seputar-Medan | Manager Accounting PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) Kristian Desaswita mengatakan bahwa selain Bank Sumut, PT SNP sudah berkali-kali meminjam uang dari beberapa bank dengan modus membuat laporan seolah-olah keuangan perusahaan dalam kondisi baik.
Hal itu disampaikan Kristian Desaswita dalam kesaksiannya pada sidang lanjutan dugaan korupsi sebesar Rp202 miliar di Bank Sumut yang digelar di Ruang Cakra 2 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (13/8/2020).
“Saya hanya diperintahkan oleh Sei Ling untuk membuat laporan keuangan seolah-olah baik. Setelah itu, laporan tersebut saya kasih kepada Sei Ling dan dia menyerahkan laporan tersebut ke Leo Candra sebagai pemilik perusahaan,” ucapnya dalam persidangan yang turut disaksikan dua terdakwa yakni mantan Pemimpin Divisi Treasur Bank Sumut Maulana Akhyar Lubis dan mantan Direktur Kapital Market pada MNC Sekuritas Andri Irvandi.
Selain itu, Kristian mengaku tidak mengetahui kelanjutan dari penerbitan Medium Tern Notes (MTN) yang pada akhirnya PT SNP mendapat tawaran dari MNC Sekuritas untuk dijualkan ke Bank Sumut.
“Saya tidak tahu kelanjutan setelah laporan tersebut saya buat. Setahu saya memang ada penerbitan MTN, tetapi saya tidak dilibatkan perihal proses penjualan beberapa termin ke pihak Bank Sumut melalui MNC. Saya akui laporan itu tidak benar dan diakal-akali supaya terlihat keuangan tersebut sehat dan akhirnya mendapatkan bantuan dari pihak Bank,” terangnya.
Ditanya apakah, saksi mengetahui siapa-siapa saja yang bertemu dari pihak PT SNP dengan MNC dalam progres penjualan MTN, dirinya mengaku tidak tahu dan tidak diikutsertakan.
Saksi juga mengaku bahwa perusahaan tersebut pernah diaudit oleh Akuntan Publik bernama The Lyoid pada tahun 2016. Dalam hasil audit tersebut dinyatakan bahwa perusahaan tersebut dalam kondisi Wajar Tanpa Pengecualian.
Namun setelah dicecar beberapa pertanyaan oleh jaksa, terungkap bahwa laporan keuangan yang di audit The Lyoid tersebut sudah diakal-akali sehingga tampak kondisi keuangan perusahaan dalam keadaan baik.
Saksi lain yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Henry Sipahutar dari Kejatisu dalam persidangan itu adalah Rudi Asnawi selaku Direktur Keuangan PT SNP dan Wahyu Handoko selaku staf keuangan di perusahaan itu secara teleconfren.
Dalam kesaksiannya, Rudi Asnawi beberapa kali mendapat teguran dari majelis hakim yang diketuai Sriwahyuni Batubara. Di mana sebagai Direktur Keuangan, saksi berdalih semuanya bukan dirinya yang mengatur dan dirinya hanya diperintah untuk mendamping Dirut PT SNP Donny Satria dalam pertemuan dengan pihak MNC Sekuritas.
“Bukan itu yang dipermasalahkan akan tetapi sebagai direktur keuangan masa anda tidak paham soal keuangan. Bahkan pihak MNC Sekuritas maupun Bank Sumut yang hadir di Hotel Velmont, saksi juga mengaku lupa termasuk kedua terdakwa,” tanya Hakim Sriwahyuni.
Namun saksi mengaku bahwa pada Maret dan April 2018, pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan laporan keuangan perusahaan tersebut tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Dan akhirnya, pada Juni 2018, lanjut saksi, PT tersebut dibekukan sebelum dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Juli 2018.
Sedangkan Wahyu Handoko mengakui membuat list piutang akan tetapi ia tidak mengetahui apakah itu dijual apa tidak.
Dalam keterangan kedua saksi tersebut juga terungkap bahwa dalam tahun 2015 hingga 2018, kondisi keuangan perusahaan itu sudah tidak baik. Namun, atas perintah pemilik perusahaan, para saksi membuat laporan keuangan seolah-olah baik agar bisa melakukan proses peminjaman di 14 bank termasuk Bank Sumut dan salah satunya Bank Mandiri sebesar Rp1 triliun lebih dan total keseluruhan dari 14 Bank tersebut berkisar Rp2,8 triliun. (AFS)