seputar-Medan | Penyaluran kredit perbankan di Sumatera Utara (Sumut) mengalami perlambatan (4,12% -> 2,12%) didorong oleh melemahnya Kredit Modal Kerja (KMK) hingga 10,12% dari sebelumnya 13,3% pada Triwulan II-2021 serta melemahnya Kredit Investasi (KI) (-7,6% -> -10,5%).
Dari sisi sektoral, penyaluran pembiayaan menurun pada sektor Perdagangan Besar dan Eceran (PBE) dan industri pengolahan, namun meningkat pada sektor utama pertanian dan konstruksi. Melemahnya penyaluran kredit pada sektor PBE dan industri pengolahan diduga terjadi akibat sikap pelaku usaha yang masih wait and see terhadap perekonomian saat ini. Namun demikian, risiko gagal bayar (NPL) masih relatif terjaga di angka 3,35%.
Hal itu disampaikan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara (KPw BI Sumut), Soekowardojo pada acara Bincang Bareng Media secara virtual, Selasa (28/09/2021).
Soeko menjelaskan, risiko kredit perbankan membaik, tercermin dari penurunan Loan at Risk (LaR) dari triwulan II-2021 (22,0%->21,9%), yang terdiri dari akumulasi restrukturisasi kolektabilitas 1, kredit kolektabilitas 2, dan NPL.
“Penurunan LaR terutama didorong oleh membaiknya risiko kredit investasi dan risiko kredit konsumsi. Di sisi lain, upaya perbaikan kualitas kredit pada debitur terdampak Covid-19 yang dilakukan oleh Pemerintah melalui restrukturisasi kredit tercatat telah melewati puncaknya dan berangsur melambat menjadi Rp 40,1 Triliun dari triwulan II-2021 sebesar Rp 41,4 Triliun,” jelas Soeko.
Seoko melanjutkan, penyaluran kredit korporasi menurun (6,9% -> 1,0%) didorong oleh penurunan seluruh kelompok yang cukup signifikan, menunjukkan adanya kecenderung wait and see dalam berinvestasi dari sisi pelaku usaha.
Hal ini turut didukung dengan data hampir seluruh kontak liaison menyampaikan bahwa mereka tidak akan melakukan investasi baru karena sikap menunggu perkembangan pandemi di masa PPKM Level 4 yang masih terjadi pada bulan Agustus 2021.
“Dari sisi sektoral, penurunan kredit korporasi terjadi di seluruh sektor utama kecuali pada sektor pertanian dan konstruksi. Dari sisi risiko, NPL korporasi relatif terjaga pada level 4% yakni tidak mengalami perubahan dari triwulan-II 2021, menunjukkan risiko terhadap kredit cukup rendah,”sebutnya.
Menurutnya, penyaluran kredit korporasi menurun mengindikasikan masih terjadinya pesimisme korporasi di awal triwulan III tahun 2021. Penurunan ini didukung pula dengan penurunan kredit pada seluruh LU utama kecuali pertanian dan konstruksi yang mengalami perbaikan walaupun masih berada dalam teritori negatif.
” Begitupun rasio kredit bermasalah korporasi terjaga di angka yang sama dengan triwulan-II 2021,” imbuh Soeko sembari menambahkan Non Performing Loan (NPL) korporasi terjaga di angka 4% dengan seluruh sektor utama mencatatkan perbaikan kualitas kredit.
Berdasarkan jenis kredit, KI mencatatkan perbaikan kualitas kredit sebesar 1 basis poin pada bulan berjalan dibandingkan bulan sebelumnya, sementara kualitas kredit KMK masih berada pada level 5%.
“Likert Scale permintaan domestik dan ekspor menurun mengindikasikan penurunan aktivitas korporasi. Penurunan pembiayaan korporasi terutama dari sisi KI dan KMK sejalan dengan hasil liaison Bank Indonesia yang menunjukkan penurunan permintaan ekspor maupun domestik dari hasil liaison,”.ujar Soeko. (Siong)