seputar – Yangon | Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggambarkan aksi demonstrasi anti-kudeta militer sebagai “hari paling berdarah” pada Rabu (3/3) sejak kudeta terjadi sebulan lalu.
Sedikitnya 38 orang meninggal di Myanmar yang terhitung hingga Rabu (03/03), dalam rangkaian bentrokan demonstrasi anti-kudeta militer antara aparat keamanan dan demonstran.
Utusan khusus sekjen PBB untuk Myanmar, Christina Schraner-Burgene, mengatakan, hari Rabu (3/3) adalah hari yang paling berdarah. “Hari ini adalah hari yang paling berdarah sejak kudeta militer pada 1 Februari,” kata Schraner Burgener.
Menurutnya, sedikitnya 50 orang telah tewas “dan banyak lainnya terluka” sejak kudeta dimulai. Dia juga mengatakan sepertinya pasukan keamanan menembak dengan peluru tajam.
“Satu video menunjukkan seorang pengunjukrasa diambil lalu ditembak dari jarak dekat oleh aparat keamanan. Mungkin sekitar satu meter. Sepertinya korban ini meninggal dunia,” ungkapnya.
Dia kemudian meminta pendapat ahli senjata, yang disebutnya “membenarkan bahwa polisi menggunakan senjata organik dan mereka menggunakan peluru tajam”.
Demonstrasi massal dan aksi pembangkangan sipil terjadi di seluruh Myanmar sejak militer merebut kendali.
Para pengunjuk rasa telah menyerukan pembebasan para pemimpin pemerintah terpilih, termasuk Aung San Suu Kyi, yang digulingkan dan ditahan dalam kudeta tersebut. Mereka juga mendesak diakhirinya kekuasaan militer.
Kekerasan terbaru terjadi sehari setelah negara-negara tetangga Myanmar mendesak agar militer untuk menahan diri.
Laporan-laporan dari Myanmar menyebutkan bahwa pasukan keamanan menembaki kerumunan massa di sejumlah kota, termasuk Yangon, dengan sedikit peringatan terlebih dahulu.
Save the Children melaporkan dua anak laki-laki, berusia 14 dan 17 tahun, termasuk di antara mereka yang tewas. Seorang perempuan berusia 19 tahun juga dikatakan termasuk di antara korban yang tewas. ‘Mereka baru saja keluar dan mulai menembak’
Sementara itu, setidaknya enam orang dilaporkan ditembak mati selama protes di Monywa di wilayah tengah Myanmar. Seorang jurnalis lokal mengatakan kepada Reuters, sedikitnya 30 orang lainnya terluka dalam kerusuhan itu.
Seorang relawan medis mengatakan kepada kantor berita AFP di Myingyan, sedikitnya 10 orang terluka. “Mereka menembakkan gas air mata, peluru karet, dan peluru tajam,” ujarnya. “Mereka tidak menyemprot kami dengan meriam air, [tidak ada] peringatan agar bubar, mereka hanya menembakkan senjata,” kata seorang pengunjuk rasa di kota itu kepada Reuters.
Di Mandalay, seorang mahasiswa pengunjuk rasa mengatakan kepada BBC bahwa para sejumlah demonstran tewas di dekat rumahnya. “Saya kira sekitar jam 10 pagi atau 10:30, polisi dan tentara datang ke daerah itu dan kemudian mereka mulai menembaki warga sipil. Mereka tidak memberikan peringatan apapun kepada warga sipil,” ungkapnya.
“Mereka baru saja keluar dan mulai menembak. Mereka menggunakan peluru karet tetapi mereka juga menggunakan peluru tajam untuk membunuh warga sipil dengan cara kekerasan,” terangnya.
Sejauh ini pihak Militer belum mengomentari tentang adanya laporan kematian.
Laporan sebelumnya menyebutkan setidaknya 11 orang tewas dalam rangkaian bentrokan berdarah antara aparat keamanan dan demonstran yang menentang kudeta militer di Myanmar, hari Rabu (03/03).
Kematian dilaporkan – namun belum dapat dipastikan – di Mandalay, Monywa dan Myingyan. Para saksi mata mengatakan tentara melepaskan tembakan tanpa peringatan.
Unggahan di media sosial menunjukkan seorang anak laki berusia 14 tahun meninggal karena luka tembak. Satu orang dilaporkan meninggal di kota terbesar Yangon. Unjuk rasa dibubarkan dengan menggunakan tembakan gas air mata.
Seruan untuk menahan diri dari negara-negara tetangga Myanmar dan pemerintahan lain tampaknya tidak diindahkan oleh pemerintah militer.
Menurut wartawan BBC untuk Asia Tenggara, Jonathan Head, banyak korban mengalami luka di bagian kepala dan dada dan mereka yang meninggal menunjukkan tentara dan polisi menembak untuk membunuh.
Adapun dua korban meninggal adalah remaja.Polisi mengumpulkan warga di salah atu wilayah di Yangon dan meminta mereka berbaris dengan tangan diangkat, dan diangkut dengan truk. Sejumlah video menunjukkan polisi memukul mereka yang ditangkap.(Bbc)