seputar-Medan | Beredar video di media sosial seorang narapidana (napi) di Lapas Tanjung Gusta Medan dipukuli sipir atau petugas lapas karena menolak memberikan uang yang diminta.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara (Sumut) menilai kasus penganiayaan terhadap napi di Lapas Tanjung Gusta seperti di dalam video yang viral itu merupakan masalah serius.
“Bukan lagi penganiayaan, itu sudah memenuhi unsur penyiksaan,” kata Koordinator KontraS Sumut Amin Multazam, Minggu (19/9/2021).
Sebab, sambungnya, praktik kekerasan terhadap korban justru terjadi di tempat dalam ‘penguasaan’ negara, yakni lembaga pemasyarakatan.
“Secara defenisi, penyiksaan bisa kita rujuk melalui Pasal 1 UU 5/1998, Pasal 1 angka (4) UU 39/1999, Pasal 9 huruf (f) UU 26 Tahun 2000,” jelasnya.
KontraS mendesak agar kasus ini harus diusut tuntas secara profesional dan transparan dengan melibatkan lembaga-lembaga negara di luar internal Lapas.
Akan lebih efektif jika pemeriksaan ini melibatkan Komnas HAM, Ombudsman, dan LPSK [Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban].
“Artinya, pemeriksaan sebagai respon atas video viral itu bukan sekadar formalitas, yang penyelesaiannya cenderung dilakukan di tataran internal (tertutup),” kata Amin.
KontraS juga mendorong ada penyelidikan dan penyidikan oleh aparat kepolisian untuk mengungkap kasus ini secara terang benderang. “Terhadap pelaku harus diproses secara hukum,” tegasnya.
Sebelumnya video seorang narapidana (napi) Lapas Klas 1 Tanjung Gusta Medan mengalami luka lebam di sekujur tubuhnya viral di media sosial. Dalam video menyebutkan napi tersebut diduga dipukuli oleh petugas atau sipir.
Video tersebut direkam oleh sesama narapidana di dalam sel tahanan. Dalam video, terdengar suara seorang pria meminta temannya itu agar membuka bajunya.
Narapidana tersebut lantas membuka bajunya. Setelah baju dibuka, tampak tubuhnya penuh luka lebam. Para narapidana lainnya pun berkumpul di sekitar sel itu.
Kemudian narapidana yang diduga merekam video itu menyebutkan luka di tubuh temannya akibat dipukuli petugas. Dia mengatakan pemukulan itu disebabkan temannya ogah memberi uang Rp30 juta ke sipir.
“Inilah tindakan pegawai Lapas Klas 1 Medan. Kami bukan binatang, kami manusia pak. Kami digereng (ditahan) sampai bertahun-tahun di sini karena masalah kecil aja. Diminta uang 30 juta – 40 juta baru bisa keluar. Kalau nggak, kami dipukuli seperti ini,” ujarnya.
Kepala Lapas Klas I Tanjung Gusta Medan, Erwedi Supriyatno mengaku bersama tim Kanwil Kemenkumham Sumut masih mendalami video itu.
“Kemarin tersebar video viral itu untuk sementara masih dalam pemeriksaan dan penyelidikan. Tapi melihat posisi dan gambar kami benarkan itu di Lapas Klas 1 Medan,” kata Erwedi, Minggu (19/9/2021).
Namun untuk kebenaran video itu, pihaknya masih melakukan pendalaman. Video itu, tambahnya diduga direkam di dalam sel isolasi atau pengasingan untuk napi beresiko tinggi yang biasanya dihuni napi teroris
“Tapi untuk kebenaran video itu kami masih lakukan pendalaman. Itu dalam sel pengasingan bagi napi beresiko tinggi karena dikhawatirkan dapat mengganggu keamanan dan ketertiban di Lapas. Sel khusus itu biasanya diisi satu orang, ada napi teroris juga di sana,” ucapnya. (cnnindonesia/gus)