seputar – Jakarta | Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Jansen Sitindaon mengatakan jika ingin cawe-cawe secara positif, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) seharusnya mencopot Moeldoko dari Kepala Staf Kepresidenan (KSP).
Pernyataan itu disampaikan Jansen dalam program Political Show di CNNIndonesia TV, Senin (5/6) malam. Moeldoko saat ini diketahui terlibat dalam sejumlah upaya pengambilalihan Partai Demokrat dari kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Dalam acara tersebut, Jansen awalnya menyinggung pernyataan Deputi bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin yang menjelaskan maksud pernyataan cawe-cawe yang dilontarkan Jokowi beberapa waktu lalu.
“Saya baca rilis Bey Machmudin, beliau menyampaikan Pak Jokowi ingin cawe-cawe. Pertama pemilu besok demokratis, jujur dan adil. Kedua, ingin cawe-cawe agar tidak ada polarisasi. Ketiga, ingin cawe-cawe agar TNI, Polri, ASN itu tidak berpolitik praktis, netral,” kata Jansen.
“Saya katakan, soal ini semua sudah ada di undang-undang, bahkan jika pun presiden tidak cawe-cawe, ini semua sudah ada di undang-undang,” imbuh dia.
Namun, jika memang ingin cawe-cawe secara positif, Jansen menantang Jokowi agar bisa menggunakan wewenangnya dengan melakukan reshuffle kabinet untuk mengganti Moeldoko.
“Reshuffle kabinet itu kan bagian dari kewenangan Pak Jokowi, undang-undang mengatur itu hak prerogatif beliau, gunakan sekarang Pak Jokowi. Itu makanya kami Partai Demokrat, kalau betul jenengan itu ingin cawe-cawe positif, buktikan. Reshuffle Moeldoko, karena merusak demokrasi orang ini,” katanya.
Ia mengatakan Moeldoko tidak pernah menjadi kader Demokrat. Menurutnya, menjadi Ketua Partai Demokrat tingkat cabang pun Moeldoko tidak bisa, apalagi menjadi Ketua Umum.
“Dari seluruh cawe-cawe yang disebut Pak Bey, malahan yang sesungguhnya kewenangan mutlak Pak Jokowi adalah mengganti Moeldoko, kalau memang tujuannya tadi, ingin cawe-cawe mendorong peserta pemilu besok bertarung secara fair,” kata Jansen.
Sebelumnya, Jokowi mengakui melakukan cawe-cawe dalam pemilu. Dia berkata melakukan hal itu demi Indonesia.
Jokowi menekankan pentingnya keberlanjutan pembangunan setelah pergantian pemimpin. Menurut Jokowi, Indonesia hanya punya waktu 13 tahun untuk menjadi negara maju dengan memanfaatkan bonus demografi.
“Cawe-cawe untuk negara, untuk kepentingan nasional. Saya memilih cawe-cawe dalam arti yang positif, masa tidak boleh? Masa tidak boleh berpolitik? Tidak ada konsitusi yang dilanggar. Untuk negara ini, saya bisa cawe-cawe,” ungkap Jokowi pada pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (29/5).
Belakangan, Deputi bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin menjelaskan yang dimaksud Jokowi dengan cawe-cawe.
Dia menyebut Jokowi ingin pemilu terselenggara dengan baik dan aman. Selain itu, ia ingin pemimpin berikutnya bisa meneruskan pembangunan yang telah berjalan.
“Presiden ingin pemimpin nasional ke depan dapat mengawal dan melanjutkan kebijakan-kebijakan strategis seperti pembangunan IKN, hilirisasi, transisi energi bersih,” kata Bey dalam keterangan tertulis.
Terkait Demokrat dan Moeldoko, sebelumnya Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengklaim Jokowi tidak mengetahui manuver Kepala Staf Presiden itu.
Ngabalin mengaku hampir setiap hari bertemu dengan Moeldoko di Istana. Menurutnya, Moeldoko tidak pernah bicara soal manuver politik di lingkungan kerja.
“Jangankan saya, istrinya sama Pak Presiden saja tidak tahu,'” kata Ngabalin dalam program d’Rooftalk: Perebutan Kekuasaan di Partai Demokrat yang disiarkan detikcom, Rabu (10/3).
Sementara itu Menko Polhukam Mahfud MD mengungkapkan isi pertemuan dengan Jokowi dan Menkumham Yasonna Laoly saat membahas kisruh kepengurusan Partai Demokrat. Mahfud mengatakan Jokowi meminta kepengurusan Demokrat hasil Kongres Luar Biasa tak disahkan meski Moeldoko teman di pemerintahan.
“Kata Pak Jokowi, kalau memang begitu tegakan saja hukum, ndak boleh disahkan pak Moeldoko meskipun dia teman kita dan punya ambisi politik kata Pak Jokowi,” kata Mahfud dalam sebuah dialog dengan ekonom Didik Rachbini melalui live Twitter, Rabu (29/9) malam. (CNN)