seputar – Medan | Meski dunia dalam keadaan kacau dilanda pandemi Covid-19, harga emas diyakini akan tetap bertahan, bahkan semakin meroket. Karena itu mineral yang satu ini selalu memberikan kenyamanan bagi pemiliknya.
Pandemi Covid-19 memang berdampak sangat buruk terhadap seluruh sendi kehidupan manusia, khususnya di sektor ekonomi sehingga menyebabkan harga berbagai hasil tambang mineral dan batubara turun drastis. Namun, tidak untuk harga emas.
“Emas sesuatu yang bernilai tinggi, Covid-19 tidak mempengaruhi harganya, hanya produksinya saja berkurang. Kenapa ? Karena karyawan tambang banyak diliburkan,” kata Alexander Ginting, narasumber webinar PT. Agincourt Resources (AR) bersama wartawan, Kamis (16/7).
Alex menambahkan, emas itu tidak akan ada matinya. Bahkan harganya akan terus meroket, karena bahan mineral yang satu ini telah sejak lama dikenal dan ‘dimuliakan’ manusia.
“Sementara mineral lainnya mengalami penurunan harga karena permintaan bahan baku di sektor hilir menurun drastis. Pandemi Covid-19 telah mengerem produksi dunia industri,” imbuh Alexander Ginting yang juga Managing Director Petromindo Group ini.
Untuk pertambangan, Covid-19 sedikitnya telah berdampak buruk bagi jenis mineral. Yakni permintaan batubara, metal, minyak dan gas (migas) menurun. Namun tidak untuk emas, produksi menurun dan permintaan yang meningkat mengakibatkan harganya meroket.
Berbicara mengenai Sumatera Utara, provinsi ini kaya akan potensi tambang mineral. Seperti emas di Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal, timbal dan seng di Pakpak Barat, bentonit di Padanglawas. Ditambah sekitar 80 sampai 100 tambang galian C.
“Beberapa diantaranya sudah sampai tahap eksploitasi dan produksi. Namun Covid-19 telah memperlambat produksinya, karena karyawan banyak diliburkan. Kita berharap tidak ada PHK sebagaimana keinginan pemerintah,” katanya.
Kondisi Pertambangan
Sementara narasumber lainnya, guru besar Teknik Pertambangan Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof. Irwandy Arif, berbicara mengenai kondisi pertambangan secara nasional.
Katanya, hingga tahun 2020 ini Indonesia masih memiliki cadangan emas 2.600 Metrik Ton (MT). Timah 800.000 MT, nikel 21.000.000 MT, bauksit 1.200.000.000 MT, tembaga 28.000.000 MT dan batubara 37.000 MT.
Khusus emas, setiap tahun pertambangan legal Indonesia menghasilkan 100 ton. Anehnya, produksi Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) justru lebih banyak lagi, 120 ton per tahun. “Bayangkan berapa besar kebocoran pemasukan keuangan negara,” sebutnya.
Terhadap PETI, pemerintah telah membuat program untuk pemberantasannya, namun tidak maksimal karena ada oknum-oknum berpengaruh yang melindunginya. Padahal, PETI ini merusak lingkungan karena memakai mercury dan sianida secara bebas.
Kondisi lainnya, investasi luar untuk pertambangan mineral di Indonesia sangat minim. Diakibatkan iklim investasi yang kurang kondusif, permasalahan sosial semakin meningkat dan perizinan kehutanan yang rumit.
Sementara Katarina S. Hardono mewakili PT. AR mengakui bahwa di masa pandemi Covid-19 ini kegiatan di Tambang Emas Martabe Batangtoru berkurang. Lalu untuk memutus mata rantai penularan Covid-19, perusahaan bekerja sama dengan pemerintah daerah.
Journalists Zoom Meeting yang berlangsung hingga sore hari itu diisi sesi tanya jawab dan kuis berhadiah. (R01)
Foto: Prof. Irwandy Arif