seputar-Jakarta | Korea Utara dikabarkan tengah mengalami krisis pangan. Akibat masalah ini, pemerintah Korut menyuruh warganya untuk mengurangi makan hingga menjadikan angsa hitam sebagai pengganti bahan pangan.
Pemimpin Tertinggi Kim Jong-un dikabarkan meminta pemerintah dan masyarakat Korut membiakkan angsa hitam hias untuk bahan pangan sebagai inovasi agar bisa bertahan di tengah krisis ekonomi dan pangan.
Baru-baru ini, media pemerintah Korut tengah mempromosikan konsumsi daging angsa hitam kepada warganya.
“Daging angsa hitam enak dan memiliki manfaat dalam pengobatan,” bunyi laporan surat kabar partai Buruh Korut, Rodong Sinmun, Senin (25/10/2021).
Pemerintah Korut dikabarkan pernah melakukan riset untuk menggunakan burung hias sebagai bahan pangan pada 2019. Otoritas negara itu juga mengimbau sekolah, perusahaan, dan industri untuk menanam makanan dan membudidayakan ikan untuk mencukupi kebutuhan pangan diri sendiri.
“Solusi ini ditawarkan untuk memecahkan masalah kegagalan panen skala besar dalam memberikan stok pangan bagi seluruh negara dan penerapan pembatasan akibat Covid-19 yang membatasi impor makanan dan barang lainnya sejak awal 2020,” kata Colin Zwirko dalam NK News seperti dikutip dari Reuters.
Tak hanya menyuruh makan angsa, pemerintah Korut juga menyuruh warganya untuk mengurangi makan.
Seorang warga bercerita kepada Radio Free Asia bahwa dua pekan lalu, pemerintah Korut berkunjung ke rumah-rumah warga untuk memberi tahu bahwa krisis pangan kemungkinan masih akan melanda hingga 2025.
“Situasi pangan sekarang saja sudah gawat dan warga menderita. Ketika pemerintah meminta warga untuk berhemat dan mengonsumsi makanan lebih sedikit hingga 2025, mereka tak bisa berbuat apa pun. Hanya dapat sedih,” ujar warga yang enggan diungkap identitasnya itu.
Beberapa pakar internasional menyampaikan bahwa krisis pangan ini terjadi akibat masa panen di negara itu yang telah usai.
Mereka juga menilai negara itu tengah meningkatkan perdagangan mereka dan menerima bantuan kemanusiaan lewat Tiongkok untuk mengatasi krisis ini.
Tak hanya itu, agensi intelijen Korea Selatan menyampaikan bahwa pemimpin Korut, Kim Jong-un, kini tengah menyuruh pemberlakuan pengamanan stok beras. Informasi ini disampaikan dalam sidang parlemen tertutup, Kamis (28/10).
Walaupun demikian, pihak intelijen Korsel menilai krisis yang terjadi ini masih lebih baik dibandingkan tahun lalu, mengingat cuaca cerah di Korut dalam beberapa bulan ini. Ia juga mengatakan Korut tengah mengambil langkah untuk membuka perbatasan negaranya bagi Rusia dan Tiongkok dalam beberapa bulan ke depan.
Korut sendiri mengalami krisis keamanan pangan sejak lama. Beberapa peneliti membeberkan alasan krisis ini antara lain akibat salah urus ekonomi.
Kondisi ini diperparah dengan sanksi internasional untuk Korut akibat senjata nuklir, bencana alam, dan pembatasan akibat pandemi Covid-19.
Kim sebelumnya mengakui bahwa situasi pangan di negaranya memang tak baik-baik saja. Ia juga meminta maaf atas pengorbanan yang harus dilakukan warganya kala menangani pandemi virus corona.
Walaupun demikian, Kim menyebut bahwa kondisi ekonomi di Korut telah meningkat. Ia membantah klaim PBB yang menyatakan ribuan orang di negara itu rentan mengalami kelaparan.
Saat ini, Korut memang sedang dilanda krisis pangan akibat penutupan perbatasan demi mencegah penularan Covid-19. Selain itu, industri agrikultur Korut juga sempat terpukul akibat sejumlah bencana.
Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) menyatakan bahwa Korea Utara menghadapi kekurangan pangan sekitar 860 ribu ton pada tahun ini.
Menurut laporan FAO yang dirilis awal Juli lalu, Korea Utara diproyeksikan hanya menghasilkan 5,6 juta ton biji-bijian di tahun ini.
Jumlah itu kurang 1,1 juta ton dari angka yang dibutuhkan Korut untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh warganya.
Meski akan ditambah dengan impor yang ditargetkan sebanyak 205 ribu ton, Korut tetap akan menghadapi kemungkinan kekurangan pangan sekitar 860 ribu ton.
“Jika kesenjangan ini tak cukup ditutupi melalui impor komersial dan/atau bantuan pangan, Korut akan mengalami masa sulit dari Agustus hingga Oktober,” demikian laporan FAO yang dikutip AFP.
Menanggapi krisis ini, sejumlah ahli Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta dunia untuk mempertimbangkan kembali sanksi atas Korut. Menurut mereka, saat ini situasi di Korut sudah sangat memprihatinkan. (cnnindonesia)