seputar-Medan | Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara kembali menghentikan penuntutan 5 perkara dengan pendekatan keadilan restoratif atau Restorative Justice (RJ).
Penghentian dilakukan setelah Kajati Sumut Idianto diwakili Wakajati M Syarifuddin didampingi Aspidum Luhur Istighfar serta para Kasi mengekspose perkara ke JAM Pidum Kejagung di Jakarta lewat video conference dari Kantor Kejati Sumut di Jalan AH Nasution, Medan, Selasa (7/5/2024).
Idianto melalui Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan mengatakan 5 perkara yang disetujui JAM Pidum untuk dihentikan dengan pendekatan RJ adalah berasal dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Asahan dengan tersangka MIH melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP, kemudian dari Kejari Simalungun dengan tersangka MS melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHPidana, dari Cabjari Deli Serdang di Labuhan Deli dengan tersangka J melanggar Pasal 111 Undang-Undang No 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 107 huruf d Undang-Undang No 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Serta pperkara dari Kejari Langkat dengan tersangka RP melanggar Pasal 44 Ayat (1) UU RI No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan tersangka YD yang merupakan isteri dari RP melakukan penganiayaan dengan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana,” tandasnya.
Mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang ini menyampaikan 5 perkara ini dihentikan penuntutannya berdasarkan Perja No 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice, di mana tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukuman tidak lebih dari 5 tahun, kerugian tidak lebih dari Rp2,5 juta, dan antara tersangka dengan korban sudah bersepakat berdamai.
“Dengan adanya kesepakatan berdamai yang disaksikan oleh keluarga korban dan tersangka, telah membuka sekat dan ruang yang sah untuk tidak ada dendam di kemudian hari. Perdamaian juga disaksikan oleh JPU, tim penyidik dari Kepolisian dan tokoh masyarakat,” katanya. (red)