seputar-Medan | Taufik Ramadhi, pimpinan PT Guna Karya Nusantara yang merupakan perusahaan pemenang tender proyek pembangunan Rumah Sakit Type C Medan Labuhan, Kota Medan, divonis 3 tahun 3 bulan (33 bulan) penjara di Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Ia didakwa terbukti bersalah melakukan penipu terkait pembangunan rumah sakit senilai Rp102 miliar lebih milik Pemko Medan pada tahun anggaran 2018-2019 itu yang merugikan korbannya hingga miliaran rupiah.
Vonis terhadap warga Cibeunying Kidul, Kota Bandung, Jawa Barat itu dibacakan Majelis Hakim diketuai Denny Lumbantobing dalam sidang yang digelar Rabu (16/6/2021).
Majelis hakim menyatakan perbuatan Taufik Ramadhi memenuhi unsur tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 KUHPidana tentang penipuan.
Atas vonis yang dijatuhkan hakim, Taufik Ramadhi melalui penasihat hukumnya langsung menyatakan banding.
Vonis hakim tersebut sedikit ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Chandra Priono Naibaho yang sebelumnya meminta supaya Taufik Ramadhi dihukum 3 tahun 8 bulan penjara.
JPU dalam dakwaannya beberapa waktu lalu menjelaskan, perkara yang menjerat lelaki 54 tahun itu bermula saat adanya pemberitahuan bahwa perusahaan yang akan dipakai untuk mengikuti lelang pengerjaan pembangunan Rumah Sakit Type C di Medan Labuhan adalah perusahaan Taufik Ramadhi yaitu PT Guna Karya Nusantara (GKN) yang beralamat di Jalan Suryalaya, Bandung, Jawa Barat.
Kemudian pada tanggal 12 Maret 2018, saksi korban Bayu Afandi Nasution bersama saksi Riadh Alfi Nasution menemui Taufik Ramadhi untuk memeriksa kelengkapan berkas PT GKN.
Selanjutnya pada tanggal 06 April 2018, Bayu dan Riadh kembali bertemu dengan Taufik Ramadhi. Dalam pertemuan itu, Taufik Ramadhi meyakinkan kepada saksi korban bahwa perusahaannya bersih dari persoalan piutang ataupun masalah dengan hukum.
Saksi korban yang percaya dengan keterangan Taufik Ramadhi, akhirnya bersedia untuk melakukan kerja sama dalam proyek pembangunan Rumah Sakit Medan Labuhan tersebut.
Selanjutnya pada tanggal 03 Mei 2020 PT GKN dinyatakan sebagai pemenang lelang melalui LPSE Pemko Medan. Setelah penandatangan kontrak dan dilanjutkan dengan penagihan uang muka dan pembayaran termin pertama, terdakwa menyarankan agar saksi Riadh meminta E-Faktur dari PT GKN Cabang Medan. Penagihan pertama dan dilanjutkan pencairan termin pertama pun berjalan tanpa kendala.
Selanjutnya pada proses penagihan termin kedua, Kantor PT GKN Cabang Medan tidak lagi mengeluarkan e-Faktur. E-Faktur pun diminta ke Kantor Pusat PT GKN di Bandung.
Saat proses penagihan dilanjutkan, datang surat dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung kepada Bendahara Dinas Perkim Kota Medan agar memblokir tagihan dari PT GKN.
Karena penagihan diblokir, lalu saksi Suharman menghubungi Taufik Ramadhi. Namun Taufik Ramadhi meminta fee sebesar Rp100 juta dengan alasan untuk mengurus pemblokiran yang jumlahnya sebesar Rp117.945.000.
Kemudian pada 23 Oktober 2019 saksi korban melalui Hasbillah mengirimkan uang sebesar yang diminta Taufik Ramadhi. Setelah ditransfer ke PT GKN, datang surat kedua dari Kantor Pajak Bandung untuk pembatalan blokir. Tagihan kedua pun dapat dicairkan.
Untuk penagihan termin ketiga, E-Faktur tetap dari Kantor GKN Pusat dan semua proses penagihan maupun pembayaran berjalan tanpa masalah.
Namun masalah kembali muncul saat proses penagihan keempat setelah Kantor Pajak Pratama Bandung mengeluarkan surat kepada PT Bank Sumut untuk memblokir pembayaran kepada PT GKN.
Bank Sumut lalu menyurati PT GKN Medan tentant pemblokiran itu. Namun PT GKN baik Cabang Medan maupun Kantor Pusat di Bandung tidak ada memberitahukan pemblokiran tersebut kepada saksi korban.
Permintaan pemblokiran ini adalah terkait utang pajak PT GKN sebesar Rp18 miliar sejak tahun 2005, 2011, 2012, 2014.
Taufik Ramadhi sejak awal telah mengetahui persoalan utang pajak perusahaannya tersebut. Tetapi ia sengaja menutupinya dari saksi korban. Hal ini karena Taufik Ramadhi tahu korban tidak akan mau menjalin kerja sama dalam proyek pengerjaan Rumah Sakit tersebut jika saksi korban mengetahui PT GKN memiliki tunggakan pajak.
Pada tanggal 02 Januari 2020 saat melakukan pencairan dana, saksi korban mendapat informasi bahwa Bank Sumut memblokir dana sebesar Rp9.794.836.814 karena PT GKN tersangkut dengan piutang pajak pada pekerjaan proyek lain.
Saksi korban lalu meminta saksi Riadh menanyakan kebenaran informasi tersebut kepada terdakwa. Saat ditanyakan saksi Riadh, Taufik Ramadhi mengaku mengetahui pemblokiran dana yang dilakukan atas permintaan kantor pajak tersebut.
Lalu Taufik Ramadhi memberikan solusi berupa meminta pembayaran sebesar Rp657.331.228. Taufik Ramadhi berjanji apabila dana dibayarkan, seketika blokir akan dibuka paling lama kurun waktu 2 hari. Saksi korban yang percaya dengan janji Taufik Ramadhi kemudian mengirimkan uang pada tanggal 03 Januari 2020 sebesar Rp657.331.220.
Setelah uang dikirim, ternyata blokir tidak kunjung dibuka. Uang yang harusnya diterima oleh saksi korban pun tidak kunjung dapat dicairkan. Saksi korban melalui Hasbillah kemudian menanyakan hal tersebut kepada Taufik Ramadhi, Taufik berjanji pembukaan blokir akan beres pada bulan Februari.
“Namun pembukaan blokir tidak kunjung terselesaikan, sehingga saksi korban mengkonfirmasi hal tersebut kepada terdakwa. Namun terdakwa mengatakan bahwa pajak tertunggak menjadi tanggung jawab saksi korban, karena sudah diangkat sebagai Direktur di PT Guna Karya Nusantara,” beber Jaksa.
Saksi korban yang merasa keberatan dan dirugikan atas pernyataan Taufik Ramadhi, kemudian membuat laporan ke Polrestabes Medan.
“Bahwa akibat perbuatan terdakwa maka saksi korban mengalami kerugian sebesar Rp11.352.168.044,” pungkas Jaksa dalam sidang pembacaan dakwaan beberapa waktu laliu. (AFS)