seputar – Jakarta | Orang di bawah usia 30 tahun tidak akan diberikan vaksin AstraZeneca karena semakin banyak bukti yang menunjukkan kaitan dengan penggumpalan darah yang jarang terjadi, menurut badan penasehat vaksin Inggris.
Kajian oleh regulator obat Inggris, MHRA menunjukkan pada akhir Maret, 79 orang di Inggris mengalami penggumpalan darah setelah divaksin, 19 di antaranya meninggal. MHRA mengatakan efek samping ini sangat jarang dan keefektifan vaksin telah terbukti.
Kajian itu berarti, manfaat untuk mendapatkan vaksin – guna mencegah Covid-19 – lebih besar bagi mayoritas warga.
Dengan kajian ini, badan penasehat vaksin Inggris, JCVI merekomendasikan agar mereka yang berusia antara 18-29 mendapatkan vaksin lain.
Sementara itu, regulator obat-obatan di Eropa, European Medicines Agency (EMA) yang mengkaji vaksin Oxford-AstraZeneca menyimpulkan bahwa “penggumpalan darah yang tak biasa perlu dicatat sebagai efek samping yang sangat jarang.”
“Laporan terkait penggumpalan darah dan rendahnya trombosit darah, sangat jarang dan secara umum, manfaat mencegah Covid-19 lebih tinggi dari risiko efek samping, kata EMA, seperti dilansir BBC Indonesia, Kamis (8/4/2021).
Sebagian besar kasus di Eropa adalah pada perempuan di bawah 60 tahun dalam waktu dua minggu setelah vaksinasi. EMA mengatakan salah satu penjelasan efek samping ini adalah “kondisi imunitas seseorang yang menyebabkan keadaan yang serupa pada pasien heparin (heparin induced thrombocytopenia, HIT)”.
Maret lalu, regulator obat-obatan di Amerika Serikat memastikan bahwa vaksin ini aman dan sangat efektif. Dengan hasil ini, AS diperkirakan akan segera menyetujui penggunaannya. Lebih dari 32.000 sukarelawan ikut serta, sebagian besar di Amerika, dan ada pula di Chile dan Peru.
Vaksin itu disebutkan 79% efektif dalam menghentikan gejala Covid dan 100% efektif dalam mencegah orang sakit parah akibat virus corona, seperti disampaikan direktur AstraZeneca, Mene Pangalos.
Vaksinasi Covid-19EPAEvaluasi yang dilakukan regulator obat di Eropa (EMA) menyimpulkan vaksin virus corona yang diproduksi oleh AstraZeneca “aman dan efektif”.
“Hasil sementara uji coba fase ketiga AstraZeneca di Amerika Serikat menunjukkan AZD-1222 menunjukkan efikasi signifikan sebesar 79% mencegah gejala Covid-19 dan 100% efektif mencegah sakit kritis atau serius dan mencegah pasien memerlukan perawatan di rumah sakit pada orang di atas usia 65 tahun, dengan tingkat efakasi vaksin mencapai 80%,” kata Mangalos. Tidak dilaporkan adanya isu keamanan terkait penggumpalan darah.
Kepastian hasil uji coba ini akan meyakinkan sejumlah negara Uni Eropa yang baru-baru ini menghentikan distribusi karena kekhawatiran terkait dengan penggumpalan darah.
Indonesia juga sempat mengumumkan penundaan distribusi vaksin. Data dari uji coba baru yang dilakukan oleh para pakar di Universitas Columbia dan Universitas Rochester bekerja sama dengan AstraZeneca, mungkin dapat berguna meyakinkan orang bahwa vaksin ini juga melindungi orang usia lanjut dari Covid-19.
Beberapa negara pada awalnya tidak akan mengizinkan penggunaan vaksin untuk orang berusia di atas 65 tahun dengan alasan kurang bukti.
Negara Eropa kembali menggunakan vaksin AstraZeneca
Sejumlah negara di Eropa telah memulai kembali vaksinasi Covid-19 dengan vaksin produksi AstraZeneca, sehari setelah regulator obat menyimpulkan vaksin tersebut tidak menambah risiko penggumpalan darah. Jerman, Italia, dan Prancis menggunakan kembali vaksin AstraZeneca mulai hari Jumat (19/03).
Swedia sementara itu akan memutuskan “dalam beberapa hari ke depan” ini.
Perdana Menteri Prancis, Jean Castex, mengatakan dirinya akan disuntik vaksin AstraZeneca dalam waktu dekat untuk memberi contoh kepada publik.
Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, kepada surat kabar Italia, la Repubblica, mengatakan dirinya tetap yakin dengan target vaksinasi bagi 70 persen penduduk dewasa di Eropa dalam enam bulan ke depan.
Pada hari Kamis (18/03), regulator obat di Eropa (EMA) menyimpulkan — setelah melakukan kajian dan investigasi — vaksin virus corona yang diproduksi oleh Oxford-AstraZeneca “aman dan efektif”.
EMA melakukan investigasi menyusul keputusan 13 negara anggota Uni Eropa yang menghentikan sementara vaksinasi Covid-19 setelah muncul kekhawatiran vaksin AstraZeneca “bisa menyebabkan penggumpalan darah”.
Badan ini pada Kamis (18/03) petang menyatakan “suntikan vaksin tidak menyebabkan peningkatan risiko penggumpalan darah”. Direktur eksekutif EMA, Emer Cooke, dalam keterangan pers mengatakan, “Ini vaksin yang aman dan efektif.”
“Manfaatnya dalam melindungi warga dari Covid-19 terkait dengan potensi kematian dan perawatan di rumah sakit [jika terkena Covid-19] lebih besar daririsiko yang mungkin ditimbulkan,” ujar Cooke.
AstraZeneca sendiri mengatakan “tak ada bukti bahwa vaksin mereka meningkatkan risiko penggumpalan darah”.
Perusahaan ini mengatakan mereka menerima laporan 37 kasus penggumpalan darah dari 17 juta orang yang divaksin di Inggris dan Eropa, menurut data yang dikumpulkan hingga 8 Maret.
Prancis, Jerman, Spanyol dan Italia mengatakan mereka menunggu hasil kajian EMA sebelum memutuskan apakah menggunakan lagi vaksin AstraZeneca. Pada Selasa (16/03) EMA mengatakan “sangat yakin” akan nilai manfaat dari AstraZeneca.
Direktur EMA, Emer Cooke, menunjukkan bahwa kasus pembekuan darah yang disorot sejumlah negara merupakan jumlah yang umum dalam sebuah populasi. “Saya ingin menekankan saat ini, tidak ada indikasi bahwa vaksin menyebabkan kondisi seperti itu,” katanya.
Dalam pernyataan bersama setelah itu, Presiden Prancis, Emmanuel Macron, dan Perdana Menteri Italia, Mario Draghi, mengatakan bahwa tanggapan dari EMA “membesarkan hati”.
Para ahli dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengadakan pertemuan pada Selasa dan seorang juru bicara menekankan bahwa “tidak ada bukti” kasus pembekuan darah terkait dengan vaksin. WHO mendorong negara-negara untuk tidak menghentikan vaksinasi mereka.
Langkah penangguhan vaksin ini muncul di saat Eropa berjuang untuk mengendalikan kasus Covid-19 yang terus melonjak.
Di Inggris, lebih dari 11 juta orang telah menerima satu dosis vaksin AstraZeneca, dan tidak ada tanda-tanda kematian atau pembekuan darah.
Penerima pertama di ASEAN
Perdana Menteri Thailand, Prayut Chan-o-cha, Selasa ini menjadi orang pertama di Asia Tenggara yang menerima vaksin AstraZeneca. Prayut sebenarnya dijadwalkan menerima vaksin itu Jumat pekan lalu, tapi ditunda setelah muncul kekhawatiran terkait efek samping berupa penggumpalan darah.
“Hari ini saya menggugah kepercayaan diri masyarakat,” kata Prayut sebelum menerima suntikan vaksin di Government House, Bangkok, seperti dilansir kantor berita Reuters.
Prayut akan berusia 67 tahun Maret ini. Dia mengaku tidak mengalami efek samping apapun sesaat setelah menerima suntikan vaksin. Thailand berencana memproduksi sendiri vaksin AstraZeneca. Namun hasil produksi dalam negeri itu diprediksi belum akan tersedia hingga Juni mendatang.
WHO sebelumnya mendesak negara-negara untuk tidak menghentikan vaksin Covid-19 di saat sejumlah negara anggota Uni Eropa (UE) tengah menangguhkan vaksin buatan AstraZeneca. WHO menyebut tak ada bukti yang menghubungkan antara vaksin itu dengan pembekuan darah.
Negara-negara anggota UE, yaitu Jerman, Prancis, Italia dan Spanyol bergabung dengan negara-negara lain untuk menghentikan sementara waktu pemberian vaksin AstraZeneca, sambil menunggu hasil pemeriksaan.(bbc indonesia)