seputar-Toba | Kurang lebih 300 orang dari Aliansi Gerakan Rakyat (Gerak) Tutup TPL unjuk rasa ke Kantor Bupati Toba dan Kantor DPRD Toba, di Balige, Selasa (29/6/2021).
Mereka menyerukan kepada Pemerintah Pusat melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar agar menerbitkan surat rekomendasi pencabutan izin konsesi PT Toba Pulp Lestari (TPL).
Pengunjuk rasa juga menyerukan pengembalian tanah adat yang 30-an tahun dikuasai TPL, dahulu bernama PT Inti Indorayon Utama, sebelum ditutup Presiden BJ Habibie pada 19 Maret 1999.
Pengunjuk rasa terdiri atas kaum perempuan dan laki-laki. Baik perempuan maupun laki-laki mengenakan kain selendang khas Batak, ulos. Ulos dililitkan di leher atau menggantung di bahu.
Pengunjuk rasa membawa sejumlah poster dan spanduk antara lain bertuliskan “Ibu Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Jangan tutup Mata, Tutup TPL”, “Cabut Konsensi TPL dari Tanah Adat”, “Hentikan Kriminalisasi dan Intimidasi terhadap Masyarakat Adat di tano Batak”, “Selamatkan Hutan Tano Batak dari Aktivitas Penggundulan oleh PT TPL.”
Di kantor Bupati, awalnya massa disambut Wakil Bupati Toba Tony Simanjuntak. Tony janji menerima semua tuntutan dan akan menyampaikannya kepada Bupati Poltak Sitorus, yang sejak pagi sampai siang disebut mengikuti pertemuan di Parapat.
Massa tetap mendesak Wakil Bupati agar segera memberitahukan kepada Bupati untuk hadir, menerima aspirasi pengunjuk rasa. Setelah proses negosiasi alot, diputuskan menunggu Bupati hadir.
Sembari menunggu Bupati, massa bergeser menyambangi Kantor DPRD Toba. Di sana massa hanya disambut Sekretaris Dewan (Sekwan), A Sitorus. Massa yang kecewa kemudian menyegel Kantor DPRD Toba.
Massa lalu kembali ke halaman Kantor Bupati. Setelah lebih empat jam menanti, akhirnya Bupati Toba Poltak Sitorus tiba sekira pukul 15.30 WIB dan menemui pendemo.
Kepada Bupati, Koordinator lapangan Aliansi Gerak Tutup TPL antara lain Benget Sibuea, Jhontoni Tarihoran, Sammas Sitorus dan Rikardo Pangaribuan, bergantian menyampaikan tuntutan.
Ada enam butir tuntutan mereka. Pertama, cabut izin konsesi PT TPL dari Tano Batak. Kedua, wujudkan reforma Agraria. Ketiga, hentikan kriminalisasi dan intimidasi kepada masyarakat adat Tano Batak. Keempat, selamatkan Tano Batak dari limbah PT TPL.
Kelima, selamatkan hutan Tano Batak dari aktivitas penggundulan oleh PT TPL. Keenam, Aquafarm, PT TPL, Japfa segera angkat kaki dari Tano Batak.
“Kita sampaikan kami sebagai pemerintahan selalu berpihak kepada masyarakat. Hati kami, pikiran kami harus pada rakyat. Tentunya seperti bapak kepada anak, tetap juga mengayomi,” ujar Bupati Toba Poltak Sitorus merespon tuntutan pengunjuk rasa.
Bupati lalu mengajak demonstran duduk bersila di lantai parkiran kantor Bupati untuk berdialog secara adat, yaitu “Martonggo Raja” atau musyawarah mufakat.
Dalam dialog itu massa aksi menyampaikan tuntutan, agar Bupati menerbitkan surat rekomendasi kepada Kementerian LHK untuk mencabut izin konsesi TPL.
Namun saat orator aksi Aliansi Gerak Tutup TPL Sammas Sitorus meminta Bupati menandatangani selembar surat pernyataan sikap mendukung aksi Aliansi Gerak Tutup TPL, Bupati menolaknya dengan dalih menyalahi aturan.
Namun Bupati dan Sekda menjamin dan bertanggung jawab bahwa Rabu (30/6) akan memberikan surat pernyataan sikap terkait tuntutan Aliansi Gerak Tutup TPL dan akan langsung mengantarnya ke Posko Gerak Tutup TPL di Balige atau Porsea.
“Ketika janji yang dilontarkan oleh Bupati dan Sekda tidak ditepati, maka akan lebih membakar semangat masyarakat untuk bergerak, sekaligus ini bukan akhir dari perjuangan melainkan awal dari gerakan besar yang akan lahir,” ujar orator aksi sebelum massa pengunjuk rasa membubarkan diri. (gus/rel)