seputar-Langkat | Sengketa lahan yang terjadi antara masyarakat Desa Sei Tualang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat dengan pihak perkebunan PT Sri Timur, berlanjut ke ranah hukum.
Hal itu setelah upaya mediasi yang dilakukan DPRD Langkat lewat Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Kamis (25/2/2021) menemui jalan buntu karena baik kubu masyarakat maupun kubu PT Sri Timur bersikukuh dengan pendapatnya.
“Masyarakat menuding HGU kami tidak sah. Padahal dalam RDP itu pihak BPN Langkat melalui Plt Kasi Pengukuran, Fredy Agus Hutapea ST sudah menegaskan bahwa HGU PT Sri Timur itu sah sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku,” kata Kepala Departemen Kebun PT Sri Timur Zulkifli MP kepada para wartawan di Stabat, Langkat, Sumut, Jumat (26/2/2021).
Zulkifli menjelaskan kronologis munculnya persoalan itu berawal dari dilarangnya hewan ternak warga masuk ke areal lahan perkebunan PT Sri Timur. Perusahaan melarang karena masuknya hewan ternak itu membuat jamur ganoderma tumbuh subur di areal kebun dan merusak tanaman sawit.
Akibatnya, banyak pohon sawit yang rusak dan mati, sehingga menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Dari situ, perselisihan pun berlanjut ke masalah tanah.
Menurut warga jalan masuk yang terletak di samping Kantor Koramil adalah jalan desa. Tapi menurut pihak kebun jalan itu adalah jalan mereka, karena masuk ke dalam areal lahan HGU PT Sri Timur.
Selain itu, masyarakat menuding pihak kebun sudah merampas tanah mereka. Bukan tanggung. Mencapai 500 hektare lebih tanah yang diklaim masyarakat sudah dirampas PT Sri Timur.
Masyarakat juga menuding janji perusahaan membuat lapangan sepak bola untuk masyarakat cuma janji belaka. Lalu, CSR PT Sri Timur juga dituding masyarakat tidak jelas. Tidak ada kepedulian dan perhatian perusahaan kepada masyarakat yang ada di sana. Akibatnya, masyarakat pun menggelar aksi demo dengan cara menduduki jalan serta memasang patok dan portal, sehingga mengganggu aktivitas dan operasional perusahaan.
Hal itu membuat pihak perusahaan merugi. Apalagi aksi demo sudah memasuki minggu ke-3. “Setelah kami hitung sampai minggu ke-3, kerugian kami sudah mencapai Rp600 juta. Hal itu disebabkan karena kami tidak bisa melakukan panen sawit seperti biasanya,” ujar Zulkifli.
Aksi pendudukan lahan oleh warga itu pun dilaporkan pihak kebun ke Polres Langkat. Pihak kebun meminta pihak kepolisian mengusir dan menangkap warga yang menduduki dan memblokir jalan milik PT Sri Timur tersebut.
Terkait dengan jamur ganoderma yang ditimbulkan oleh hewan ternak yang masuk ke areal kebun, menurut Zulkifli sampai sekarang belum ada obatnya. Jadi, yang dilakukan hanyalah upaya pencegahan.
“Ya, pemberitahuan sudah kami sampaikan dari mulut ke mulut agar warga tidak lagi mengembalakan hewan ternaknya di dalam areal Kebun. Lalu, pemberitahuan secara tertulis. Bahkan, plang pun sudah kami pasang agar masyarakat faham, tapi mereka tetap saja membandel,” ujar Zulkifli lagi.
Sosialisasi dan mediasi sudah dilakukan dengan mengundang Camat Brandan Barat, Kamis (7/1/2021). Lalu, mengundang Kadis Pertanian, Rabu (27/1/2021) dan Sekda diwakili oleh Asisten Adm dan Tapem Drs Basrah Pardomuan, Senin (1/2/2021). Namun, tetap saja sosialisasi dan mediasi itu gagal mencapai hasil.
Bahkan, Ketua dan Anggota Komisi A DPRD Langkat saat datang ke Desa Sei Tualang, juga merasa kecewa, karena masyarakat tidak menyambut mereka dengan baik.
Buktinya, dalam RDP, Ketua Komisi A Dedek Pradesa menegaskan, mereka sudah turun ke desa, tapi masyarakat tidak menyambut mereka dengan baik.
“Ya, mau bagaimana lagi, bapak-bapak dan ibu-ibu tidak percaya kepada kami, padahal kami datang untuk membantu bapak-bapak. Kami ini kan wakil bapak-bapak,” ujar Dedek Pradesa saat itu.
Bahkan, beberapa kali, Dedek Pradesa tampak marah dan emosi, karena sikap ‘ngeyel’ warga. Begitu juga dengan Pimanta Ginting.
Terkait dengan legalitas dan penguasaan lahan, Zulkifli menegaskan, PT Sri Timur sudah mengantongi alas hak yang jelas, yaitu sertifikat HGU nomor: 187,188 dan 189 Tahun 2019. Sebelumnya, PT Sri Timur memiliki histori HGU nomor: 1 Tahun 1960 dan HGU nomor: 2 Tahun 1994.
“Nah, bagaimana dengan masyarakat, mereka tidak punya alas hak yang jelas. Jadi, hanya ‘katanya’ saja, tapi tidak bisa dibuktikan secara hukum,” ujar Zulkifli.
Untuk itu, sebagai wujud dari perlindungan hukum dan keadilan, Zulkifli pun meminta kepada pihak yang berwajib agar menindaklanjuti pengaduan mereka sesuai dengan Surat Tanda Terima Laporan nomor: STPLP/68/II/2021/SU/Lkt.
“Itulah harapan kami setelah beberapa kali mediasi gagal membuahkan hasil,” ujarnya. (DN)