seputar-Conakry | Pimpinan pasukan khusus Kolonel Mamady Doumbouya dipandang sebagai sosok yang bertanggung jawab atas kudeta di Guinea setelah dia memimpin unit tentara elit untuk merebut kekuasaan di negara itu pada Minggu (5/9/2021).
Mengumumkan pengambilalihan militer, mantan legiun Prancis berusia 41 tahun itu mengatakan, tentara tidak punya banyak pilihan karena korupsi yang merajalela, mengabaikan hak asasi manusia, dan salah urus ekonomi di bawah Presiden Alpha Condé.
“Presiden bersama kami, dia berada di tempat yang aman,” katanya kepada media Prancis pada Minggu.
Mengenakan baret merah, kacamata hitam, dan seragam tentara, dia telah mengumumkan sebelumnya di TV pemerintah Guinea bahwa “Personalisasi kehidupan politik Guinea telah berakhir. Kami tidak akan lagi mempercayakan politik kepada satu orang, kami akan mempercayakannya kepada rakyat”.
Sementara Presiden Conde berada dalam tahanan, PBB, Uni Afrika, dan badan regional Ecowas, semuanya mengutuk junta militer yang mengklaim telah menggantikannya.
Setelah bertemu dengan para menteri dari pemerintahan Condé pada Senin (6/9/2021), Kolonel Doumbouya mengatakan, pemerintah “persatuan” baru akan dibentuk dalam beberapa minggu mendatang dan berjanji tidak akan ada perburuan terhadap mantan pejabat.
Sedikit informasi yang diketahui tentang kehidupan Kolonel Doumbouya sebelumnya, kecuali bahwa dia berasal dari komunitas Malinké, seperti Presiden Condé dan berasal dari wilayah Kankan timur Guinea.
Beberapa kesaksian mengatakan bahwa dia adalah seorang komandan yang brilian, sementara yang lain mengatakan bahwa kredensial Doumbouya meragukan.
Kolonel Doumbouya adalah salah satu di antara 25 pejabat Guinea yang diancam oleh Uni Eropa untuk memberikan sanksi atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir di bawah Presiden Condé.
Namun, setelah pengambilalihan kekuasan pada Minggu, dia mengatakan kepada rakyat Guinea bahwa pihaknya akan “belajar dari semua kesalahan yang telah kita lakukan dan dari semua rakyat Guinea”.
Kolonel Doumbouya juga mengutip pernyataan mendiang Jerry Rawlings dari Ghana – yang merebut kekuasaan pada 1979 – dan mengatakan, “Jika rakyat dihancurkan oleh elit mereka, semua diserahkan kepada tentara untuk memberikan kebebasan kepada rakyat.”
Karier militernya selama 15 tahun telah membuatnya bertugas dalam misi di Afghanistan, Pantai Gading, Djibouti, Republik Afrika Tengah, dan perlindungan dekat di Israel, Siprus, Inggris, dan Guinea.
Dia dikatakan telah “dengan cemerlang menyelesaikan” pelatihan spesialis perlindungan operasional di Akademi Keamanan Internasional Israel, serta pelatihan militer elit di Senegal, Gabon, dan Prancis.
Setelah bertugas di legiun asing Prancis selama beberapa tahun, Kolonel Doumbouya diminta oleh Presiden Condé sendiri untuk kembali ke Guinea dan memimpin Kelompok Pasukan Khusus (GFS) elit yang baru dibentuk pada 2018.
Dia kemudian berbasis di Forecariah, Guinea Barat, di sana dia bertugas di bawah Biro Pengawasan Teritorial (DST) dan Dinas Intelijen Umum.
Saat memanggil Kolonel Doumbouya untuk mendirikan GFS, Presiden Condé tidak akan menyangka, bahwa dia sedang mempercepat kejatuhan politiknya sendiri. (okezone)