seputar – Medan | Sebanyak 14 Legislator Kabupaten Humabahas menggugat Ketua DPRD mereka ke Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.
Gugatan tersebut dilayangkan ke PTUN Medan karena Ketua DPRD Kabupaten Humbahas membatalkan Surat Keputusan (SK) reses 14 anggota DPRD tersebut hanya karena alasan mosi tak percaya.
Padahal, permasalahan tentang tidak difasilitasinya anggota DPRD untuk melakukan rapat sehingga dilakukan penyegelan kantor belum usai.
14 anggota DPRD Humbahas tersebut adalah Guntur Sariaman, Marolop Manik, Labuan Sihombing, Marsono Simamora, Sanggul Rosdiana Manalu, Marolop Situmorang, Laston Pelyi Sinaga, Bantu Tambunan, Normauli Simarmata, Ir Mutiha Hasugian, Bresman Sianturi SH, Jimmy Togu Hamonangan Purba, Charles Ary Heryanto, SH dan Martini Purba.
Dalam keterangan 14 anggota DPRD Humbahas melalui tim kuasa hukumnya Ridho Rejeki Pandiangan, Bintang Christine dan Daniel Marbun mengatakan, pihaknya melayangkan gugatan untuk membatalkan Surat Keputusan (SK) DPRD Humbahas No 3, 4, 6 dan 7 tahun 2021 tentang pelaksanaan dan pembatalan reses terhadap 14 penggugat tersebut.
“Gugatan ini diajukan lantaran ketua DPRD menerbitkan SK untuk membatalkan pelaksanaan reses para penggugat. Anehnya, penerbitan SK tersebut tidak melalui mekanisme pengambilan keputusan sesuai dengan tata tertib DPRD Kabupaten Humbang No 4 Tahun 2020,” ujar Ridho saat ditemui seusai mendaftarkan gugatan di PTUN Medan, Rabu (2/6/2021).
Ridho menerangkan, tindakan Ketua DPRD dalam menerbitkan SK tersebut dengan alasan adanya mosi tak percaya yang disampaikan 14 anggota adalah hal yang tak masuk diakal.
“Apa kaitannya mosi tak percaya dengan pembatalan pelaksanaan reses klien kami?,” kata Ridho sembari mengatakan No. Reg Perkara 43/G/2021/PTUN.MDN dijadwalkan akan digelar sidang perdananya pada 10 Juni 2021 mendatang.
Menurut Ridho, mosi tak percaya tak bisa dijadikan dasar hukum dalam penerbitan SK pembatalan 14 anggota DPRD untuk melakukan reses. “Mosi tak percaya itu tidak dikenal didalam literatur hukum. Sehingga kami berpendapat, ketua DPRD telah melampaui kewenangannya dalam menerbitkan SK tersebut,” ucap Ridho.
Sedangkan Bintang mengatakan bahwa reses adalah kewajiban setiap anggota DPRD untuk bertemu dengan konstituennya yang diatur dalam undang-undang. “Jadi kalau ketua DPRD membatalkan reses, itu sama saja menentang undang-undang,” ucap Bintang.
Tak hanya itu, akibat dari batalnya reses terhadap 14 anggota dewan ini, ribuan masyarakat yang merupakan konstituen yang ada di daerah pemilihan 14 anggota DPRD tersebut, sangat dirugikan karena tidak dapat menyampaian aspirasinya.
“Bayangkan saja, ribuan warga harus menerima dampak atas tidak terlaksananya reses itu. Padahal banyak warga yang mau menyampaikan aspirasinya warga kepada para wakilnya itu,” terang Bintang.
Dalam gugatan itu, tim kuasa hukum berharap agar majelis hakim yang mengadili perkara dapat membatalkan SK tersebut. “Kami yakin majelis objektif dan berlaku adil dalam memberikan putusan terhadap perkara ini,” ucap Ridho. (gosumut)