seputar – Jakarta | Pemerintah tengah menggenjot pemanfaatan energi baru terbarukan. Upaya ini menunjukkan perkembangan yang ditandai dengan suksesnya uji terbang pemanfaatan campuran bahan bakar bioavtur 2,4% atau J2.4.
Uji terbang yang dilakukan pada 8-10 September 2021. Bagi pemerintah, keberhasilan uji terbang menggunakan bahan bakar tersebut ialah sejarah baru.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, salah satu upaya mendorong percepatan implementasi energi baru terbarukan ialah dengan melakukan subtitusi energi primer pada teknologi ada. Pada transportasi darat, kata dia, sudah cukup berhasil dengan program mandatori B30.
Arifin mengatakan, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015 yang mengatur kewajiban pencampuran bahan bakar nabati dalam bahan bakar avtur dengan persentase 3% pada tahun 2020 dan meningkat menjadi 5% pada tahun 2025.
“Namun, implementasi pencampuran bioavtur belum berjalan karena berbagai kendala antaranya terkait ketersediaan produk bioavtur, proses teknologi dan juga keekonomiannya,” katanya dalam Seremoni Keberhasilan Uji Terbang Pesawat CN235 Campuran Bahan Bakar Bioavtur 2,4%, Rabu (6/10/2021).
Sejumlah upaya pun terus dilakukan untuk mengembangkan J2.4 ini dari penelitian, pengembangan, produksi hingga serangkaian uji teknis. Menurut Arifin, hal ini merupakan sejarah baru bagi Indonesia.
“Jadi kilang Pertamina sudah berhasil memproduksi bioavtur dengan persentase 2,4% dan produknya dikenal J2.4. Selanjutnya tadi telah disampaikan serangkaian uji coba teknis dilakukan pada tanggal 8-10 September 2021, dan hari ini kita telah melihat sejarah baru yaitu penerbangan perdana yang menggunakan bahan bakar nabati yang memang kita tunggu selama ini,” paparnya.
“Dan hari ini, tadi pagi telah dicoba jarak Bandung dan Jakarta penggunaan bahan bakar nabati ini dengan menggunakan CN235 FTB,” tambahnya.
Potensi Pasar Bioavtur Rp 1,1 T
Pemanfaatan J2.4 mempunyai potensi yang cukup besar. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pangsa pasarnya diproyeksi sebesar Rp 1,1 triliun per tahun.
“Pangsa pasar J2.4 diperkirakan mencapai Rp 1,1 triliun,” katanya.
Airlangga mengatakan, pemerintah telah menyediakan sejumlah insentif yang siap untuk dimanfaatkan, termasuk insentif dari sisi perpajakan.
“Tentu dengan kebijakan pemerintah yang sudah memberikan super deduction tax, kegiatan-kegiatan ini bisa mendapatkan inovasi tax terhadap korporasi yang mesponsori apakah itu PTDI, apakah Pertamina tergantung leading sectornya, dan pemerintah bisa memberikan sampai dengan 300%,” paparnya.
Dalam acara yang sama Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan, untuk memproduksi dan menjual J2.4 harus dilihat secara utuh. Sebab, ada bahan baku yang tidak dikontrol oleh Pertamina yakni crude palm oil (CPO). Maka itu, dia berharap adanya sebuah kebijakan yang mendukung keberlangsungan dari program ini.
“Kita berharap ini ada suatu kebijakan yang utuh dari hulu ke hilir bagaimana supaya program ini sustain, continue, kalau sekarang 2,4% nanti 5 kemudian 10 nanti bertambah, tentu kita harapkan ada suatu komitmen baik itu volume yang memang dialokasikan untuk bioavtur ini, yang kedua komersialisasi,” katanya.
Selain itu, Nicke juga mengatakan, perlu dilihat pula rencana pemerintah menerapkan pajak karbon pada tahun depan.
“Tentu ada aspek lain yang harus kita lihat, apalagi tahun depan dari Kementerian Keuangan akan menerapkan carbon tax, tentu kita harus lihat ini sebagai suatu mechanism yang bisa kalau kita map-kan dengan harga itu tentu akan berpengaruh ke perekonomian,” katanya.
Dari sisi Pertamina, dia bilang, pihaknya berkomitmen menyiapkan kilang-kilang untuk memproduksi bioavtur ini. Ada dua kilang yang disiapkan yakni Kilang Dumai dan Cilacap.
“Komitmen Pertamina, satu adalah, kita harus menyiapkan kilang-kilang Pertamina untuk siap memproduksi bioavtur sesuai dengan regulasi dan juga standar internasional tentunya. Dan kita akan siapkan ada dua, yang siap itu di Kilang Dumai dan di Kilang Cilacap, ini dua yang komitmen kita,” paparnya.(detik)