seputar-Medan | Tim hukum Pintalan Sigalingging menyurati Menteri BUMN Erick Thohir terkait tindakan tebang pilih pengosongan paksa rumah yang sudah 49 tahun ditempati seorang nenek berusia 93 tahun di Gang Sabang, Kelurahan Tegal Sari Satu, Kecamatan Medan Denai, Kota Medan oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) Regionel I Sumut.
“Tujuan disuratinya Menteri BUMN adalah agar Erick turun langsung ke Medan melihat kondisi Pintalan dan letak rumah yang dikosongkan secara paksa oleh PT KAI Regional I Sumatera Utara,” kata Sabar Hasudungan Marbun SH, anggota tim hukum Pintalan, di Pengadilan Negeri Medan, Selasa (29/6/2021).
Menurut Sabar, ada kejanggalan dalam proses pengosongan rumah Pintalan yang terkesan tebang pilih. Salah satunya, petugas tidak menunjukkan surat perintah dari pimpinan atau pejabat berwenang dari PT KAI untuk proses pengosongan rumah pada 22 Juni 2021 kemarin.
“Kenapa mesti rumah nenek Pintalan saja yang dikosongkan. Sementara bangunan dan rumah-rumah sepadanan atau sederetan rumah nenek tersebut tidak diganggu sama sekali,” ucap Sabar didampingi Robby Marshel Sinaga SH MKn dan Sahat Manurung SH.
Sabar menambahkan, bila dilihat dari tapal batas jarak rel kereta api ke rumah Pintalan, sekitar 23,6 meter. Sedangkan deretan rumah dan bangunan yang bersebelahan dengan rumah Pintalan, jauh lebih dekat dengan rel.
“Di sinilah letak tebang pilihnya. Apa salah klien kami? Dari segi jarak ke tapal batas rel saja sudah jauh dari rumah yang bersebelahan. Kok rumah klien kami saja yang dikosongkan PT KAI. Padahal klien kami telah membayar pajak ke negara atas penempatan rumah itu,” terangnya.
Terkait statement Manager Humas PT KAI Divre I Sumut Mahendro yang beredar di beberapa media pasca-pengosongan paksa rumah Pintalan yang mengatakan pihaknya hanya mau mengamankan aset, Sabar justru mengatakan itu hanya alasan saja.
“Di kasus Pintalan, pengamanan aset seharusnya semua rumah dan bangunan yang ada di sebelah rumah Pintalan. Ini kenapa hanya rumah klien kami saja yang dikosongkan. Inikan janggal,” katanya.
Marshel menambahkan, atas itulah menurut mereka, sudah pantas pihak Kementerian BUMN untuk meninjau langsung lokasi. Apalagi, Pintalan sudah menempati rumah tersebut sejak tahun 1972.
“Kami berharap agar Pak Menteri yang terhormat melihat kondisi Pintalan saat ini setelah dipaksa keluar dari rumahnya. Klien kami ini orang susah yang sudah tidak bisa jalan. Harusnya negara hadir di kasus ini,” tegasnya.
Selain menyurati Menteri BUMN, tim hukum Pintalan juga menembuskan surat tersebut ke Presiden Jokowi, Komnas HAM, Kapolri, Menkumham, Gubernur Sumut, Wali Kota Medan, dan Menteri Perhubungan.
Terkait tembusan ke Kapolri, Sahat mengatakan perlunya diberi tahu ke pimpinan tertinggi jajaran kepolisian, agar pengaduan masyarakat (Dumas) yang sebelumnya telah dilaporkan tim hukum Pintalan ke Polrestabes pada 24 Juni 2021 ditindaklanjuti.
“Dumas itu terkait tentang adanya dugaan tindakan kesewenang-wenangan oknum pegawai PT KAI yang pada saat pengosongan rumah, terjadi pengrusakan rumah klien kami serta hilangnya barang milik klien kami. Ada unsur pidana pada proses tersebut. Kami harap Bapak Kapolri yang terhormat agar memproses laporan kami ini,” ucap Sahat. (AFS)