seputar – Takengon | Pemprov Aceh memiliki aset berupa tanah hak pakai nomor satu, lebih dari 100 hektare di Blang Bebangka, Kecamatan Pegasing, Aceh Tengah. Aset Pemprov Aceh ini menjadi penyulut sengketa antar masyarakat di lapangan.
Tanah yang statusnya milik Pemprov Aceh ini telah menyebabkan seorang ibu mengalami luka robek di bagian kepalanya, karena dipukul dengan kayu.
Aksi itu tidak berakhir, giliran pihak lainnya yang melakukan penyerangan.
Dua unit rumah di Kung, Pegasing, Aceh Tengah dibakar, hangus jadi arang. Petugas pemadam kebakaran yang turun ke lokasi tidak dibenarkan massa untuk masuk ke lokasi memberikan pertolongan memadamkan api.
“Kasus ini dipicu oleh status tanah milik Pemda Aceh, namun sejak tahun 1982 tanah itu tidak dikuasai dan dikelola Pemda Aceh, sehingga di lapangan muncul pihak lainnya saling mengklaim dan memunculkan pertikaian,” sebut Kapolres Aceh Tengah AKBP Mahmud Sandy Sinurat, Kamis (22/10).
Kapolres bersama Dandim 0106 Letkol Teddy Sofyan meninjau lokasi rumah telah hangus jadi arang ini, membawa wartawan dan Ketua MUI beserta Majelis Adat Gayo, untuk menyaksikan dari dekat bagaimana keadaan lapangan tentang tanah hak pakai nomor satu milik Pemda Aceh ini.
“Kemarin telah terjadi penganiayaan terhadap seorang ibu di mana pelaku penganiayaan ini juga wanita, sehingga korban mengalami luka robek bagian kepala,” sebut Kapolres.
Korban melaporkan kasus itu ke Polsek Pegasing. Kasus itu sedang ditangani Polsek Pegasing, namun muncul kelompok lainya yang melakukan pembakaran rumah di lokasi tanah Pemda Aceh ini. Rumah beserta isinya hangus jadi arang.
“Kita akan proses hukum, baik itu penganiayaan dan pembakaran rumah, semuanya kini sedang kita dalami. Namun akar pemicu masalah ini juga harus diselesaikan, karena berpeluang memunculkan pertikaian yang tidak akan ada habisnya,” sebut Kapolres.
Untuk itu, Kapolres sudah meminta kepada Bupati Aceh Tengah, DPRA dan pihak lainya untuk mempertegas status tanah ini. Karena Pemda Aceh belum menyerahkan menjadi aset tingkat dua dan sejak menjadi aset Pemda Aceh sejak tahun 1982, Pemda Aceh tidak mengelola dan menguasai lahan ini.
Gubernur Aceh pernah menjanjikan tanah aset Pemprov Aceh itu akan diserahkan untuk Kabupaten Aceh Tengah dalam mengelolanya. Namun sampai dengan saat ini tidak terjadi penyerahan aset Pemda ini. Sementara di lapangan masyarakat sudah saling klaim mengklaim sebagai pemilik tanah.
Bahkan ada yang sudah memiliki sertifikat atas tanah Pemda hak pakai nomor satu itu. Di sana juga sudah berdiri perkantoran pemerintah, gedung Universitas Gajah Putih, rumah sakit, serta sejumlah bangunan lainya.
Di lain sisi masyarakat juga saling klaim mengklaim. Ada yang mengklaim tanah tersebut merupakan tanah adat milik leluhur mereka, ada yang mengklaim secara pribadi, puluhan rumah sudah dibangun di atas tanah ini. Di lapangan terjadi saling klaim dan memagar lokasi.
Telah terjadi penganiayan terhadap seorang wanita yang mengalami robek di bagian kepala setelah dipukul dengan kayu oleh wanita lainya yang juga mempersoalkan tanah tersebut. Kemudian muncul aksi massa lainya yang melakukan pembakaran rumah dan melarang pemadam kebakaran dan pihak kepolisian untuk turun ke sana.
“Status tanah ini harus dipertegas, agar konflik seperti ini tidak terulang kembali. Kami minta Pak Gubernur untuk secepatnya menyelesaikan masalah ini,” pinta Ketua MPU Aceh Tengah Amri Djalaluddin, yang juga turun ke lokasi bersama Kapolres.
“Gubernur jangan memberi peluang, apalagi menciptakan konflik di tengah masyarakat, karena persoalan tanah ini. Sengketa panjang ini harus segera diakhiri,” pinta Aspala, ketua Majelis Adat Gayo yang juga turun ke lapangan.(waspada)