seputar-Langkat | Impian Taufiq (31) untuk memiliki Surat Izin Mengemudi khusus penyandang disabilitas atau SIM D akhirnya menemukan titik terang. Hal itu setelah warga Dusun II, Desa Namotongan, Kecamatan Kutambaru, Kabupaten Langkat itu diundang Kasat Lantas Polres Langkat untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP), Senin (26/7) siang di Mako Sat Lantas Polres Langkat, Stabat.
Dalam pertemuan yang digelar di Aula Sat Lantas itu, ayah dari tiga anak itu awalnya menyampaikan keluh kesahnya. Dia mengaku, permohonannya ditolak oleh petugas di biro psikotes saat mengurus surat keterangan dari psikolog, sebagai salah satu syarat untuk mengurus SIM D.
“Pada 26 Juni 2021 kemarin, saya datang ke biro psikotes Sat Pas Polres Langkat untuk mengurus izin surat keterangan dari psikolog, namun ditolak oleh petugas di biro psikotes itu, tanpa alasan yang pasti,” ungkap pria yang memiliki multitalenta itu.
Selalu Mengantar Ibu Berobat
Besar harapan Taufiq yang pada saat itu didampingi Ketua PWI Langkat Darwis Sinulingga untuk bisa segera memiliki SIM D yang telah lama diimpikannya. Dia berharap SIM D yang dimilikinya bisa menjadi legalitas baginya untuk mengemudi.
“Tiap minggu saya selalu mengantar ibu saya berobat ke Medan. Jadi, saya sangat butuh SIM D itu, agar saya punya legalitas mengemudi di jalan raya,” harapnya lirih.
Menyikapi hal itu, Kasat Lantas Polres Langkat AKP Drs Ali Umar Simanjuntak sangat menyesalkan apa yang dialami Taufiq. “Perpol No 5 Tahun 2001 yang mengatur pengurusan SIM bagi penyandang disabilitas memang ada, tetapi mekanismenya masih dipelajari,” kata Ali Umar didampingi Kanit Regident Iptu Simon dan Kanit PPA Iptu Sihar Sihotang SH.
“Taufiq belum mendaftar untuk ngurus SIM D. Kalau nanti sudah mendaftar, kita ajukan ke pimpinan. Dari RDP ini, hasilnya kemudian diajukan lagi, apa tanggapan pimpinan, kalau nanti perintah dikeluarkan kita keluarkan,” katanya.
Namun, kata orang nomor satu di Sat Lantas Polres Langkat itu, untuk mendapatkan SIM ada persyaratannya, yakni KTP, surat keterangan dokter dan psikolog. Kemudian syarat ini dilampirkan pemohon SIM, kemudian dilakukan pengujian. Jika lulus, baru masuk ke mekanisme permohonan SIM, yakni pembayaran PNBP. “Kalau ini semua selesai, baru SIM bisa diterbitkan,” tandasnya.
Di kesempatan yang sama, pendamping disabilitas Kabupaten Langkat Lisza Megasari mengatakan, untuk mengurus SIM D, seharusnya mengacu pada peraturan yang mengarah kepada penyandang disabilitas, bukan pada peraturan tentang SIM C, SIM A maupun yang lainnya.
Wanita yang biasa disapa Ega itu sangat mengapresiasi langkah Polres Langkat, khushusnya dari Sat Lantas Polres Langkat yang telah merespon keluhan penyandang disabilitas untuk memiliki legalitas mengemudi. “Kami sangat mengapresiasi aparat kepolisian dalam hal ini,” tutur Ega.
“Sudah banyak penyandang disabilitas di Indonesia yang mendapat SIM D. Jangan langsung divonis oh tidak punya tangan, tapi lihat dahulu kemampuannya. Dan harus dilakukan pengujiannya. Perlu dihadirkan dokter dari disabilitas, dan rekomendasi organisasi disabilitas, khususnya untuk Taufiq dan rekan-rekan,” tandasnya.
Ketua PWI Langkat M Darwis Sinulingga menyampaikan, Taufiq tidak bisa menggunakan kendaraan yang dimodifikasi. Dia cukup mahir untuk mengemudi kendaraan standar. “Truk pun bisa dikemudikannya. Bahkan, bawa truk dari Pekan Baru ke Medan juga kerap dilakukannya,” ucap Ketua PWI Langkat.
“Ini merupakan hal yang luar biasa. Untuk itu, atas dasar moral dan kemanusiaan, kasus ini harus bisa dilakukan pendalaman. Khususnya terkait SIM bagi penyandang disabilitas, terutama untuk Taufiq,” tandasnya.
Dari pertemuan itu, diambil kesimpulan, bahwa akan segera dilakukan penanganan khusus bagi penyandang disabilitas yang ingin mengurus SIM D. Terutama menyediakan dokter dan psikolog, khusus untuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik.
Dengan tetap menerapkan prokes Covid-19, kegiatan itu turut dihadiri tim dari Indonesia Safety Driving Center (ISDC) Bobby Saragih dan Taufik, beberapa personil Sat Lantas Polres Langkat dan awak media baik online maupun cetak. (DN)