seputar – Jakarta | Ketua Majelis Ulama Indonesia Pusat bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis menyebut, bahwa apa yang dikicaukan Ferdinand Hutahaean masuk dalam kategori penodaan agama.
Hal ini dikatakan kiai Cholil Nafis berdasarkan hasil Ijtima Ulama dari MUI tahun 2021.
“Sebenarnya kita tak perlu menanyakan agamanya apa, muallaf atau tidak. Selama membandingkan Allah-nya dengan Allah lainnya seraya merendahkan yang disembah orang lain menurut keputusan Ijtima’ ulama MUI 2021 adalah penodaan agama,” kata kiai Cholil Nafis, Sabtu (8/1).
Dalam pandangan MUI, kicauan Ferdinand bisa dikategorikan sebagai pelecehan terhadap sesembahan orang lain. “Karena sudah dianggap menghina dan melecehkan Tuhan yang disembah,” tegasnya.
Fatwa MUI soal Penodaan Agama
Perlu diketahui, bahwa di dalam Ijtima’ Ulama MUI Pusat yang digelar di Jakarta pada 9-11 November 2021 lalu, lahirlah 17 rekomendasi, salah satunya adalah hukum Dlawabit dan Kriteria Penodaan Agama. Dan berikut adalah isi rekomendasi tersebut :
Ketentuan Hukum
1. Kriteria dan batasan tindakan yang termasuk dalam kategori perbuatan penodaan dan penistaan agama Islam adalah perbuatan menghina, menghujat, melecehkan dan bentuk-bentuk perbuatan lain yang merendahkan:
a. Allah SWT
b. Nabi Muhammad SAW
c. Kitab Suci al-Qur’an
d. Ibadah Mahdlah seperti Shalat, Puasa, Zakat dan Haji.
e. Sahabat Rasulullah SAW
f. Simbol-simbol dan/atau syiar agama yang disakralkan seperti Ka’bah, Masjid, dan adzan;
Baca Juga : Ketua MUI Persilakan Jamaah Rapatkan Shaf Shalat
2. Termasuk dalam tindakan Penodaan Agama sebagaimana disebut dalam angka (1) adalah perbuatan yang dilakukan namun tak terbatas dalam bentuk :
a. Pembuatan gambar, poster, karikatur, dan sejenisnya.
b. Pembuatan konten dalam bentuk pernyataan, ujaran kebencian, dan video yang dipublish ke publik melalui media cetak, media sosial, media elektronik dan media publik lainnya.
c. Pernyataan dan ucapan di muka umum dan media;
Baca Juga : Dinilai Menistakan Agama, Youtuber Muhammad Kace Dikecam Ulama
3. Menghina, menghujat, melecehkan dan bentuk-bentuk perbuatan lain yang merendahkan agama, keyakinan dan simbol-simbol dan/atau syiar agama yang disakralkan oleh agama hukumnya Haram;
4. Terhadap perbuatan menghina, menghujat, melecehkan dan bentuk-bentuk perbuatan lain yang merendahkan agama, keyakinan dan simbol dan/atau syiar agama yang disakralkan agama harus dilakukan penegakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kasus dugaan penodaan agama Ferdinand Hutahaean
Perlu diketahui, bahwa Ferdinand Hutahaean membuat sebuah kicauan di akun Twitternya yang membandingkan tentang Allah sebagai Tuhan dan sesembahan. Ia membandingkan Allah sebagai Tuhan yang ia sembah dengan Allah yang disembah orang lain. Bahkan ia menyebut, bahwa Allah yang disembah orang lain lemah.
Meskipun pada akhirnya, tweet tersebut dihapus oleh Ferdinand karena merasa ada kegaduhan yang ditimbulkan dati tweetnya itu. Sembari ia mengklarifikasi bahwa tweet tersebut hanya untuk dirinya sendiri, tidak untuk ditujukan pada orang atau kelompok agama tertentu.
Akibat tweetnya itu, bekas politisi DPP Partai Demokrat ini dipolisikan oleh Ketua Umum DPP KNPI Haris Pertama ke Dittipidsiber Bareskrim Polri. Laporan dengan nomor LP/B/007/I/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI tersebut saat ini masih bergulir di Bareskrim.
Baca Juga : Ketua MUI Harap Nasabah Pinjol Ilegal Bayar Pokok Utang Saja
“Tentu laporan telah diterima, tindaklanjutnya barang bukti yang diserahkan pelapor telah kita terima berupa postingan dan screenshoot dari akun milik yang bersangkutan, dan hal ini tentu akan didalami dan ditindaklanjuti,” kata Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan pada hari Rabu (5/1).
Ferdinand diduga melanggar Pasal 45a ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 tentang UU ITE. Dan Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 KUHP.
UU ITE
Pasal 45a ayat 2 ;
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 28 ayat 2 ;
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pasal 14 KUHP ;
(1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun.
(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Bahkan saat ini statusnya sudah masuk tahap penyidikan setelah Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) diterbitkan. Hal ini diutarakan oleh Ramadhan pada hari Kamis (6/1).
“Kemudian setelah menaikkan kasus yang statusnya jadi penyidikan, hari ini 6 Januari 2022 siang tadi, penyidik Siber Bareskrim telah terbitkan SPDP. Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan,” tuturnya.(Holopis)