seputar-Medan | Tingginya curah hujan dan peningkatan sifat hujan di Sumatera Utara pada bulan September 2022 berpotensi mengganggu produktivitas dan mendorong kenaikan harga komoditas pangan.
“Pada bulan September 2022, inflasi Sumatera Utara, secara bulanan diprakirakan lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya,” kata Kepala Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia (KPw BI) Sumut Doddy Zulverdi saat Bincang Bareng Media (BBM) secara online dan offline di Gedung BI Sumut, Jalan Balai Kota Medan, Jum’at (30/09/2022). Saat itu Doddy didampingi Ibrahim selaku Deputi Kepala Perwakilan BI Sumut.
Doddy menyatakan, berlanjutnya kenaikan harga pupuk dan pakan ternak, kenaikan harga BBM Pertalite, Solar, hingga Pertamax, serta tingginya harga gabah dapat mendorong kenaikan harga beras juga diprakirakan menjadi faktor pendorong pembentuk inflasi Sumatera Utara periode September 2022.
Di sisi lain, laju inflasi lebih tinggi dapat tertahan oleh berlanjutnya panen raya bawang merah dan aneka cabai, koordinasi TPIP dan TPID dalam Gernas PIP, serta optimalisasi anggaran BTT untuk pengendalian inflasi di daerah.
Sebagai dampak spillover eksternal dan domestik, di tengah percepatan pemulihan ekonomi dan normalisasi permintaan masyarakat, inflasi Sumatera Utara pada tahun 2022 diprakirakan lebih tinggi dari 2021 serta berpotensi berada di atas batas sasaran inflasi nasional 3%±1%.
“Begitupun terdapat faktor-faktor pendorong dan penahan inflasi yang dapat dicermati dan diantisipasi sebagai langkah pengendalian inflasi,”ungkap Doddy.
Doddy merinci sejumlah faktor pendorong inflasi Sumatera Utara Tahun 2022 yaitu:
- Pulihnya pendapatan masyarakat seiring dengan peningkatan mobilitas dan pembukaan sektor usaha yang didukung oleh penanganan pandemi yang baik dan tercapainya herd immunity melalui akselerasi vaksinasi.
- Penyaluran bantuan sosial pemulihan ekonomi mendorong peningkatan daya beli masyarakat yang masih berlanjut.
- Konflik geopolitik Rusia – Ukrania yang berlanjut dan kembali mendorong kenaikan harga energi dan pangan dunia, memperpanjang restriksi ekspor pupuk & pangan beberapa negara produsen sehingga meningkatkan tekanan inflasi global.
- Kenaikan tarif cukai rokok, PPN, BBM dan LPG non subsidi, dan tarif listrik oleh Pemerintah.
- Terus meningkatnya harga angkutan udara sebagai dampak pelonggaran restriksi mobilitas, meningkatnya minat masyarakat, dan aturan fuel surcharge, dan kenaikan airport tax.
- Potensi bencana hidrometeorologi dengan intensitas curah hujan tinggi yang dapat mengganggu produksi dan distribusi komoditas pangan.
- Peralihan subsidi sehingga terdapat penyesuaian harga BBM bersubsidi rata-rata diatas 30%.
Selanjutnya faktor penahan inflasi Sumatera Utara Tahun 2022 yaitu:
Produksi
- Koordinasi program pengendalian inflasi TPID Sumut untuk menjaga ketersediaan pasokan dan urban farming
Optimalisasi penggunaan pupuk organik, serta Implementasi Digital & Integrated Farming. - Perbaikan pola tanam dan pemetaan siklus tanam terutama di daerah produsen pangan.
- Optimalisasi peran BUMDes sebagai offtaker produk dari petani.
Distribusi
- Optimalisasi penggunaan APBD (BTT) untuk subsidi transportasi.
- Penguatan pengawasan bersama Satgas Pangan untuk menjaga kelancaran distribusi.
- Optimalisasi peran BUMD sebagai penyalur komoditas pangan strategis.
Konsumsi
- Optimalisasi anggaran APBD (BTT) untuk perluasan operasi pasar, pasar murah, dan sidak pasar.
- Peningkatan intensitas komunikasi kepada masyarakat untuk menjaga ekspektasi inflasi.
- Perluasan sosialisasi mendorong pola konsumsi produk olahan pangan.
Doddy menambahkan, tren pemulihan ekonomi Sumatera Utara juga terus berlanjut dan mencatat pertumbuhan 4,70% (yoy) pada triwulan II-2022 lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Meski saat ini kondisi global mengalami tekanan inflasi yang cukup tinggi, Sumatera Utara mendapatkan ”windfall” dari kenaikan harga komoditas di pasar global. Selain itu, konsumsi masyarakat juga mengalami ekspansi seiring dengan HBKN Idul Fitri dan melonggarnya restriksi mobilitas.
Selain itu, berbagai indikator ekonomi terkini di Sumut terus menunjukkan perbaikan di tengah meningkatnya biaya produksi. Tetap kuatnya ekonomi di Sumatera Utara tercermin dari tetap tingginya mobilitas masyarakat yang dapat mendorong konsumsi.
“Peningkatan konsumsi masyarakat juga terkonfirmasi melalui peningkatan keyakinan konsumen dan tetap tingginya indeks penjualan riil,”ungkap Doddy.
Di sisi lain, imbuh Doddy, kinerja ekspor diperkirakan sedikit tertahan sejalan dengan termoderasinya harga komoditas utama. Namun demikian, tetap terjaganya permintaan terhadap CPO dari negara mitra dagang utama serta diperpanjangnya kebijakan penyesuaian tarif pungutan ekspor CPO diprakirakan dapat menahan perlambatan yang lebih dalam. Sementara itu, hasil liaison Bank Indonesia mengkonfirmasi adanya penurunan permintaan ekspor, sedangkan permintaan domestik cenderung tetap meningkat di tengah kenaikan biaya produksi.
Dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit meningkat di tengah relatif melambatnya DPK sehingga mendorong intermediasi perbankan (LDR) per Ags’22 naik menjadi 85,4% (yoy). Kredit korporasi secara tahunan juga mengalami kenaikan dari 7,7% (yoy) pada triwulan II-2022 menjadi 8,9% (yoy) yang diindikasikan tidak terlepas dari masih berlanjutnya tren pemulihan ekonomi di Sumatera Utara.
Disamping itu, kinerja kredit UMKM juga mengalami kenaikan dari triwulan sebelumnya meski diikuti oleh kenaikan risiko kredit. Lebih lanjut, kredit rumah tangga juga meningkat didorong oleh kenaikan pada kredit kendaraan bermotor.
Risiko kredit macet di Sumatera Utara mengalami peningkatan meskipun masih terbatas, tercermin dari peningkatan NPL dari Triwulan II-2022 sebesar 2,43% menjadi 2,56% pada Agustus 2022. Peningkatan NPL terutama didorong oleh peningkatan rasio NPL baik kredit produktif maupun konsumtif.
Di sisi lain, upaya perbaikan kualitas kredit pada debitur terdampak COVID-19 yang dilakukan oleh Pemerintah melalui restrukturisasi kredit tercatat telah melewati puncaknya dan berangsur melambat. Lebih lanjut, UMKM mendapatkan prioritas dalam alokasi anggaran PEN pada tahun ini sebagai wujud keberpihakan dan dukungan Pemerintah bagi sektor UMKM yang sangat terdampak selama masa pandemi.
Perekonomian Sumatera Utara tahun 2022 diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari tahun 2021 dengan rentang proyeksi 4,1%-4,9% (yoy). Kian pulihnya mobilitas dan membaiknya daya beli akan mendorong konsumsi masyarakat. Tetap tingginya harga komoditas utama serta berlanjutnya program PEN juga diprakirakan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara tahun 2022 lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
“Namun demikian, berlanjutnya konflik geopolitik yang berisiko melanjutkan gangguan rantai pasok global serta perkembangan ekonomi global yang diwarnai peningkatan inflasi menjadi hal yang perlu diwaspadai,” tandas Doddy.(Siong)