seputar – Tapteng | Nama Josua Hutagalung (33) warga Dusun Sitahan Barat, Desa Satahi Nauli, Kecamatan Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah kembali viral, setelah sebelumnya pada Agustus lalu Josua mengaku rumahnya kejatuhan sebongkah batu meteor.
Sejak saat itu banyak warga yang penasaran ingin melihat, bahkan ada yang tertarik membeli batu tersebut seharga Rp 1 miliar. Namun akhirnya, ia menjual 1.7 kilogram dari batu tersebut kepada pria warga Negara asing yang tinggal di Bali, bernama Jared Collins.
Seperti diberitakan Kompas.com sebelumnya, Josua mengaku menjual batu itu seharga sekitar Rp 200 juta. Selanjutnya, Jared kabarnya mengirimkan batu tersebut ke AS, dan sekarang menjadi koleksi Jay Piatek, seorang dokter dan kolektor meteorit dari Indianapolis.
Pecahan batu tersebut kemudian dijual kembali oleh seorang kolektor kedua melalui situs jual-beli eBay seharga 757 poundsterling (Rp14,1 juta) per gram.
Artinya, harga batu seberat 1.800 gram yang dijual Josua bisa mencapai hampir 1,4 juta poundsterling atau setara dengan Rp 26 miliar. Menurut astronom amatir, Marufin Sudibyo, meteorit diklasifikasi sebagai batuan unik yang cukup langka, sehingga layaknya permata.
“Batu-batu permata itu langka, tapi sumbernya dapat ditemukan di Bumi, sedangkan meteorit harus dicari sumbernya ke antariksa,” kata Marufin saat dihubungi Kompas Sains (19/11/2020).
Sehingga, tak heran jika harga meteorit bisa dijual dengan harga sangat mahal di kalangan kolektornya. Misalnya saja, meteorit besi-batuan (siderolit) bertipe pallasit, mempunyai harga yang mirip harga emas saat ini untuk setiap gramnya.
Isteri Josua Hutagalung, menunjukkan bongkahan batu yang diduganya benda langit (meteor) yang jatuh menimpa kediamannya di Dusun Sitahan Barat, Desa Satahi Nauli, Kecamatan Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sabtu (1/8/2020). (handout)
Marufin mengatakan, selain sebagai hiasan koleksi atau barang investasi seperti halnya batu permata, meteorit juga memiliki nilai ilmiah dan budaya yang sangat tinggi.
“Meteorit-meteorit non Besi bisa digunakan untuk mendeskripsikan kisah tata surya di masa bayinya, pada masa awal pembentukannya,” ungkapnya.
Selain itu, meteorit tersebut juga bisa menguak senyawa organik (karbon) yang sudah terbentuk pada masa itu, seperti yang secara tak langsung terkuak lewat observasi spektroskopi dari teleskop modern. Sedangkan meteorit Besi, misalnya dalam kebudayaan Jawa, memiliki nilai sangat tinggi.
“Meteorit Besi bisa diolah dengan teknik tertentu untuk menghasilkan produk-produk budaya, seperti keris yang menampakkan pola Windmanstatten khas meteorit,” ujar Marufin.(kompas)