhlasannya, Wahyu terus mengabdi di tengah-tengah masyarakat. Pada tahun 2017, dirinya yang dipercayakan sebagai Bhabinkamtibmas di Kelurahan Paya Pasir, merasa miris dengan kondisi petani yang tersandera dengan hasil pertanian dikuasai oleh tengkulak atau agen yang memasarkan sayur mayur, ia pun mengajak para petani untuk menjual dagangan sendiri dengan penghasilan tanpa dimonopoli.
Usaha dan niat Wahyu mengajak para petani memasarkan sayuran membuahkan hasil. Ia pun membuka Gudang Sayur Kamtibmas di Kecamatan Medan Marelan. Sehingga, para petani tidak lagi memeroleh keuntungan kecil dari hasil pertanian mereka.
Usaha sayur yang dijalani Wahyu tidak hanya sebatas bisnis. Polisi kelahiran Aceh ini mengajak dan membina para korban narkoba untuk bisa bekerja dengannya. Alhamdulillah, kesejahteraan para petani dan pedagang sayur masa itu mulai dirasakan sejalan dengan pecandu narkoba mulai mengubah perilakunya ke arah lebih baik. Tak hanya itu, di balik keuntungan hasil usahanya. Wahyu pun membantu pendidikan anak-anak petani kurang mampu dan membuka rumah tahfiz bagi anak-anak di wilayah tempat kerjanya.
Sejak itulah, Wahyu memiliki sosok peduli dengan masyarakat dengan memiliki kegiatan berjualan sayur dikenal akrab dengan sapaan ‘Polisi Sayur’. Polisi memiliki empat orang anak ini pun menoreh sejumlah penghargaan pada masa itu.
Pengabdian yang dilakukan Wahyu menjadi sorotan Kapolres Pelabuhan Belawan, Kapolda Sumut dan Kapolri hingga diundang ke Jakarta untuk mengisi acara di televisi swasta.
“Aku benar-benar tak menyangka pada masa itu. Yang pasti, semua itu ikhlas aku lakukan dengan uang pribadi dari hasil gaji yang aku sisihkan,” ucap Wahyu dengan rendah hati..
Pada tahun 2019, ‘Polisi Sayur‘ ini dipindahkan menjadi Bhabinkamtibmas di Kelurahan Labuhandeli. Sosoknya yang peduli dengan masyarakat tetap saja dilakukannya di sela-sela kesibukannya menjadi abdi negara di Korps Bhayangkara.
Di tempat tugas yang baru dengan mayoritas masyarakat nelayan, Wahyu kembali mengabdi dengan membuka Rumah Tahfiz Quran dengan nama Annur yang singkatan dari nama ayahnya Nurdin digabung dengan nama Nuryadi yang turut membantunya mendirikan pendidikan agama Islam tersebut.
Selain itu, ia juga mendirikan Taman Bacaan Anak Nelayan (Tamban) Kamtibmas di pinggir benteng Sungai Deli. Setiap hari, sekitar 15 hingga 20 anak nelayan ikut belajar di lembaga pendidikan non formal yang didirikannya.
“Alhamdulillah, anak-anak nelayan ini sampai sekarang masih belajar di taman bacaan yang saya dirikan. Bahkan, ada dari mereka sudah ikut ujian paket A, B dan C,” ungkap Wahyu.
Sungguh menginspirasi pengabdian yang dilakukan ‘Polisi Sayur’ ini. Ia telah menyelamatkan pendidikan anak-anak kurang mampu dengan dibantu guru-guru yang sukarela mengajari anak-anak tersebut.
Ia pun terus menjalankan amal ibadahnya melalui kegiatan sosial. Tanpa diduga, ia rutin setiap hari 15 menit menjelang azan subuh bersedekah dengan nama sedekah dan sedekah maghrib 15 menit sebelum azan maghrib untuk memberikan sayur dan beras kepada kaum mustahak.
Di balik kesibukannya mengabdi di Polri dan berjualan sayur, Wahyu juga membantu pembangunan rumah ibadah. Uniknya, ia berjualan sayur di gereja dan masjid, yang dilakukannya setiap Hari Jumat untuk masjid dan Hari Minggu untuk gereja. Sayur yang dijual diambil secukupnya dan dibayar seikhlasnya. Biaya yang diperolehnya itu disumbangkan ke masjid dan gereja tersebut.
Tak hanya di situ. Dengan bisnis sayurnya, Wahyu menyisihkan keuntungan untuk membedah rumah warga kurang mampu. Ia telah membedah rumah warga kurang mampu yang di antaranya ibunya stroke dan anaknya lumpuh. Sungguh menginspirasi sejumlah pengabdian yang dilakukan Wahyu. Baginya, semua itu dilakukannya untuk mendapat ridha dari Allah SWT dari hasil usahanya berjualan sayur.
“Tak banyak yang aku perbuat kepada masyarakat, semua ini tak terlepas dari dukungan pimpinan dan orang sekeliling yang peduli. Tapi, Alhamdulillah. Amal baik ini hanya untuk mengantarkan doa kepada orangtua dan empat adik saya yang telah meninggal dunia akibat tsunami,” ucap Wahyu dengan mata berkaca-kaca.
Begitulah kisah perjalanan hidup Aipda Wahyu dalam pengabdiannya di masyarakat yang masih dilakukannya sampai saat ini. Sosok ‘Polisi Sayur’ telah menyelamatkan pendidikan anak kurang mampu dan membendung air mata keluarga duka, sejalan dengan visi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, mewujudkan polisi yang ‘Presisi’ yang artinya prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan. Dengan tujuan memberikan pemelihara keamanan dan ketertiban, penegak hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan di tengah-tengah masyarakat. (DP)