seputar – Jakarta | Nikel tengah menjadi komoditas yang sangat berharga. Hal ini tak lain karena nikel menjadi komoditas penting dalam pengembangan kendaraan listrik.
Pemerintah pun berniat menggenjot hilirasi nikel. Namun, di tengah upaya menggenjot hilirasi nikel ini, Indonesia malah digugat Uni Eropa.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan, Uni Eropa telah menyampaikan permohonan kepada Dispute Settlement Body (DSB) WTO untuk mengadakan agenda konsultasi dengan Indonesia tanggal 22 November 2019 lalu terkait larangan dan pembatasan ekspor biji nikel, persyaratan pemurnian dan pengolahan dalam negeri, persyaratan pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Agenda konsultasi juga mencakup persyaratan perizinan ekspor dan skema pemberian subsidi yang dilarang. Indonesia telah melakukan konsultasi dengan Uni Eropa pada 30-31 Januari 2021.
“Setelah konsultasi dengan Indonesia tanggal 30-31 Januari 2021, Uni Eropa secara resmi meminta pembentukan panel dengan hanya mencakup 2 isu dari semula 5 isu, yakni pelarangan ekspor nikel dan persyaratan pemrosesan dalam negeri karena dikatakan melanggar Pasal XI (1) dari GATT 1994,” katanya saat rapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin (22/3/2021).
Arifin mengatakan Indonesia telah menyusun dan mengajukan kriteria pemilihan panel, dan selanjutnya menunggu penetapan anggota panel oleh sekretariat DSB.
Untuk menghadapi gugatan nikel, pemerintah melakukan konsolidasi bersama dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, dan konsultan hukum yang dipimpin Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Pemerintah telah menunjuk Lawfirm Baker McKenzie di Jenewa dan Joseph Wira Koesnaidi (JWK) di Jakarta untuk mewakili pemerintah dalam menghadiri sidang DSB WTO dan menyusun tanggapan atas gugatan WTO.
Kemudian, penyusunan statement bersama dalam menanggapi pertanyaan media dan publik terkait isu DS 592 ini sehingga seluruh pernyataan dari pejabat pemerintah terkait sejalan dengan argumentasi pembelaan Indonesia.
“Kementerian ESDM menyiapkan data/informasi yang relevan dan analisa dari seluruh aturan yang terkait untuk mendukung proses penyelesaian sengketa di DSB WTO,” katanya.
“Berdasarkan aturan WTO penyelesaian proses panel maksimal 9 bulan tanpa banding, atau 12 bulan dengan banding,” ujarnya.(detikfinance)