seputar-Binjai | Tukang (penjual) Pecal di Binjai, Sumatera Utara (Sumut), menjerit karena ditagih pajak Rp3 juta sebulan oleh Pemerintah Kota Binjai. Nasib tukang pecal ini sama dengan tukang bakso yang sempat ditagih pajak Rp6 juta.
“Jumlah tagihan Rp3 juta, berarti satu hari Rp 100 ribu,” kata pedagang pecal bernama Nur, Rabu (8/9/2021).
Nur mengatakan kaget bukan main saat mendapatkan surat tagihan pajak tersebut. Dia mengatakan penghasilannya tidak cukup untuk membayar pajak dengan jumlah itu.
“Kalau dipikir-pikir mana sanggup kita. Penghasilan aja nggak segitu,” ucapnya.
Nur mengatakan penghasilannya kadang tidak cukup untuk memberikan upah kepada anaknya yang ikut membantu berjualan. Dia mengatakan penghasilan yang ada hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Nur mengaku mendapatkan undangan dari BPKAD untuk membahas besaran pajak itu. Namun, Nur mengatakan tidak hadir karena sedang sakit.
“Kebetulan kaki sakit, nggak bisa (hadir). Anak datang jam 11 lewat ke sana, rupanya sudah ketinggalan,” ucapnya.
Pemko Binjai menyatakan kasus ini sama seperti yang dialami oleh tukang bakso bernama Handoko. Tukang bakso itu awalnya ditagih pajak Rp6 juta.
Tukang bakso di Binjai bernama Handoko tersebut mendapatkan tagihan pajak hingga Rp 6 juta untuk Juli 2021. Namun tagihan itu diputihkan usai dia mendatangi sosialisasi yang dilakukan BPKAD Kota Binjai.
“Kemarin kita sudah ke GOR memenuhi panggilan mereka. Di situ dijelaskan, katanya diputihkan bagi yang datang, bagi yang tidak datang, katanya setuju dengan pajak itu,” kata Handoko kepada wartawan, Sabtu (28/8).
Pihak BPKAD pun sudah menjelaskan terkait pungutan pajak kepada para pedagang ini. BPKAD mengatakan tagihan pajak yang mereka lakukan ini sudah berdasarkan hasil survei.
“Tagihan yang kami sampaikan itu telah didahului dengan hasil survei. Tentu surveinya terbatas dengan sumber daya yang kami miliki,” ucap Kepala BPKAD Kota Binjai Affan Siregar.
Affan mengatakan tagihan yang disampaikan melalui surat itu bukan merupakan ketetapan. Pihak pemilik tempat usaha dapat memberikan klarifikasi jika pajak yang ditagihkan tidak sesuai dengan penghasilan warungnya.
“Surat tagihan kami itu bukan harga mati, itu hanya informasi yang dapat diklarifikasi. Kalau pemilik restoran merasa itu terlalu besar, tentu dapat diklasifikasi dengan mengisi formulir. Berapa yang seharusnya yang layak,” ucap Affan.
“Tetapi formulir yang diisi itu kan ditandatangani, itu kan pernyataan, sesungguhnya pajak ini yang bersifat self assessment. Kita yang menghitung, kita yang melaporkan, kita yang menyetorkannya,” tambahnya. (detik)