seputar-Dairi │ Gelombang unjuk rasa mewarnai rapat komisi penilaian Amdal PT Dairi Prima Mineral (DPM) di Beristera Hotel, Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, Kamis (27/5/2021).
Gelombang pertama massa tiba dan berorasi di depan Hotel Beristera merupakan perwakilan Marga Sambo, Maha, Pardosi, dan Boang Manalu serta unsur lainnya. Mereka menuntut pemerintah membatalkan addendum Amdal PT DPM karena masih tersangkut berbagai persoalan.
Tidak berselang lama, gelombang kedua massa yang menamakan diri Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Dairi bersama LBH Sikap tiba di lokasi. Kelompok ini menyuarakan tuntutan yang sama meminta Amdal PT DPM yang sedang dibahas ditolak.
Kedua kelompok massa secara bergantian berorasi di gerbang hotel. Mereka tertahan dan tidak diizinkan memasuki area hotel tempat berlangsungnya rapat addendum Amdal digelar virtual dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) diikuti pihak PT DPM, tokoh masyarakat, dan pihak terkait.
Dalam orasinya, Ketua Sulang Silima Marga Sambo Ali Husein Sambo menyebut permasalahan PT DPM dengan warga terutama terkait lahan di sekitar area tambang masih menumpuk.
Mereka juga mengecam sikap koorporasi yang tidak melibatkan tokoh dan warga sekitar area tambang dalam pembahasan addendum Amdal.
“Kenapa dalam pembahasan Amdal yang diundang tokoh lain yang tidak merasakan dampak langsung dan kurang memahami persoalan. Mengapa Pemangku Hak Ulayat, tokoh yang bermukim dan menetap di sekitar area tambang tidak dilibatkan? Ini praktik pecah-belah, koorporasi sedang mempertontonkan arogansinya,” sebut Sambo.
Pihaknya juga menuding pemerintah daerah condong kepada kepentingan pengusaha dan minim proteksi bahkan abai kepada masyarakat.
Sempat dimediasi agar 4 orang perwakilan massa diizinkan masuk dengan perjanjian menjamin ketenteraman rapat. Tetapi perwakilan kecewa, karena bukannya masuk ke ruang rapat, melainkan hanya di bawa ke salah satu ruangan dan bertemu dengan perwakilan manajemen DPM sehingga dialog tidak berlanjut.
Sementara itu, dalam orasinya kelompok yang menamakan diri Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Dairi bersama LBH Sikap dengan tegas menyatakan menolak PT DPM.
“Batalkan addendum Amdal dan cabut SKKLH!,” teriak Direktur LBH Sikap, Dedi Kurniawan dalam orasinya.
Sejumlah alasan penolakan dikemukakan diantaranya, kehadiran PT DPM menjadi ancaman bagi keberlangsungan usaha pertanian, sumber air dan hutan yang selama ini menjadi tiang penyangga perekonomian mayoritas penduduk.
Pembangunan Bendungan Penyimpanan Limbah Tailing yang berada di atas patahan gempa, ancaman bahan peledak karena gudang bahan peledak dibangun dekat permukiman. Kemudian daya rusak tambang terhadap hutan serta kelestarian ekosistem lingkungan dan alasan lainnya juga menjadi dasar penolakan warga.
Sekaitan itu mereka meminta Bupati Dairi mencabut surat keputusan kelayakan lingkungan hidup No 731 November tahun 2015 dan segera menerbitkan rekomendasi penolakan pembahasan addendum.
Meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk tidak mengeluarkan izin SKKLH, mendesak DPRD Dairi untuk membentuk pansus guna membantu masyarakat dalam memperjuangkan hak ekonomi sosial budaya, hak sipil, dan hak politiknya.
Ancam Tutup Akses
Massa yang merasa suaranya kurang mendapat respon kemudian mengultimatum akan menutup akses menuju area DPM.
“Kita akan terus berjuang. Sepulang dari sini, kita dirikan kemah dan kita menginap di tenda di seputaran akses masuk ke area DPM,“ sebut orator disambut setuju massa.
Aksi kemudian dilanjutkan ke Gedung DPRD Dairi. Aspirasi mereka diterima Ketua Komisi II Rukitno Nainggolan didampingi Putra J Ginting, dan Togar Pasaribu.
Rukiatno berjanji akan meneruskan aspirasi warga kepada pimpinan dewan untuk disikapi. (Golan)