seputar – Medan | Edwin, pemilik UD Naga Sakti Perkasa (NSP) beralamat di Jalan Brigjen Katamso Medan meminta pihak Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) dan Kepolisian Resort Kota Besar (Polrestabes) Medan, memberikan keadilan dan kebenaran atas dugaan perkara penggelapan dan penipuan yang saat ini masih bergulir di Lembaga Hukum Pemerintahan, seperti PN Medan, Poldasu dan Polrestabes Medan.
“Saya sepenuhnya mempercayakan proses hukum kepada Poldasu dan Polresta Medan untuk memberikan rasa keadilan dan kebenaran kepada warganya tekait permasalahan tindak pidana yang terjadi di tengah-tengah masyarakat,” tutur Edwin kepada wartawan di Medan, Senin (22/03/2021), sehari menjelang gelar perkara oleh Poldasu dan Polrestabes Medan atas dugaan tindak pidana penggelapan dan penipuan melibatkan General Manager PT Agung Bumi Lestari (ABL) Himawan Loka alias Ahui dan Edwin pemilik UD Naga Sakti Perkasa (NSP) di Poldasu, Selasa (23/03/2021) pagi ini.
Edwin berharap gelar perkara yang akan digelar pihak Poldasu dan Polrestabes bisa melihat dan menyimpulkan siapa yang salah dan siapa yang benar. Soalnya putusan Pengadilan Negeri Medan dan Mahkamah Agung sudah inkrach bahwa Edwin tidak bersalah. Dan putusan PN telah menguatkan bahwa pihak PT ABL yang berutang sama Edwin sebanyak Rp 300 Juta lebih.
“Saya yakin Poldasu dan Polrestabes akan bekerja serius sesuai amanah yang diembannya sebagai penegak hukum. Inilah saatnya penegak hukum memberikan keadilan dan kebenaran kepada warganya yang terzolimi akibat perlakuan seseorang yang merasa kebal hukum,” sebut Edwin.
Dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dialami Edwin bermula,
ketika Edwin pemilik toko UD NSP melakukan kerjasama dengan PT ABL yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani Tebing Tinggi. UD NSP menjual pelastik asoi, tisue, pipet, tusuk sate, kotak gabus/streoform, gelas plastik. Sedangkan PT ABL menjual pembungkus nasi kepada UD NSP.
Menurut Edwin, dari hasil kerja sama tersebut PT ABL mengorder barang-barang yang ada di UD NSP dan sebaliknya UD NSP mengorder barang yang ada di PT ABL. Tahun 2014-Juli 2015 pembayaran masih lancar, tapi sejak Agustus 2015-2018 PT ABL tidak lagi melakukan pembayaran terhadap barang yang diambil dari UD NSP. Dan akhirnya April 2018 Edwin melaporkan PT ABL ke Poldasu karena menunggak Rp 396 juta.
Tak mau kalah, Komisaris PT ABL Rusli alias Bengkok juga melaporkan Edwin ke Polres Batu Bara dan laporannya SP3. April 2018 Edwin melaporkan PT ABL ke Poldasu dan dari hasil penyidikan Poldasu bahwa Himawan Loka lah otak penggelapan dari Rp 396 juta yang dilaporkan oleh Edwin.
Dan selanjutnya April 2018, lanjut Edwin, Fery Tandiono melaporkan Edwin ke Polrestabes karena memiliki tunggakan hutang Rp 534 juta. Padahal Fery megaku sopir pribadi bos. Dan tidak ada hubungan dalam kasus ini. Begitu juga Ahui yang sebelumnya mengaku sebagai GM PT ABL ternyata diklaim perusahaan hanya sebagai sales marketing. Pada Maret 2018 Ahui melaporkan Edwin ke Polres Batu Bara dan laporannya SP3. Dan selanjutnya April 2018 Ahui juga melaporkan Edwin karena memiliki tunggakan utang atas pembelian barang kurang lebih Rp 600 juta.
“Setiap bulannya saya sudah melakukan pembayaran melalui rekening Giro Danamon, kemudian Ahui menyerahkan bon faktur warna putih tanda barang telah dibayar lunas. Pada 6 Maret 2018 Komisaris Utama PT ABL Rusli bersama Ahui dan Fery Tandiono, Aina datang ke toko saya untuk menanyakan tagihan sembari memberikan print out computer tagihan. Yang punya utang bukan saya,” tegas Edwin.
Belakangan, lanjut Edwin, diketahui bahwa Ahui sudah menerima pembayaran secara cash darinya tetapi tidak menyerahkannya ke PT ABL. Sehingga sejak tahun 2017 sampai Maret 2018 barang yang diambil dari PT ABL dibayar melalui sopir atas nama Putra dan Erson secara cash.
Adapun total tagihan yang belum dibayarkan Ahui sesuai 61 lembar bon fatur yang ada pada Edwin sebesar Rp 396.103.250, sehingga akibat perbuatan Ahui tersebut Edwin mengalami kerugian sebesar Rp 396.103.250, sesuai uang yang belum dibayarkan ke PT ABL.
Menurut Edwin, dalam persidangan, dia diwakili Kuasa Hukumnya Ranto Sibarani menyerahkan bon putih tanda pembayaran lunas kepada PT ABL serta bukti lain sebagai pendukung pembayaran.
“Dari proses pengadilan itu, saya ditahan selama 6 bulan, walau akhirnya dibebaskan oleh hakim. Namun, kerugian yang saya terima tidak sebatas materi semata. Yang fatal selama ditahan istri saya mengalami depresi sehingga harus keguguran anak pertama,” tambah Edwin.
Sekarang, sebut Edwin, apa tanggung jawab PT ABL yang telah menuduhnya melakukan penggelapan. Meski di hadapan Anggota DPRD Sumut Berlian Moktar (sebelumnya masih aktif), tokoh masyarakat Kedai Durian Harun dan dan Ranto Penasehat Hukum, mereka ingin berdamai dengan menyerahkan Rp 50 Juta. “Semua sudah terlambat,” sebut Edwin.
Merasa dizholimi, akhirnya Edwin mengadukan Himawan Loka alias Ahui (58) General Menejer PT ABL ke Poldasu karena tuduhan penggelapan barang milik UD Naga Sakti senilai Rp 396 juta.Ternyata pengaduan tersebut berlanjut sampai ke PN Medan dan Ahui pun divonis 1 tahun 6 bulan penjara.
Tidak Cuma Ahui yang dipidana, PT ABL diwakili Direkturnya Adrian Suwito pun diadukan ke Poldasu diduga telah memberi keterangan palsu di hadapan pejabat. Adrian diduga dijerat pasal 242 KUHP yang ancaman maksimal 7 tahun penjara.
Belakangan PT ABL malah mengugat Edwin ke PN Medan minta pembayaran utang selama mereka berbisnis. Namun PT ABL lupa bahwa uang pembayaran Edwin ke PT ABL sudah diambil Ahui selaku Manajer PT ABL.(RIL)