seputar – Jakarta | Legenda bulu tangkis Indonesia, Markis Kido meninggal dunia di usia 36 tahun. Meninggalnya peraih Olimpiade Beijing 2008 tersebut menjadi duka mendalam bagi Indonesia.
Diungkapkan Deri selaku Humas PBSI, Markis Kido meninggal saat bermain bulu tangkis di Tangerang. Deri mengatakan, Kido tiba-tiba terjatuh dan tak sadarkan diri.
“Markis Kido meninggal dunia ketika sedang bermain bulutangkis di daerah Tangerang. Tiba-tiba jatuh dan tidak sadar. Penyebab pastinya belum diketahui,” kata Deri dalam pesan singkat kepada Okezone, Senin (14/6/2021) malam WIB.
Legenda bulu tangkis Indonesia, Candra Wijaya juga mengonfirmasi jika Markis Kido meninggal saat bermain olaraga yang juga disebut badminton itu. Candra Wijaya mengatakan, Markis Kido diduga kolaps karena terkena serangan jantung saat bermain bulu tangkis.
“Saat itu, Markis Kido tiba-tiba tersungkur saat bermain bulu tangkis di GOR Petrolin. Sebenarnya rekan-rekannya sudah mencoba menolong, tapi nyawa Markis Kido tidak bisa tertolong.
Sementara itu, dikutip dari Antaranews, Markis Kido diketahui memiliki riwayat penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi pada tahun 2009. Bahkan, penyakitnya itu membuatnya batal tampil untuk mempertahankan gelar juara ganda bertahan putra bersama Hendra Setiawan pada Kejuaraan Dunia 2009.
Hipertensi penyakit silent killer
Dalam dunia medis, hipertensi atau tekanan darah tinggi disebut sebagai “the silent killer karena sering tanpa keluhan. Hipertensi menjadi kontributor tunggal utama untuk penyakit jantung, gagal ginjal, dan stroke di Indonesia.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2018) prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 34,1 persen. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dibandingkan prevalensi hipertensi pada Riskesdas pada 2013 sebesar 25,8 persen. Diperkirakan hanya 1/3 kasus hipertensi di Indonesia yang terdiagnosis, sementara sisanya tidak terdiagnosis.
Ketua Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia dr. Erwinanto, Sp. JP(K), FIHA mengatakan, seseorang menderita hipertensi dan tidak dikontrol akan menjadi kontributor tunggal yang utama untuk penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal.
“Setiap peningkatan darah 20/10 mm Hg akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung koroner 2 kali lebih tinggi,” terangnya pada konferensi pers Hari Hipertensi Sedunia secara virtual, Kamis, 6 Mei 2021.
Dokter Erwinanto menjelaskan, bahwa pada dasarnya hipertensi bisa dicegah dengan mengendalikan perilaku berisiko seperti merokok, diet yang tidak sehat (kurang konsumsi sayur dan buah, konsumsi garam berlebih), obesitas, kurang aktivitas fisik, konsumsi alkohol, dan stres.
Cek Tensi
Sementara itu, Dokter Spesialis Jantung Rumah Sakit Premier Jatinegara,dr. Frits Reinier Wantian Suling, Sp.JP(K) mengatakan, angka kematian akibat hipertensi di dunia termasuk di Indonesia hingga saat ini masih stagnan. Angka kematian hipertensi seluruh dunia dilaporkan lebih dari 9,4 juta setiap tahunnya.
“Merupakan yang tertinggi dibandingkan penyakit-penyakit lainnya, baik di negara-negara maju maupun yang sedang berkembang bahkan di negara-negara tertinggal sekalipun,” terangnya.
Oleh karenanya, untuk mengetahui apakah seseorang mengalami hipertensi atau tidak, baiknya rutin memeriksan diri. Khususnya melihat tensi darah, yakni sebagai diagnosis pertamanya.(okehealth/antara)