seputar – Semarang | Seorang mantan pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) yang kini duduk sebagai pejabat publik di Komisi Informasi Provinsi (KIP) Jawa Tengah disebut melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istrinya. Pria berinisial S itu disebut sudah melakukan aksinya dalam kurun waktu 10 tahun.
Sang istri atau korban kini didampingi jaringan peduli perempuan dan anak (JPPA) Jawa Tengah. Koordinator JPPA Jateng, Nihayatul Mukharomah mengatakan KDRT itu sudah terjadi sejak tahun 2010. Terakhir dilakukan akhir Maret 2021.
“Puncaknya adalah di bulan Maret 2021, pelaku melakukan kekerasan lagi. Pelaku menampar pipi kanan korban berkali-kali, memukul kepala korban dengan botol air minum ukuran 800 ml hingga botol tersebut terlempar, mendorong-dorong tubuh korban dan memukul hidung korban sebanyak dua kali hingga mengeluarkan darah yang sangat banyak hingga berceceran di wajah, baju, celana korban, di sofa dan lantai,” kata Nihayatul dalam siaran persnya, Jumat (9/4/2021).
“Kejadian tersebut dilakukan di depan kedua anaknya yang masih kecil,” imbuhnya.
Ia menegaskan perbuatan S mencoreng institusi negara karena sebagai pejabat publik haruslah memiliki integritas dan moral yang tinggi. Selain itu perbuatan S juga dianggap merendahkan dan melecehkan perempuan.
“Terlebih lagi pelaku adalah orang yang notabene paham hukum dan keberadaannya di Komisi Informasi karena didukung oleh kawan-kawan organisasi gerakan yang memperjuangkan penegakan HAM dan demokrasi. Namun yang ditunjukkan oleh pelaku adalah sebaliknya malah menjadi pelaku pelanggaran HAM itu sendiri. Jauh dari teladan dan contoh yang baik bagi masyarakat, bahkan sangat merendahkan dan melecehkan perempuan,” tegasnya.
JPPA Jateng pun mendesak agar KIP Jateng memeriksa pelaku dan membentuk dewan etik serta segera melaporkan ke KIP pusat. JPPA juga meminta KIP tidak memberikan akses ke publik kepada terlapor, baik sebagai pemutus sengketa, narasumber atau segala aktivitas yang berhubungan dengan publik.
“Merekomendasikan kepada Gubernur Jawa Tengah untuk memberikan sanksi yang seberat-beratnya kepada pelaku berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota Komisioner Komisi Informasi Provinsi Jawa Tengah,” jelas Nihayatul.
Saat dihubungi melalui telepon, Nihayatul menjelaskan S punya latar belakang seorang pejuang HAM yang memperjuangkan hak-hak perempuan. Namun perbuatannya ternyata bertolak belakang dengan apa yang seharusnya diperjuangkan.
“Dulunya pegiat HAM kemudian sekarang sudah sebagai komisioner di KIP,” katanya.
Ia menjelaskan peristiwa KDRT itu mengakibatkan penderitaan dan trauma yang amat berat bagi korban. Bahwa trauma tersebut tidak hanya dialami oleh korban akan tetapi juga pada dua anak yang menyaksikan pemukulan tersebut.
“Korban sekarang masih pemulihan psikologis. Untuk laporan ke polisi belum,” ujarnya.
Tanggapan KIP Jateng
Wakil Ketua KIP Jateng, Zainal Abidin Petir, membenarkan adanya peristiwa itu. Secara pribadi dia sangat kecewa dengan perbuatan S itu.
“Terus terang kecewa. Eman-eman (disayangkan) ya, untuk jadi anggota KIP seleksinya sangat ketat dan dibutuhkan kompetensi khusus, tapi tidak dimanfaatkan dengan baik,” kata Petir lewat sambungan telepon.
Petir mencoba menjelaskan duduk perkaranya. Ia tidak mengetahui permasalahan yang terjadi sejak 10 tahun lalu, namun untuk yang baru-baru ini ada dugaan terkait adanya orang ketiga. Korban sebenarnya hanya ingin S meminta maaf karena sudah menjalin hubungan dengan wanita lain yang juga ada di lingkungan KIP Jateng, tapi ternyata justru terjadi penganiayaan.
“Di dalam ada pihak ketiga, ya sudah kami sampaikan. Istrinya hanya meminta agar S meminta maaf, tapi ternyata tidak pernah,” ujarnya.
Kemudian ada pesan elektronik di grup chating yang membuat S mengamuk kepada istrinya. Petir tidak menjelaskan apa isi pesan itu, namun pada 27 Maret 2021 terjadi penganiayaan.
“Sabtu 27 Maret itu muntabnya karena ada WA dishare ke grup lalu S marah kepada istrinya sampai mukul, itu kejadiannya pagi. Pagi itu juga S ke rumah saya lalu saya bilang, kamu itu sudah salah ketahuan selingkuh kok sekarang malah mukul istri itu gimana,” tegasnya.
Petir juga sempat memaki S saking emosinya. Terlebih Petir juga mengetahui suasana ketika penganiayaan terjadi karena kebetulan korban menekan video call dan terhubung ke Petir.
“Saya bilang, kamu waktu lagi mukul itu istrimu itu vicall saya, waktu darahnya kucur-kucur dari hidung kamu masih mukul kok. Baru setelah itu alasan, ‘saya emosi’. Udah salah masih mukul istri sampai berdarah di depan anak, juga saya dengar anaknya teriak-teriak,” ujarnya
Kekecewaan Petir semakin bertambah karena kesanggupan S untuk meminta maaf ternyata tidak dilakukan. Padahal menurut Petir S mengatakan padanya beberapa kali akan meminta maaf kepada korban.
“Peringatan lisan sudah saya peringatkan untuk minta maaf, kalau waktu itu minta maaf selesai. Itu wong ditunggu sampai Senin kok tidak minta maaf, terus selang dua hari ditunggu untuk minta maaf, tetap enggak minta maaf,” katanya.(detik)