seputar – Jakarta | Partai Amanat Nasional (PAN) meminta Presiden Joko Widodo menegur Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas soal pernyataannya yang menyebut bahwa Kemenag merupakan hadiah negara untuk NU. PAN menilai pernyataan itu bakal memicu polemik dan kontroversi.
Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay meminta Jokowi dapat bersikap tegas mengenai masalah ini. Ia menilai, pernyataan Yaqut bisa menjadi preseden buruk.
“Presiden Jokowi diharapkan dapat memberikan teguran dan peringatan. Sebab, pernyataan-pernyataan seperti ini dapat menjadi preseden buruk di kemudian hari,” kata Saleh, Senin (25/10).
Saleh mengatakan, pernyataan tersebut tidak sepantasnya disampaikan oleh pejabat negara. Selain tidak memiliki landasan historis yang benar, pernyataan itu dapat menimbulkan sikap eksklusivitas di tengah masyarakat.
Ia khawatir pernyataan itu akan mendorong munculnya sekelompok orang tertentu yang merasa lebih hebat dari kelompok lainnya. Di sisi lain, pernyataan itu terkesan bahwa Kemenag hanya milik NU.
Ia juga menilai dampak dari pernyataan Yaqut itu tidak menutup kemungkinan muncul elemen dan ormas lain yang mengklaim mendapat hadiah kementerian lain. Misalnya, mendapat hadiah kementerian pendidikan, kementerian kesehatan, kementerian sosial, dan lain-lain.
“Dengan begitu, persoalan akan menjadi pelik dan runyam. Karena itu, klaim-klaim seperti ini harus dihentikan agar semua pihak merasa nyaman dan tidak terganggu. Harus dipastikan bahwa kementerian agama adalah milik semua rakyat,” tegasnya.
Anggota Komisi IX DPR RI itu mendesak agar Yaqut menyampaikan permohonan maaf. Atau paling tidak meluruskan mispersepsi yang sempat muncul di tengah masyarakat.
“Pejabat publik semestinya menghindari wacana, narasi, dan perdebatan yang tidak perlu. Sebaliknya, para pejabat publik harus berdiri di barisan terdepan untuk merangkul seluruh komponen anak bangsa,” pungkas dia.
Tak cium aroma Politis
Tokoh muda NU, Rahmat Hidayat Pulungan menilai apa yang disampaikan Yaqut sebagai hal yang wajar dan tidak memiliki kecenderungan politik.
Menurut Rahmat, konteks pernyataan Yaqut penting untuk dicermati. Saat itu Yaqut sedang berbicara di acara Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) dan PBNU. Ia melontarkan pernyataannya di depan para santri.
“Wajar kalau Menag memberikan motivasi kepada Santri dan NU dengan segala kebesarannya, harus bisa menjadi penggerak kemajuan dan pemersatu bangsa,” kata Rahmat dalam keterangan tertulis yang CNNIndonesia.com, Senin (25/10).
Rahmat mengatakan untuk memahami pernyataan Yaqut hanya memerlukan tindakan sederhana. Ia mengaku menggunakan cara pandang Ushul Fiqih (filsafat hukum Islam) dalam menelaah pernyataan Yaqut.
Dalam disiplin Ushul Fiqih setiap kata memiliki dua makna, yakni makna khusus dan umum. Adapun faktor yang menentukan pemaknaan ini adalah dilalah atau penunjukannya. Adapun saat itu, Yaqut sedang berbicara di acara PBNU dan di depan banyak santri.
“Apa yang disampaikan menteri agama secara teks dan konteks tujuannya adalah untuk khusus bukan bermakna umum,” tutur Rahmat.
Rahmat mengatakan selama ini memang terdapat anggapan bahwa Kemenag identik dengan NU. Sebab, sepanjang masa Orde Lama, Presiden Soekarno maupun Perdana menteri saat itu memilih kader-kader Nu sebagai Menteri Agama.
Beberapa dari mereka antara lain, ayah Gus Dur, KH Wahid Hasyim yang dipercaya menjadi Menteri Agama sampai tiga kali saat sistem presidensial diterapkan, republik Indonesia serikat (RIS), dan era Kabinet Natsir dan Sukiman. Selain Wahid Hasyim, adalah KH Masjkur yang didapuk menjadi Menteri Agama hingga empat kali dalam beberapa kabinet.
Meski demikian, kata Rahmat, selama masa Orde Baru NU dipinggirkan. Presiden Soeharto yang saat itu berkuasa memilih kalangan militer dan non NU sebagai Menteri Agama.
“Selama orde baru terpinggirkan. Banyak lembaga pendidikan NU tidak diakui oleh negara dalam hal ini Kementerian Agama, tindakan inikan diskriminatif,” ujar Rahmat.(CNN Indonesia)