seputar-Medan | Sidang kasus rekayasa penyitaan ganja seberat 327 kilogram dengan terdakwa 8 personel Polres Padangsidimpuan dan seorang warga sipil, memasuki agenda penuntutan di Pengadilan Negeri Medan, Selasa (29/12/2020).
Dari sembilan terdakw tersebut, 2 diantaranya dituntut dengan pidana mati, satu orang dituntut pidana penjara seumur hidup, sedangkan 6 terdakwa lainnya masing-masing dituntut 20 tahun penjara.
Adapun terdakwa yang dituntut hukuman mati yaitu Bripka Witno Suwito dan seorang warga sipil bernama Edy Anto Ritonga alias Gaya.
Sedangkan terdakwa yang dituntut pidana penjara seumur hidup adalah Aiptu Martua Pandapotan Batubara, eks Kanit IV Sat Narkoba Polres Padangsidimpuan.
Dalam nota tuntutannya, JPU Abdul Hakim Sorimuda Harahap melalui JPU Anita di hadapan majelis hakim yang diketuai Tengku Oyong SH MH menyebutkan ketiga terdakwa yakni Witno Suwito, Edy Anto Ritonga alias Gaya, dan Martua Pandapotan Batubara dinilai bersalah melanggar Pasal 114 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
“Tanpa hak atau melawan hukum melakukan permufakatan jahat menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual-beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I bentuk tanaman jenis daun ganja kering,” kata Anita dalam sidang yang digelar secara virtual di Ruang Cakra 3 Pengadilan Negeri Medan.
Sementara tuntutan 20 tahun penjara diberikan masing-masing kepada terdakwa lainnya yakni Briptu Rory Mirryam Sihite, Bripka Andi Pranata, Brigadir Dedi Azwar Anas Harahap, Bripka Rudi Hartono, Brigadir Antoni Fresdy Lubis, dan Brigadir Amdani Damanik.
Keenamnya juga dituntut membayar denda masing-masing sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan penjara. Mereka dinilai bersalah melanggar Pasal 115 ayat (2) UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Setelah mendengar nota tuntutan dari JPU, majelis hakim memberikan kesempatan kepada pihak terdakwa untuk menyampaikan nota pembelaan (pledoi) dalam persidangan selanjutnya.
Mengutip dakwaan JPU Abdul Hakim Sorimuda Harahap, kasus berawal saat Edi Anto Ritonga alias Gaya menerima pekerjaan dari Mulia (DPO) pada awal Februari 2020.
Selanjutnya, Mulia menyerahkan 15 karung ganja dan menyebut harga modal Rp1.600.000 per Kg sehingga total modalnya Rp400.000.000.
Narkotika itu kemudian dibawa dan disimpan di gudang samping rumahnya di Jalan Alboin Hutabarat, Gang Dame, Kampung Darek, Kelurahan Wek VI, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kota Padangsidimpuan.
Kemudian, pada Kamis (27/2/2020), Kampung Darek digerebek Satuan Reserse Narkoba Polres Tapanuli Selatan. Lokasi yang digerebek sekitar 500 meter dari rumah Edi Anto Ritonga.
Pria yang berprofesi sebagai sopir ini mulai was-was. Keesokan harinya dia menghubungi Mulia dan memintanya mengambil 15 karung ganja itu dari rumahnya. “Angkat dari sini ganja ini, kalau enggak aku buang,” katanya.
Mulia menjawab, “Jangan, nanti ada yang jemput.”
Sementara hari itu juga, Edi Santoso alias Edi Ramos (DPO) menghubungi Bripka Witno Suwitno. Dia menyatakan mau menyerahkan ganja miliknya yang ada di Kampung Darek. Syaratnya dia dan Edi Anto Ritonga tidak ditangkap.
Singkat cerita, Bripka Witno Suwito, bersama 7 rekan satu unitnya bertemu dengan Edi Anto Ritonga dan Kucok (DPO). Mereka memasukkan sejumlah karung plastik berisi narkotika jenis ganja ke mobil Daihatsu Terios putih dan mobil Honda Jazz putih yang digunakan aparat kepolisian.
Para personel kepolisian ini akhirnya menyepakati ganja itu diletakkan di areal perkebunan PTPN-III Desa Tarutung Baru, Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara, Kota Padangsidimpuan.
Mereka kemudian melapor ke atasannya telah menemukan narkotika tak bertuan. Total ganja yang ditemukan seberat 327 Kg.
Namun, rekayasa ini terbongkar. Kedelapan personel Satuan Reserse Narkoba Polres Padangsidimpuan itu pun diamankan. Edi Anto Ritonga juga ditangkap. (AFS)