seputar-Jakarta | Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang digelar pada 20-21 September 2021 memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%. Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan, di tengah perkiraan inflasi yang rendah dan upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%, demikian juga suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility tetap sebesar 4,25%,” kata Perry Warjiyo dalam pemaparan hasil RDG BI, Selasa (21/9/2021).
Perry menyampaikan, Bank Indonesia akan terus mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mendukung upaya pemulihan ekonomi lebih lanjut melalui berbagai langkah.
Kebijakan tersebut antara lain melanjutkan kebijakan nilai tukar rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar; melanjutkan penguatan strategi operasi moneter untuk memperkuat efektivitas stance kebijakan moneter akomodatif; mendorong intermediasi melalui penguatan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan penekanan pada transmisi SBDK pada suku bunga kredit baru khususnya segmen KPR, serta mengakselerasi penggunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
Selanjutnya menjaga kelancaran dan keandalan sistem pembayaran serta mendukung program pemerintah melalui kerja sama pelaksanaan uji coba digitalisasi bantuan sosial (bansos) dan program elektronifikasi transaksi pemerintah; serta memfasilitasi penyelenggaraan promosi perdagangan dan investasi serta melanjutkan sosialisasi penggunaan local currency settlement (LCS) bekerja sama dengan instansi terkait.
Bank Indonesia juga terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) guna menjaga stabilitas sistem keuangan dan meningkatkan kredit/pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan.
Perry meyebutkan pemulihan perekonomian global diprakirakan berlanjut meskipun dampak kenaikan kasus Covid-19 dan gangguan rantai pasokan di beberapa negara perlu diwaspadai. Di Amerika Serikat (AS), Tiongkok, dan Jepang, laju pemulihan ekonomi pada paruh kedua 2021 cenderung lebih lambat dari prakiraan.
Di sisi lain, pemulihan ekonomi di berbagai negara kawasan Eropa dan Amerika Latin cenderung lebih tinggi sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi global. Kinerja berbagai indikator dini pada Agustus 2021, seperti Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur dan penjualan eceran tetap kuat, di tengah indikasi lebih lamanya transportasi barang seperti tercermin pada PMI Suppliers’ Delivery Times Index.
Dengan dinamika tersebut, imbuh Perry, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi global 2021 tetap sekitar 5,8%. Volume perdagangan dan harga komoditas dunia tumbuh kuat, sehingga menopang prospek ekspor negara berkembang.
“Ketidakpastian pasar keuangan global belum sepenuhnya mereda, dipengaruhi isu kegagalan bayar korporasi di pasar keuangan Tiongkok, rencana pengurangan stimulus (tapering) oleh the Fed, serta peningkatan kasus Covid-19. Perkembangan tersebut berpengaruh terhadap preferensi investor global atas aliran portofolio ke negara berkembang,” ujar Perry. (Siong)