seputar – Jakarta | Pandemi Covid-19 di Tanah Air kian memprihatinkan pasca-libur panjang Lebaran 2021. Wakil Menteri Kesehatan dr Dante Saksono Harbuwono memprediksi puncak kasus covid-19 terjadi pada pertengahan Juni mendatang. Maka itu, masyarakat diimbau terus mematuhi protokol kesehatan dan menghindari kerumunan di mana pun.
Sebagaimana diketahui, berkerumun adalah salah satu cara penularan covid-19 yang paling tidak disadari manusia. Demikian dijelaskan dalam unggahan akun Instagram Kementerian Kesehatan @kemenkes_ri, Jumat (28/5/2021).
Berdasarkan data Satgas Covid-19, dari 10,4 juta warga Indonesia yang di-swab, 1,7 juta positif covid-19. Artinya, setiap 6 hingga 7 orang berkerumun, maka ada 1 yang positif covid-19 tanpa gejala. Alhasil, mereka berpotensi menularkan penyakit ke banyak orang lain di kerumunan tersebut.
Di kerumunan banyak orang yang tidak memakai masker, masker melorot, longgar, terlalu tipis, ramai berbicara, tertawa, sehingga memungkinkan virus corona menyebar karena di kerumunan sangat sulit menjaga jarak. Kondisi ini juga berlaku untuk masyarakat yang sudah divaksin covid-19 sebanyak dua kali.
Berkerumun tidak dianjurkan, sebab perlindungan vaksin covid-19 sekira 65 persen (uji klinis 2020), sampai sekira 94 persen (Balitbangkes 2021). Artinya, sekira 6 hingga 35 persen orang yang sudah dua kali divaksin, masih bisa tertular covid-19. Maka saat berada di luar rumah harus tetap menerapkan protokol kesehatan 5M.
Percepat Pemulihan Kesehatan dan Ekonomi
Sementara itu, Dialog Produktif bertema Protokol Jalan, Ekonomi Aman yang diselenggarakan KPCPEN dan disiarkan di FMB9ID_IKP pada Jumat, 28 Mei 2021 kembali mengingatkan masyarakay untuk menjaga kesehatan. Dalam dialog itu hadir dr. Reisa Broto Asmoro.
“Protokol kesehatan (Prokes) adalah elemen yang sangat penting selama masih ada pandemi COVID-19. Prokes tetap jalan terus meskipun program vaksinasi sudah berjalan seperti saat ini,” ujar dr. Reisa Broto Asmoro, Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19.
Seperti diketahui, pemerintah telah h menjalankan program vaksinasi nasional sejak Januari 2021. Upaya ini merupakan salah satu langkah memulihkan kesehatan masyarakat Indonesia.
Sudah setahun pula masyarakat menjalani prokes. Raisa mengingatkan agar tak jenuh dengan hal itu. Vaksinasi dan prokes adalah kunci untuk keluar dari pandemi.
“Mungkin memang masyarakat mulai jenuh dengan terus menerus mendisiplinkan diri menjalankan prokes ini. Namun untuk bisa terbiasa dengan hal baru memang butuh proses. Memang harus terus menerus diingatkan untuk disiplin menjaga prokes,” kata dr. Reisa.
Ia mengingatkan, masyarakat yang mendapat kesempatan untuk vaksinasi agar tidak menyia-nyiakannya. Reisa meminta masyarakat untuk percaya pada vaksin yang ada.
“Memang kalau kita ingin segera keluar dari pandemi COVID-19 tentu kita mengutamakan proteksi. Itulah kenapa kekebalan kelompok atau herd immunity menjadi tujuan dari program vaksinasi. Ditambah lagi dengan protokol kesehatan demi melindungi diri dan orang-orang yang belum mendapatkan vaksin,” ujar dr. Reisa.
Dalam diskusi tersebut juga hadir Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH., Dr. PH, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. Ia melihat vaksin dari kacamata ekonomi kesehatan. Menurutnya, vaksinasi adalah metode pencegahan yang efisien.
“Sebagai ilustrasi, katakanlah biaya vaksinasi COVID-19 seharga 900 ribu rupiah, maka kita bisa mencegah diri dari penularan penyakit. Dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan apabila terkena COVID-19 yang rata-rata perawatannya memerlukan 9-10 hari, biaya vaksinasi lebih efisien. Apabila kita bekerja sehari mampu menghasilkan 500 ribu maka kita bisa kehilangan potensi penghasilan 5 juta akibat dirawat COVID-19,” ujarnya.(okehealth/viva)