seputar-Medan | Sekira 7.000 umat Buddha mengikuti prosesi kremasi jasad Y.M. Bhikkhu Jinadhammo Mahathera (Aggamaha Saddhamma Jotikkadhaja) (Choukun Phra Videsadhammanana), Sabtu siang (04/02/2023) di area Prasadha Jinadhammo Komplek MMTC, Jalan Willem Iskandar, Medan Estate, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
Ribuan umat Buddha yang datang dari berbagai wilayah Provinsi Sumatera Utara dan berbagai daerah di Indonesia itu sudah hadir sejak pagi untuk melepas dan memberi penghormatan terakhir serta mengikuti prosesi kremasi Bhikkhu paling sepuh yang wafat di usia 78 tahun ini.
Mereka juga tampak tertib melakukan Namaskara (sujud) dan bersikap tangan anjali di sepanjang jalan yang akan dilalui rombongan para anggota sangha yang membawa peti jenazah mendiang Y.M. Bhikkhu Jinadhammo Mahathera sosok teladan yang sudah melewati 53 Vassa (tahun) menjalani kehidupan kebhikkhuan tersebut.
Sekitar pukul 15.00 WIB upacara kremasi dimulai dengan pembacaan paritta oleh para bhikkhu dan persembahan jubah. Lalu dilanjutkan dengan meletakkan dupa dan kayu cendana oleh para umat yang hadir. Kemudian tepat pada pukul 16.00 WIB dilakukan penyalaan suluh oleh para Bhikkhu senior yang juga datang dari berbagai negara sahabat sebagai tanda dimulainya penyalaan tungku atau prosesi kremasi.
Y.M. Bhikkhu Thanavaro Mahathera mengatakan, meski Y.M. Bhikkhu Jinadhammo Mahathera atau Eyang telah pergi untuk selamanya namun warisan dan ajaran beliau merupakan contoh nyata yang telah ditunjukan kepada kita.
Untuk itu kita tidak perlu tenggelam dalam dukacita karena pesan, nasehat dan ajaran beliau yang sarat akan makna bakal senantiasa menyertai langkah kita dalam mengarungi samsara ini.
“Sungguh Bhante Jinadhammo Mahathera pewaris Buddha dalam dhamma, bukan pewaris dalam benda-benda materi. Hal ini tercermin dalam setiap ucapan dan tindakan beliau, seorang siswa sejati Sang Buddha, sang pewaris dhamma dan sang pelestari vinaya. Selamat jalan Eyang, semoga Eyang pada akhirnya nanti mampu merealisasi pencapaian nibhana,”ucap Y.M. Bhikkhu Thanavaro Mahathera saat menyampaikan riwayat hidup Eyang.
Y.M. Jinadhammo lahir di keluarga non-Buddhis pada 3 September 1944 dengan nama Sunardi dari ayah bernama Adma Mustam dan ibunya bernama Sadiem. Y.M. Jinadhammo Mahāthera yang akrab disebut “Eyang” oleh banyak umatnya, mengenal Agama Buddha sejak beliau mengunjungi Candi Borobudur. Tertarik dengan Agama Buddha setelah membaca Majalah Mutiara Minggu yang memuat tentang agama-agama besar di Indonesia.
Beliau menjadi tertarik dengan Agama Buddha dan sejak itu beliau rutin mempelajari Agama Buddha melalui majalah sederhana tersebut.Ketertarikan beliau terhadap Agama Buddha membawanya ke Bandung dan bertemu dengan Y.M. Ashin Jinarakkhita.
Pada awal tahun 1960, beliau dipilih sebagai pemimpin kebaktian (upacarika) untuk mahasiswa-mahasiswi di Vihara Vimala Dharma, Bandung. Pada 1962, beliau bergabung dalam organisasi Agama Buddha di Bandung, dan setelah setahun di Bandung, beliau ditugaskan Y.M. Ashin Jinarakkhita untuk mengembangkan Buddha Dhamma di wilayah Sumatra, khususnya Medan, Padang, dan Pekanbaru.
Beliau kemudian ditahbiskan menjadi samanera dengan nama Dhammasushiyo. Dan akhirnya paa usianya ke26 tahun, beliau ditahbiskan menjadi bhikkhu pada 8 Mei 1970, di stupa induk Candi Borobudur oleh Y.M. Phra Sāsana Sobaṇa (kelak menjadi Sangharaja Thailand Y.M. Somdet Phra Ñāna Samvara) sebagai Upajjhāya, tepat saat peringatan hari Vesak.
Setelah diupasampada menjadi bhikkhu, beliau berangkat ke Thailand dan tinggal selama sekitar 2 tahun di Vihara Bowonniwet (Wat Bowonniwet Vihara Rajavaravihara), untuk belajar Dhamma di bawah bimbingan guru-guru yang ada di sana. Beliau mengkhususkan diri pada pelajaran Vinaya dan berlatih meditasi di bawah bimbingan guru yang keras.
Setelah itu, beliau mulai mengunjungi beberapa tempat meditasi yang terkenal ketat di Thailand. Beliau berlatih meditasi di Vihara Pa Baan Taad, Udon Thani, Timur Laut Kota Bangkok, yang merupakan tempat meditasi hutan yang didirikan oleh Y.M. Ajahn Maha Boowa Nanasampanno. Setelah sekitar tiga tahun, Y.M. Jinadhammo kembali ke Indonesia dan bertugas untuk membina umat Buddha di Pulau Sumatra.
Beliau bermukim di Vihara Borobudur, Medan, Sumatra Utara. Dalam Sangha Samaya VII Sangha Agung Indonesia yang berlangsung pada awal tahun 2002, Y.M. Jinadhammo ditunjuk menjadi salah satu dari tiga Anu Mahanayaka. Pada tahun 2017 dalam Sangha Samaya X Sangha Agung Indonesia, Y.M. Jinadhammo ditunjuk menjadi Mahanayaka Sangha Agung Indonesia periode 2017-2022.
Beliau adalah Mahanayaka Sangha Agung Indonesia Ke-4 sejak berdirinya Sangha Agung Indonesia pada tahun 1974. Sejak 2007 hingga wafat, Y.M. Jinadhammo menjadi anggota dewan upajjhaya dan acariya Sangha Agung Indonesia.
Sejak ditahbiskan menjadi bhikkhu, Y.M. Jinadhammo yang telah menjalani masa vassa selama 53 tahun, telah menyebarkan Dhamma tanpa kenal lelah di Indonesia, terutama di Sumatra Utara. Pemerintah Thailand, melalui Samangama Mahathera yang merupakan komite Sangha di Thailand, menganugerahkan gelar Phra Khru Buddhadhamprakat (Penyebar Buddha Dharma) kepada Y.M. Jinadhammo Mahathera pada hari Selasa, 8 Januari 2013. Gelar tersebut diberikan kepada beliau atas jasa-jasanya dalam mengembangkan Agama Buddha di Indonesia.(Siong)