seputar-Medan | Data Wajib Pajak yang masuk ke Direktorat Jenderal Pajak saat ini sangat banyak, baik itu data rekening, deposito, kepemilikan tanah, kepemilikan kendaraan dan data lainnya.
“DJP itu dapat banyak data terutama dari perbankan, jika bapak-ibu punya tabungan di atas Rp1 Miliar, agregat di setiap bank, itu datanya ke kita,” kata Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I (Kanwil DJP Sumut I) Arridel Mindra pada kegiatan Media Gathering di Medan, Selasa (19/12/2023).
Saat itu Arridel Mindra didampingi pejabat administrator Kanwil DJP Sumut I yaitu: Kepala Bagian Umum, Toto Raharjo, Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat: Lusi Yuliani, Kepala Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan, Achmad Amin, Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan: Ronny Johannes Purba, Kepala Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi, dan Penilaian, Danny Sirait dan Kepala Bidang Keberatan, Banding, dan Pengurangan: Denny Sofyan Munawar
Menurutnya data yang masuk itu bisa berupa rekening tabungan, deposito dan sebagainya yang pastinya akan dilaporkan oleh pihak perbankan, bahkan bank di luar negeri sekalipun karena DJP kini punya kerja sama yang namanya Automatic Exchange of Information atau AEoI.
“Data-data itu akan masuk secara sistemik, disitu nantinya akan ketahuan Wajib Pajak yang memiliki tabungan, nyimpannya dimana tapi tak pernah melaporkanya saat menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan,” kata Arridel.
Selain data dari perbankan, sebut Arridel, ada juga data kepemilikan kenderaan bermotor, kepemilikan tanah hingga data aktifitas ekonomi seperti para dokter, konsultan hingga profesi.
“Data itu diolah oleh pusat kemudian diturunkan, lalu kami turunkan ke KPP untuk di eksekusi,” sebut Arridel.
Dalam melakukan pengawasan, sebut Arridel nantinya akan muncul beberapa kemungkinan seperti Wajib Pajak mengakui dan langsung mengesekusinya, melakukan pembetulan serta melakukan pembayaran.
“Jika dia declare, hitung pajaknya, bayar sekian, lalu dilaporkan ke SPT maka ini menjadi clear, selesai, cash dan close, tak ada masalah, “tandas Arridel.
Begitupun sebut Arridel, ada juga Wajib Pajak yang bilang data tersebut salah dan tak mengakui rekening di bank atau mobil mewah tersebut miliknya.”Itu sering terjadi, ada yang bilang itu bukan rekening saya, itu bukan mobil saya. Saya hanya sopir lho pak,”ungkap Arridel.
Selanjutnya papar Arridel, ada juga Wajib Pajak yang melawan dan cuek saja. Kelompok Wajib Pajak seperti ini akan diskalaprioritaskan untuk dinaikan kepemeriksaan.
“Nah kelompok ketiga ini, mohon maaf beberapa tentu menggunakan skala prioritas kita naikan ke pemeriksaan,”tutur Arridel.
Arridel menjelaskan, dalam proses pemeriksaan nantinya juga akan muncul dua kemungkinan seperti pasal yang ada keterkaitan dengan pidana.”Kalau masuk ke pidana namanya pemeriksaan bukti permulaan, diaudit secara reguler. Kita tak hanya memiliki auditor tapi juga ada Penyidik Pegawai Negeri Sipil atau PPNS,”bilang Arridel.
Saat ini jelas, Arridel bukti permulaan yang sedang berjalan sebanyak 51 Wajib Pajak kemudian yang sudah selesai sebanyak 19 Wajib Pajak, diusulkan dari penyelidikan naik ke penyidikan sebanyak 10 Wajib Pajak.(Siong)