seputar – Siantar | Tangis pecah di tengah-tengah keluarga Samosir, di mana mereka mendapat kabar tanggal 29 Juni kemarin, adik mereka bernama Riki Ansyah Samosir yang sudah dua tahun berlayar dikabarkan meninggal.
Ditemui wartawan di Jalan Tangsi, Lorong 20, Parluasan Kota Siantar, Jumat (02/07/2021), mereka menceritakan kabar duka yang menimpa mereka.
Diceritakan Yusna Samosir sejak kurang lebih 2 tahun Riki berangkat menuju Jakarta untuk menjadi Anak Buah Kapal (ABK), melalui salah satu agensi, namun sesampainya di sana dia mendapat kabar tak sedap dari teman-temannya.
“Jadi dia kenalan sama orang Siantar yang mau jadi ABK juga. Dibilang kalau di agensi itu lama orang diberangkatkan, kebetulan berkasnya masih dia pegang semuanya dia pun pindah ke agensi sebelah, biar cepat dapat kerja,” cerita Yusna.
Akhirnya keluarga mendapatkan kabar jika Riki sudah berlayar, namun sejak berlayar tersebutlah keluarga tidak pernah mendapat kabar dari Riki.
“Sebelumnya waktu mereka masih dilatih dia (Riki) masih sering ngabari, kalau mereka dilatih renang, segala macam lah, tapi pas udah berangkat dari situlah dia engga pernah ngasih kabar,” sebutnya.
Bahkan, kata Yusna, kabar ibu Riki meninggal di bulan Februari lalu, tidak bisa diberitahukan keluarga sebab Riki tak bisa dihubungi. “Sampe mamanya meninggal pun dia engga tahu, karena dia engga bisa dihubungi,” ceritanya pilu.
Ironisnya, pada tanggal 29 Juni keluarga dibuat terkejut mendapat kabar jika Riki sudah meninggal dunia di tanggal 28 Juni pukul 02.00 WIB.
“Tanggal 29 Juni kami dapat kabar kalau Riki sudah meninggal dari temannya di sana katanya namanya Jhon Albertus Situmeang,” sebutnya.
Setelah mendapati keluarganya yakni adiknya Riki Ansyah Samosir meninggal pada tanggal 29 Juni 2021, keluarga meminta agar jasad Riki dipulangkan ke Indonesia, namun mereka mendapat kabar jika jasad Riki tidak bisa dibawa ke Indonesia.
Kronologis
Berikut kronologi kematian Riki yang dikirim oleh Jhon Albertus Situmeang kepada keluarga melalui pesan WhatssApp (WA).
ABK Indonesia yang sakit RICKY ANSYAH SAMOSIR (PP No.C4715688) yang bekerja di TAIHONG 6 sebelumnya dikirim ke kapal kami oleh TAIXIANG 11 untuk dikirim kembali ke darat untuk perawatan medis pada 12 Juni.Posisi N 004°26` E 060°05`.
Melalui observasi dan inkuiri, keadaan dasarnya adalah sebagai berikut: bengkak pada kedua kaki, nyeri saat ditekan, nyeri pada kedua kaki, tidak ada pembengkakan, tidak mampu berdiri, buang air kecil normal, beberapa inkontinensia pada tinja, bagian lain yang normal, sadar, tangan gemetar.
Setelah boarding, pasien meminum obat anti inflamasi oral, Yunnan Baiyao, vitamin, dll setiap hari, dan memberikan injeksi obat anti inflamasi intramuskular setelah berkomunikasi dengan kantor pemilik dan kapal lain, tetapi efeknya tidak jelas.
Pada malam 21 Juni, pasien merasakan sakit di jantung dan mulai demam, demam mencapai 38,6° C, Kapten dengan cepat memberinya pil Suxiao Jiuxin dan tablet Fufang Danshen, dan rasa sakitnya hilang dengan cepat.
Setelah itu, pasien mengalami demam tinggi berulang kali. Minum obat antipiretik dan pendinginan dengan bantuan alkohol, suhu tubuh dapat kembali normal, tekanan darah tidak stabil. Ketika tekanan darah rendah, hanya 60/40, dan saluran pemulihan tekanan darah adalah 105/70 setelah minum obat.
Bila ada demam nadi 150 kali/menit, nadi 110 kali/menit bila suhu normal, bengkak kedua kaki berangsur-angsur bertambah, kaki terasa nyeri, dada terasa nyeri, kemudian feses terasa nyeri, fesesnya mengompol, dan nyeri bertambah saat demam tinggi.
Belakangan ini, pasien meminum obat antiinflamasi, pil Suxiao Jiuxin, tablet Fufang Danshen, Butiran Wenxin, dll. Dua hari yang lalu, pasien diberikan infus meneteskan obat anti inflamasi, namun efeknya masih belum terlihat.
Tanggal 28 Juni selama perjalanan dengan kapal, pasien mengatakan ingin buang air kecil pada jam 1 pagi (waktu setempat). Dua awak kapal pendamping Indonesia membantunya untuk buang air kecil, tetapi dia tidak buang air kecil. Tiba-tiba dia sesak napas. Dua anggota kru yang menyertainya segera memberinya pil Suxiao Jiuxin dan melaporkannya kepada kapten.
Kapten menemukan bahwa napasnya lemah dan pupil matanya melebar. Dia juga meminum lima pil Suxiao Jiuxin dan satu nitrogliserin.
Pada saat ini, tekanan darah tidak dapat diukur, dan ada denyut nadi lemah di arteri karotis. Kapten segera melakukan resusitasi kompresi dada. Pukul 01:18, tekanan darah dan nadi tidak bisa diukur.
Setelah diselamatkan oleh banyak orang secara bergantian, masih tidak ada tekanan darah, denyut nadi, detak jantung atau tanda-tanda resusitasi. Pukul 02.12 waktu setempat, dikonfirmasi oleh kapten, chief officer dan empat awak WNI, pasien meninggal.
Minta Dipulangkan
Lanjut Yusna, kemudian keluarga meminta agar Jasad Riki dipulangkan ke Indonesia. Kata Yusna, awalnya Alber tersebut menyanggupi keinginan keluarga. “Awalnya dia mengiyakan, kata saya usahakan yah bu, katanya gitu,” sebut Yusna.
Namun sekitar 5 jam kemudian, kata Yusna, Albert menelepon mereka lagi menyebutkan jika mereka tidak bisa membawa jasad Riki ke Indonesia, sehingga dia menyebutkan Jasad Riki akan dilarungkan (dimakamkan di laut), dan Albert meminta persetujuan keluarga.
“Tapi engga berapa lama dia bilang jasadnya akan dilarungkan, dia bilang nanti keluarga akan diberikan kompensasi sebesar Rp 150 juta, tapi kami engga mau uang, kamu mau jasadnya Riki dibawa ke Indonesia, kami mau melihat Riki untuk terakhir kalinya,” sebut Yusna sambil menangis meneriaki nama Riki.
Mendapati kabar tersebut, kemudian keluarga meminta bantuan dari berbagai orang, agar mereka bisa mendapatkan jasad Riki, akhirnya mereka ketemu seseorang bernama Tony Pangaribuan yang mau membantu mereka.
“Melalui Tony Pangaribuan inilah kami minta bantuan dan kirim surat sampai ke Presiden,” ucapnya.
Setelah mendapatkan bantuan dari Tony Pangaribuan, Keluarga Riki menemukan berbagai kejanggalan dalam usaha mereka memulangkan Jasad Riki Ansha Samosir ke Indonesia, dari uang kompensasi meninggal sampai keberadaan Kapal yang mengangkut Jasad Riki.
Keluarga menceritakan setelah mendapatkan bantuan dari Tony Pangaribuan, melalui Tony akhirnya mereka dibantu oleh Kementrian Luar Negri (Kemenlu) menghubungi awak kapal laut yang membawa jasad Riki.
“Karena bantuan dari Tony itu, kami berhubungan dengan orang Kemenlu, nah dihubungilah kami sama Kemenlu katanya namanya Nurdin, menanyakan persoalan kami ini,” lanjut Yuna.
Dalam percakapan di telepon tersebut, kata Yusna, dari Kemenlu tersebut meminta nomor telepon yang menghubungi mereka yaitu nomor telepon dari Jhon Albert Situmeang, akhirnya mereka mengetahui posisi kapal yang mengangkut Jasad Riki saat ini berada di Somalia.
Namun yang membuat keluarga bingung sebelumnya Jhon Albert Situmeang menyebutkan pada tanggal 29 Juni itu, dia menyebutkan jika kapal mereka sudah mendekati Singapura.
“Padahal awalnya dia bilang sudah mendekati Singapura, memang waktu itu dia bilang mereka engga dikasih berlabuh di sana. Kenapa mereka tidak singgah ke Indonesia langsung? Kenapa jadi ke Somalia?” tanya Yusna curiga.
Cerita Yusnia lagi, sebelum pihak Kemenlu menghubungi Jhon Albert Situmeang, awalnya Jhon Albert menyebutkan ada atau tanpa izin keluarga Jasad Riki akan tetap mereka larungkan, namun setelah mendapati telepon dari pihak Kemenlu, akhirnya Albert tidak mengambil inisiatif melarungkan jasad Riki.
“Setelah ditelepon pihak Kemenlu itulah agak sedikit lembut dia ngobrol sama kami, dan kata bapak Nurdin (Pihak Kemenlu) pihak kapal tidak boleh semena-mena langsung melarungkan jasad Riki, harus ada persetujuan dari Pihak keluarga, dan kami pihak keluarga ingin melihat jasad adik kami,”sebutnya.
Bahkan, kata Yusna, terkait kompensasi ada angka yang berbeda yang disebutkan oleh Albert dan disebutkan oleh pihak Kemenlu kepada keluarga.
“Sebenarnya engga itu yah yang kami pengen, tapi kami jadi curiga waktu Kemenlu bilang jika dilarungkan akan diberikan kompensasi sebesar 25 ribu dolar, sambil mencet-mencet kalkulator lagi bapak itu waktu kedengaran di telepon, dia bilang kalau dirupiahkan sekitar Rp 336.500.000, kan jadi semakin curiga kami,” ucapnya.
Masih, kata Yusna, sebelum adiknya meninggal, mereka masih menerima kiriman uang gaji adiknya tersebut sebesar Rp 20 juta selama dua tahun adiknya bekerja sebagai ABK, dan pada bulan April lalu menerima gaji adiknya kurang lebiih Rp 10 juta.
“Waktu bulang April itu aku terima gaji adik ku, senang kali kurasa, karena aku masih mikir adik ku masih hidup. Eh 2 bulan lagi adik ku meninggal, sedih kali kurasa. Udah dia engga bisa lihat mamak kami meninggal, kami pun engga bisa lihat meninggal. Oh ito hacit nai, na ilala ho (oh adek ku sakit sekali yang kau rasakan),”sebut Yusnia sambil menangis terisak-isak.
Keluarga berharap bantuan dari pihak Pemerintah Indonesia agar dapat memulangkan jasad adik mereka, bahkan mereka sampai mengirimi surat ke Presiden RI Joko Widodo agar membantu mereka dalam memulangkan jasad adik mereka.
“Kami hanya ingin lihat jasad adik kami. Udah hampir 2 tahun kami engga ketemu sama adik kami. Tolonglah pak bantu kami, hanya itu yang kami pingin sekarang,” kata mereka meminta bantuan kepada pemerintah terkhusus kepada Presiden RI.(hetanews)