seputar-Banda Aceh | Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Mursiadi, mendesak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) mewajibkan mata pelajaran Bahasa Aceh untuk siswa sekolah dasar (SD) maupun sekolah menengah pertama (SMP).
Menurut Musriadi, peranan bahasa daerah dalam kehidupan bermasyarakat sangat penting bagi umat manusia, yaitu sebagai alat untuk berkomunikasi. “Bahasa Aceh sebagai salah satu bahasa daerah di Indonesia juga berperan dalam kegiatan interaksi sosial masyarakatnya,” kata Musriadi, Kamis (25/4/2024).
Dia menyampaikan, penerapan mata pelajaran itu penting karena Bahasa Aceh merupakan salah satu unsur kebudayaan daerah. Selain itu Bahasa Aceh menjadi sarana identitas nasional dan perlu dibina, dikembangkan serta diwariskan.
Pembinaan dan pengembangannya dapat dilakukan melalui pendidikan dan pengajaran. Bahasa Aceh juga dapat dikembangkan melalui media massa dan masyarakat.
Dia menjelaskan, pelaksanaan pengajaran bahasa daerah merupakan realisasi dari maksud Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 terutama dalam Bab XV Pasal 36.
Disebutkan bahwa bahasa yang masih dipakai sebagai alat perhubungan yang hidup dan dibina oleh masyarakat pemakainya dihargai dan dipelihara oleh negara karena bahasa bahasa itu merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup.
Musriadi mengatakan, Bahasa Aceh perlu diajarkan di sekolah-sekolah sebagai salah satu mata pelajaran dengan tidak mengganggu mata pelajaran lain.
Pengajaran Bahasa Aceh diberikan dengan tujuan, antara lain, memperkenalkan kaidah-kaidah berlaku dalam Bahasa Aceh, baik tentang tata bunyi dan tata bentuk maupun tata kalimat.
“Hasil yang diharapkan dari pengajaran ini ialah anak dapat membedakan pola kalimat bahasa Aceh dengan pola kalimat bahasa Indonesia dalam bahasa lisan atau dalam bahasa tulisan,” ujar Musriadi.
Ia merincikan, pengajaran bahasa selalu mencakup empat aspek kemampuan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek itu perlu mendapat perhatian yang serius dari para guru agar pengajaran bahasa dapat mencapai sasarannya.
Dia berharap Disdikbud Banda Aceh perlu memasukkan kurikulum muatan lokal bahasa, khususnya bahasa-bahasa di Aceh mulai tingkat dasar hingga menengah.
Selain itu, perlu dicanangkan hari berbahasa Aceh satu hari dalam beraktivitas di sekolah seperti yang diterapkan selama ini yaitu Gerakan Sehari Berbudaya Pasti (Sedati) Aceh di sekolah untuk semua tingkatan di bawah kewenangan Pemerintah Kota Banda Aceh.
“Kegiatan itu perlu regulasi atau peraturan wali kota sebagai payung hukum dalam pembinaan dan pengembangan bahasa dan budaya Aceh di sekolah Aceh,” kata anggota DPRK Banda Aceh itu.
Sebagai tanggung jawab kebudayaan dan seni, semua sekolah diwajibkan satu hari dalam satu minggu, guru dan siswa berbicara dengan bahasa Aceh dalam berinteraksi. Hari berbahasa Aceh disesuaikan dengan jam pelajaran muatan lokal.
Secara umum penggunaan bahasa Aceh, menurut Musriadi, mengalami penurunan. Generasi muda kota dinilai banyak yang tidak menggunakan bahasa daerah dalam pembicaraan sehari-hari. Kondisi ini dikhawatirkan dapat mengancam eksistensi bahasa.
“Bahasa adalah identitas, termasuk Bahasa Aceh. Identitas itu penting diselamatkan dengan cara dimasukkan ke kurikulum dan diajarkan kepada anak-anak sekolah,” kata Musriadi. (ajnn)