seputar-Jakarta | Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) merespons keputusan Muhammadiyah yang memundurkan waktu subuh 8 menit di Indonesia. Peneliti LAPAN Rhorom Priyatikanto menjelaskan mundurnya waktu subuh ala Muhamadiyah tidaklah salah, namun berbeda pada perspektif identifikasinya saja.
“Kemenag melakukan penghitungan dengan alat yang sama dengan Muhammadiyah, hanya saja yang membedakan adalah pemahaman metode, kondisi cuaca dan kondisi lokasi pada saat melakukan penghitungan,” ujar Rhorom kepada CNNIndonesia.com, Senin (21/12)
Lebih lanjut ia menjelaskan secara ilmiah, dalam menentukan waktu subuh ada beberapa metode dalam menghitungnya. Ada yang menghitung minus 18 derajat (72 menit sebelum matahari terbit) dan minus 20 derajat (80 menit sebelum matahari terbit).
“Tidak ada yang salah dan benar, Muhammadiyah menghitung minus 18 derajat,” ujar Rhorom.
Rhorom kemudian mengamini Pedoman Hisab Muhammadiyah yang menjelaskan bahwa waktu subuh dalam posisi matahari minus 18 derajat.
Buku itu mengatakan bahwa definisi waktu Subuh adalah sejak terbit fajar sadik sampai waktu terbit matahari. Sebagai informasi, fajar sadik dalam falak ilmi dipahami sebagai awal fajar astronomi (astronomical twilight).
Cahaya ini mulai muncul di ufuk timur menjelang terbit matahari pada saat matahari berada sekitar 18 derajat di bawah ufuk (atau jarak zenit matahari = 108 derajat).
Sementara itu, menurut Rhorom, dalam hal penghitungan waktu subuh kebanyakan di Indonesia, Kementerian Agama bersama LAPAN melakukan penghitungan dengan menggunakan SQM (Sky Quality Meter).
Hasilnya muncul fajar pada saat ketinggian matahari minus 20 derajat. Perhitungan ini yang menjadi keputusan Kementerian Agama (Kemenag) untuk waktu Salat di Indonesia.
Kemenag dan LAPAN melakukan penghitungan yang mengacu pada munculnya fajar sejati. Fajar sejati merupakan munculnya cahaya kemerah-merahan di arah timur secara horizontal. Kemunculan fajar sejati atau fajar astronomis ini yang biasa dijadikan patokan dalam waktu peribadatan umat Islam.
Sebelumnya, Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Mohamad Mas’udi menyatakan pihaknya telah bersepakat memberikan koreksi waktu subuh untuk negara Indonesia, dari yang semula posisi matahari di ketinggian minus 20 derajat menjadi minus 18.
Keputusan itu termaktub dalam hasil Munas Tarjih Muhammadiyah ke-31 yang rampung digelar pada Minggu (20/12) kemarin.
“Menyimpulkan bahwa ketinggian matahari pada waktu subuh di angka -20 derajat perlu dikoreksi dan Majelis Tarjih menilai -18 derajat merupakan angka yang lebih akurat,” kata Mas’udi dalam keterangan resminya yang dilansir CNNIndonesia.com di situs resmi Muhammadiyah, Senin (21/12/2020).
Dengan adanya keputusan tersebut, Munas Tarjih Muhammadiyah menyatakan waktu subuh di Indonesia diundur sekitar 8 menit. Sebagai ilustrasi, bila waktu Subuh di Indonesia Bagian Barat (WIB) menunjukkan pukul 03.50 WIB, maka awal waktu subuh mundur 8 menit menjadi 03.58 WIB.
Mas’udi menjelaskan keputusan untuk mengoreksi waktu Subuh turut berpedoman pada temuan riset yang dilakukan Islamic Science Research Network (ISRN) UHAMKA, Pusat Astronomi Universitas Ahmad Dahlan (Pastron UAD), dan Observatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (OIF UMSU).
Kementerian Agama melalui Tim Falakiyah menyepakati bahwa kriteria waktu Subuh pada posisi matahari -20 yang digunakan dalam pembuatan jadwal salat Kementerian Agama sudah benar sesuai fikih dan sains,” kata Kamaruddin dalam keterangan resminya, Senin (21/12).
Kamaruddin mengatakan, kajian tersebut sudah disusun oleh Tim Falakiyah Kemenag yang terdiri atas pakar Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Informasi Geospasial (BIG), dan universitas Islam di seluruh Indonesia.
“Kriteria tersebut berdasarkan hasil observasi rukyat fajar yang dilakukan oleh Tim Falakiyah Kemenag di Labuan Bajo pada tahun 2018 dan juga hasil observasi rukyat fajar di Banyuwangi yang dilakukan oleh peneliti dari Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama,” kata dia.
Melihat perbedaan itu, Kamaruddin mengimbau umat Islam tidak ragu menggunakan kriteria waktu Subuh yang diterbitkan Kemenag.
“Kami sampaikan kepada masyarakat untuk tidak ragu menggunakan jadwal salat yang telah ditetapkan oleh Kementerian Agama RI,” kata dia. (cnnindonesia)