seputar – Jakarta | Perjuangan pasien yang sembuh dari covid-19 tak berhenti sejak dinyatakan negatif virus sars cov 2 ini. Stigma negatif dari lingkungan sekitar yang masih memandang corona tersebut sebagai sebuah aib, menjadi ‘medan perang’ baru bagi mereka.
Psikolog Anak dan Keluarga Konselor Employee Assistance Program di BUMN dan Lembaga Negara, Mira Amir mengatakan stigma yang muncul di kalangan masyarakat tak lepas dari faktor minimnya informasi terkait Covid-19.
Hal lain yang mungkin terjadi juga adalah informasi yang diterima sudah terdistorsi atau ada kekeliruan informasi yang mengakibatkan kesimpulan yang salah juga.
Selain itu, bisa jadi informasi yang diterima tidak secara utuh dan hanya berdasarkan asumsi ‘katanya’. Kendati demikian, dia menyarankan untuk masyarakat lebih baik untuk mendapatkan informasi dari pakar, dokter, atau tenaga medis yang lebih bisa terpercaya.
“Akan lebih mudah untuk menghilangkan stigma jika ada yang mempersuasi, mengomunikasikan seperti figure yang disegani atau yang mempunyai kompetensi mungkin dari segi pendidikan atau orang yang memang dinilai bijaksana.
Komunikasinya juga bisa rileks seperti lewat media sosial yang lebih asik dan mudah diterima, atau forum lain yang lebih formal jadi lingkungan lebih mau menyimak,” ujar Mira yang dikutip dari situs BNPB, Rabu (14/10).
Bukan persoalan mudah untuk mengubah stigma yang terlanjur berkembang di masyarakat. Namun, Mira menyarankan untuk pasien Covid-19 menyikapi ini dengan lebih bijaksana.
“Stigma yang dilontarkan orang lain terhadap diri kita adalah sesuai yang tidak bisa diatur, itu di luar kontrol. Begitu positif lebih baik fokus kepada hal yang bisa kita kontrol atau ubah, bukan omongan orang lain atau stigma,” lanjutnya.
Selain itu, Mira menuturkan agar lebih baik pasien Covid-19 lebih bisa menerima kondisi dirinya sendiri dan mengalihkan pikiran ke arah yang lebih positif untuk lebih mempercepat kesembuhan juga.
Namun, Mira mengatakan tidak sedikit juga masyarakat yang enggan untuk melaporkan dirinya ketika memang sudah merasakan gejala Covid-19. Membutuhkan sebuah keberanian untuk akhirnya berani mengungkapkan jika memang diri kita dinyatakan positif Covid-19.
“Keenganan melaporkan diri teman-teman perlu ditanamkan yang sakit gak cuma kamu sendiri, sudah banyak yang terpapar dan lingkungan juga suportif, pemerintah suportif, tenaga kesehatan membantu berjuang. Kalo menutup diri, sedih sendiri, sakit sendiri, dan tidak nyaman. Ketika terbuka, itu sudah setengah dari kesembuhan. Banyak yang baik di lingkungan, ayo terbuka jujur,” tegasnya.
Ia kembali mengingatkan untuk meminta pasien Covid-19 yang mendapat stigma untuk memaafkan mereka. Dengan anggapan mereka yang memberi stigma negatif ini adalah mereka yang belum sepenuhnya paham, karena Covid-19 merupakan sesuatu yang baru dan gejala di setiap orang juga tidak akan sama.
Kondisi yang lebih penting lebih baik memikirkan diri sendiri, dengan bagaimana membuat diri sendiri menjadi senang, bahagia, menerima kenyataan, dan penuh keyakinan bisa sembuh dari Covid-19 ini.(merdeka)