seputar-Medan | Direktur PT Krina Agung Yudha Abadi (KAYA) Canakya Suman SP (40), terdakwa penggelapan 35 sertifikat hak guna bangunan (SHBG) yang merugikan PT Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan sebesar Rp14.775.000.000 dituntut pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan penjara.
“Meminta kepada majelis hakim agar menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Canakya Suman dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan penjara,” ujar JPU Nelson Viktor di hadapan majelis hakim yang diketuai Tengku Oyong SH MH di ruang Cakra 7 Pengadilan Negeri Medan, Jumat (4/12/2020).
JPU menilai perbuatan terdakwa melanggar Pasal 372 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.
“Yakni dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan yang dilakukan secara bersama-sama dengan berkelanjutan,” ungkap JPU.
Usai mendengarkan tuntutan, majelis hakim menunda persidangan hingga Selasa 8 Desember 2020 dengan agenda nota pembelaan (pledoi) dari terdakwa.
Di luar persidangan, saat ditanya apa yang menjadi dasar JPU menjerat terdakwa dengan Pasal 372 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana, JPU mengatakan karena itu yang terbukti.
“Berdasarkan saksi-saksi dan barang bukti di persidangan, karena terdakwa yang menyerahkan sertifikat,” dalihnya.
Saat ditanya apakah ada terdakwa lainnya dalam kasus ini, Nelson mengatakan “Itu bisa saja, tapi itu bukan wewenang saya, tanyakan saja ke penyidik.”
Sementara itu, mengutip dakwaan JPU Nelson Victor mengatakan kasus bermula pada tahun 2014, terdakwa Canakya mengajukan kredit pinjaman kepada BTN Cabang Medan dengan nilai sebesar Rp39,5 miliar dengan jaminan sebanyak 93 buah SHGB atas nama PT Agung Cemara Realty.
“Di mana saksi Mujianto memberikan kuasa kepada terdakwa Canakya di Kantor Notaris Elvira untuk menjual 93 SHGB dan berdasarkan hal tersebut terdakwa mendapat pinjaman kredit sebesar Rp39,5 miliar,” kata JPU.
Selanjutnya, di hadapan saksi Notaris Elviera, terdakwa memberikan kuasa kepada saksi Ferry Sonefille Abdullah SE selaku Kepala Kantor BTN Cabang Medan untuk menjual ke-93 SHGB yang dijadikan sebagai jaminan kredit sebelumnya.
Kemudian, pihak BTN Cabang Medan melakukan kesepakatan yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja Sama Nomor : 00640/Mdn.I/A/III/2011 tentang Pelayanan Jasa Notaris Dan PPAT Dalam Pelaksanaan Pemberian Kredit oleh Bank Negara.
Pada awalnya, perjanjian tersebut berjalan lancar di mana sebanyak 58 SHGB telah dilakukan pembuatan Akte Pembebanan Hak Tanggungan.
“Namun, terhadap 35 SHGB yang belum dilakukan APHT, terdakwa Canakya menghubungi saksi Sulianto alias Pak Lek selaku staf notaris Elviera untuk meminta ke-35 SHGB yang sebelumnya terlebih dahulu memberitahukan kepada saksi Notaris Elviera,” urai JPU.
Setelah 35 sertifikat tersebut berada pada saksi Sulianto langsung menghubungi terdakwa Canakya untuk janji bertemu di Cambridge Hotel dan menyerahkan sertifikat kepada terdakwa Canakya.
Di mana terdakwa Canakya memberikan uang kepada saksi Sulianto secara bervariasi antara Rp 100 ribu sampai Rp300 ribu dan seterusnya perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa Canakya hingga akhirnya ke-35 sertifikat tersebut berada di tangan terdakwa Canakya.
Pada bulan Juni 2016 sampai dengan Maret 2019 terdakwa mengalihkan dan atau menjual ke-35 sertifikat tersebut kepada orang lain tanpa seizin dari BTN Cabang Medan.
“Akibat perbuatan terdakwa Canakya, PT. Bank Tabungan Negara Cabang Medan mengalami kerugian berupa hilangnya 35 SHGB yang bernilai kurang lebih sebesar Rp14.775.000.000,” pungkas JPU. (AFS)