seputar-Medan | Masyarakat Melayu melayangkan surat somasi atau teguran pertama kepada Wali Kota Medan terkait surat keputusannya tentang penggunaan pakaian khas daerah bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemko Medan setiap hari Jumat.
Dalam surat somasi yang dilayangkan melalui Tim Advokat Melayu Raya selaku kuasa hukum masyarakat Melayu, pada Jumat (5/11/2021) itu, Wali Kota Medan diminta meninjau ulang surat keputusannya tersebut.
“Harapan kami agar saudara Wali Kota Medan segera meninjau surat keputusan tersebut,” kata Ketua Tim Advokat Melayu Raya, T Akhmad Syamrah SH didampingi Datuk Zulfikar SH, kepada wartawan, Sabtu (6/11/2021).
Dijelaskan Syamrah, masyarakat atau kelompok Melayu sebagai suku etnis tempatan sangat keberatan diterbitkannya Surat Keputusan Wali Kota Medan Nomor 025/02.K/Vl/2021 tanggal 3 Agustus 2021 Tentang Pakaian Dinas dan Atribut Pakaian Dinas Harian Khas Daerah di Lingkungan Pemko Medan.
Wali Kota dinilai telah menerbitkan keputusan yang diduga memaksakan diri agar Kota Medan sebagai kota multi-etnis.
“Hal ini sangat keliru dan merugikan masyarakat Melayu sebagai penduduk asli tempatan Kota Medan, karena dalam keputusan tersebut para ASN diwajibkan memakai pakaian adat asal daerah kesukuan masing-masing pada hari Jumat,” ujarnya.
Sebab, kata dia, dengan adanya berbagai macam pakaian adat daerah itu, dikhawatirkan dapat menghilangkan Melayu sebagai penduduk asli Kota Medan dan Medan adalah milik Melayu serta adat budaya Melayu adalah sebagai pondasi masyarakat Melayu.
“Artinya adat dan budaya yang sudah ada harus dijadikan acuan guna meletakkan pondasi peraturan di wilayah tanah Melayu. Inilah yang kami minta ke Wali Kota untuk bisa kiranya mengikuti pendahulu-pendahulunya, seperti Wali Kota almarhum Bachtiar Jafar, bapak Abdillah, yang menghargai adat istiadat Melayu yang ada di Medan,” ujarnya.
Ia berharap somasi tersebut mendapat respon yang baik dari Wali Kota dan pihaknya juga membuka pintu dialog dengan pihak Pemko Medan. “Kami akan menyiapkan ahli kesejarahan Melayu untuk menjelaskan hal ini ke wali Kota,” harapnya.
Namun, bila somasi mereka tidak diindahkan, pihaknya akan menggugat surat keputusan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Sementara, Ketua Forum Masyarakat Adat Deli, TM Fauzi menambahkan, penggunaan pakaian khas daerah ASN Pemko Medan dinilai kurang tepat. “Kalau di event khusus pagelaran budaya saja dipakai itu baru lebih cocok,” ucap Muchairat.
Dia juga mempertanyakan soal frasa di surat keputusan tersebut, yang menyatakan Medan menjadi multi-etnis, yakni 8 etnis tempatan dan 3 etnis pendatang.
“Itu sangat membuat kami keberatan. Semua orang Melayu, tokoh-tokoh, akademisi, keberatan, karena sejarahnya sudah bergeser. Ke depan, ini akan menjadi literasi dan jadi produk hukum, bisa hilang jadinya etnis tempatan Melayu, bergeser jadi multi-etnis. Ini yang jadi berbahaya bagi kami,” tandasnya.
Adapun pemerhati dan penggiat budaya Melayu yang keberatan atas surat keputusan Wali Kota Medan itu, diantaranya Drs H Sakhyan Asmara MSP (Pengamat Kebijakan Publik), Prof Dr Ir H Hasnudi MS (Ketua lkatan Keluarga Deli), Tengku Muhammad Fauzi (Ketua Forum Masyarakat Adat Deli), Muhammad Mukhlis (Sekretaris Jenderal FORMAD), Tengku Muzafarshah ST (Sekretaris Jenderal Serikat Persaudara Anak Melayu), Khairul Nizar (Penggiat Budaya Melayu), Chairil Anwar SH (Sekjen MABMI Binjai), dan Wan Chaidir Baros (Ketua Perkumpulan Masyarakat Adat Urung Senembah). (gus)