seputar-Medan | Konsep Wahdatul Ulum dan Pusat Studi Moderasi Beragama yang digagas Rektor Universitas Islam Sumatera Utara (UINSU) Prof Syahrin Harahap, mendapat apresiasi Menteri Agama Jenderal (Purn) Fachrul Razi.
“Saya bangga Pusat Studi Moderasi Beragama hadir di UINSU, konsep ini sangat bagus, sehingga dapat menjadi tempat belajar tentang apa itu moderasi beragama,” kata Menag saat menyampaikan bimbingan kepada ASN UIN SU dan pengukuhan pengurus Pusat Studi Moderasi Bergama di UINSU, Rabu (9/12/2020).
Hadir pada acara itu, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, Rektor Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Dr Agussani MAP para pejabat utama UINSU serta para Aparatur Sipil Negara (ASN) UINSU.
Menurut Menag, yang harus dimoderasi bukan agamanya, tapi cara beragama dilakukan penganutnya.
“Jadi, saya tegaskan, yang dimoderasi cara beragama, bukan memoderasi agama. Karena agama sudah moderat, Islam sudah sangat moderat, rahmatan lil ‘alamiin,” tegasnya.
Lebih lanjut Fachrul mengatakan, konsep moderasi tidak hanya untuk umat Islam, tapi untuk semua penganut agama.
“Tentu saja semua agama dan penganutnya, pasti meyakini agamanya benar, itu harus dihormati. Hanya saja dalam kehidupan sosial bersama, bagaimana kita rukun, menjaga NKRI, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan Undang Undang Dasar 1945,” tegasnya.
Namun demikian, Menag berharap para ASN menjadi garda terdepan dalam mengembangkan sikap moderat, disiplin dalam bertugas, menguatkan wawasan kebangsaan, serta tidak menjadi pengembang benih-benih perpecahan.
Selain itu, ke depannya pusat studi moderasi beragama di UINSU ini dapat menjadi kawah candradimuka para mubalig, penyuluh, dan guru-guru yang moderat dalam mengajarkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Kata Menag, banyak negara di dunia kagum dengan kerukunan beragama di Indonesia, bahkan tidak sedikit negara di dunia menjadikan Indonesia sebagai model terbaik dari konsep masyarakat dalam kerukunan beragama.
“Masyarakat dunia takjub kerukunan di Indonesia, meski dibungkus kebhinnekaan yang begitu luar biasa, sehingga tak heran jika sejumlah negara di dunia menjadikan Indonesia model konsep masyarakat multikultural,” tegasnya.
Dia mengatakan, keragaman atau kebhinnekaan adalah anugerah dan kehendak Tuhan.
Keragaman yang ada di Indonesia sudah ditakdirkan oleh Tuhan. Keragaman itu, terlihat indah.
“Bayangkan ada sebuah negara yang suku bangsanya dan agama hanya satu tapi konfliknya berkepanjangan, bahkan sampai 27 tahun, tentu kita tidak mau seperti ini,” katanya mencontohkan.
Menag mengapresiasi kerukunan yang terbangun di Sumut. Meski beragam etnis, suku, budaya, bahasa dan agama tapi kerukunan di Sumut luar biasa.
”Artinya, kalau bicara tentang kerukunan, Sumut sudah selesai dan bisa menjadi barometer kerukunan di Indonesia,” katanya.
Harus Ditularkan
Menag mengapresiasi konsep UINSU di bawah kepempinan Rektor UINSU Prof Syahrin Harahap.
”Konsep Wadahtul Ulum dan Pusat Studi Moderasi Beragama harus ditularkan ke seluruh lembaga di UINSU,” katanya.
Menanggapi hal itu, Rektor UINSU Prof Syahrin Harahap menyatakan, UINSU menguasai seluruh ilmu pengetahuan, baik ilmu agama maupun ilmu umum.
”Kita akan mendidik dan melahirkan sarjana dengan kapasitas hafiz, menguasai teknologi, memahami Alquran, serta berwawasan moderat dan cinta NKRI,” katanya.
Dia mengatakan, civitas UINSU sebagai kekuatan untuk menguatkan moderasi beragama.
UINSU kini menjadi pusat integrasi ilmu dengan paradigma wahdatul ‘ulum, pemberdayaan masyarakat dan moderasi beragama.
“Melalui konsep ini diharapkan para alumni UINSU memiliki integritas yang tinggi, menghubungkan ilmu agama dengan ilmu umum. Menghubungkan ilmu dengan penerapannya bagi kemajuan bangsa dan peradaban dunia ,” katanya.
Wahdatul ‘ulûm adalah paradigma yang digunakan UINSU dalam penerapan integrasi ilmu.
“Paradigma ini akan diterapkan pada seluruh pengembangan ilmu baik pengajaran, penelitian dan pengabdian di UINSU,” ungkapnya.
Sedangkan pusat studi moderasi beragama adalah lembaga yang bersifat ‘Pusat’. “Salah satu pusat di UINSU yang bertugas mengembangkan kajian tentang moderasi beragama dan penerapannya di kampus dan di luar kampus,” jelasnya. Dengan konsep ini, intelektual Islam bisa menjadi pemimpin peradaban dunia.
Sementara itu, Gubsu Edy Rahmayadi mengatakan jangan pernah mempersoalkan suku dan agama dalam membangun Sumut.
“Jangan pernah persoalkan agama apa dia, suku apa dia. Kita semua bergandeng tangan saling mengisi satu dengan yang lain membangun Sumut,” katanya.
Gubsu beraharap lulusan UINSU menjadi pelopor perdamaian, mengingat Sumut beragam suku, agama, dan ras. (gus)