seputar-Medan | Terbukti melakukan tindak pidana korupsi pembangunan jembatan penghubung antardusun di desanya, Lebih Tarigan, Kepala Desa Salabulan, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, dihukum dihukum 4 tahun penjara di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (26/7/2021).
Hukuman yang sama juga dijatuhkan majelis hakim kepada mantan Bendahara Desa (Bendes) Salabulan Fransiskus Valentino.
Majelis hakim yang diketuai Mohammad Yusafrihadi Girsang, juga menghukum kedua terdakwa membayar denda Rp200 juta, subsidair 3 bulan kurungan.
“Menghukum Terdakwa Lebih Tarigan membayar Uang Pengganti Rp187 juta. Dengan ketentuan apabila tidak sanggup mengembalikan maka harta bendanya disita dan dilelang. Jika tidak punya harta yang cukup untuk mengganti kerugian tersebut maka diganti pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan penjara,” kata Hakim membacakan vonis.
Sementara untuk terdakwa Fransiskus Valentino, kata Hakim, juga dihukum membayar Uang Pengganti kerugian negara sebesar Rp55 juta lebih.
“Apabila tidak sanggup membayar diganti pidana penjara 1 tahun 6 bulan,” vonis Hakim.
Dikatakan hakim, kedua terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Resky Pradhana Romli yang meminta supaya kedua terdakwa dihukum 4 tahun 10 bulan penjara.
Sementara itu dalam sidang sebelumnya JPU Resky Pradhana Romli menghadirkan Rukiyati, selaku pendamping warga Dusun II dan Dusun III, Desa Salabulan.
Dalam kesaksiannya, Rukiyati mengatakan warga mengusulkan agar dibangun jembatan untuk menghubungkan antardusun dengan panjang 12 meter dan lebar 3 meter.
Namun dalam perjalanannya pembangunan sempat tertunda hingga tahun 2019, karena ada bencana longsor pada Desember 2017, sehingga jembatan tersebut tidak bisa dipergunakan.
Namun saat ingin mengadukan masalah tersebut, kata Rukiyati, Kantor Desa Salabulan malah tutup selama setahun.
“Jadi warga yang berharap adanya pembangunan jembatan kecewa karena (jembatan) belum siap. Tak sampai di situ, ketika didatangi ke kantor desa mempertanyakan penyelesaian jembatan kantor desanya malah tutup setahun pada 2019,” ucapnya.
Saat itu Ketua Majelis Hakim Tipikor, Mohammad Yusafrihadi Girsang sempat mempertanyakan kembali pernyataan Rukiyati soal apa benar kantor desa itu tutup selama setahun.
“Iya karena saat datang ke kantor ada dua kali dalam seminggu, kantornya tutup,” tegas saksi
Sementara itu, saksi lainnya yakni Maradona selaku pendamping desa, dalam persidangan mengatakan ia dilibatkan hanya sebatas pada perencanaan saja. Sekaitan masalah teknis di lapangan, dirinya mengaku sama sekali tidak dilibatkan.
Ia pun mengatakan sempat menanyakan terkait tidak siapnya pengerjaan jembatan itu langsung kepada kepala desa, akan tetapi tidak ada jawaban.
Begitu juga saksi lainnya yakni Aladin Sembiring yang merupakan Kaur Pembangunan Desa Salabulan tahun 2017 dan Antonius Sembiring Kaur Pembangunan Desa 2019, menyebutkan bahwa rancangan dan pelaksanaan memang ada akan tetapi pekerjaan tidak siap.
Antonius misalnya, mengakui bahwa dirinya memang diminta untuk menandatangani biaya sewa ekscavator senilai Rp60 juta, supaya pengerjaan selesai. Akan tetapi alat berat yang dimaksud tidak pernah ada.
Mendengar keterangan para saksi tersebut, Ketua Majelis Hakim mempertanyakan kenapa tidak dilakukan perhitungan secara matang terkait pembangunan jembatan tersebut.
“Ini uang negara jangan dibuat-buat main,” cetus hakim ketua.
Mendengar itu Aladin dan Antonius pun hanya bisa tertunduk saat ditegur majelis hakim.
Terdakwa Lebih Tarigan yang mengikuti sidang secara daring, saat itu sempat menyangkal bahwa kantor desa tutup selama setahun.
“Buka kok majelis hakim, baru diresmikan oleh Bupati Deli Serdang,” ucapnya.
Dalam dakwaan Jaksa menyebutkan bahwa perbuatan para terdakwa diperkirakan telah merugikan keuangan negara sebesar Rp258.604.923. (AFS)