seputar-Jakarta | Hasil survei Indikator Politik Indonesia yang dipublikasikan Minggu (21/2/2021) menemukan ternyata masih banyak warga negara Indonesia yang memiliki persepsi bahwa otoritas kesehatan masyarakat melebih-lebihkan bahaya virus Covid-19.
Direktur Eksekutif Indikator, Burhanuddin Muhtadi, menyatakan dalam survei itu, pihaknya bertanya kepada para responden survei terkait misinformasi mengenai Covid-19.
Soal apakah virus corona mungkin sekadar hoaks atau kebohongan, sebanyak 41,6 persen responden menyatakan agak tidak setuju dan 26,3 persen menyatakan sangat tidak setuju. Sebanyak 18,5 persen responden menyatakan agak setuju dan yang sangat setuju 2,7 persen.
Ketika ditanyakan apakah otoritas kesehatan masyarakat melebih-lebihkan bahaya Covid-19, 36,7 persen responden menyatakan agak setuju dan 6,2 persen menyatakan sangat setuju.
Sementara yang agak tidak setuju dengan melebih-lebihkan bahaya Covid-19, jumlahnya 32,1 persen dan yang sangat tidak setuju adalah 11,7 persen.
Survei juga menemukan bahwa ada 25,5 persen responden yang agak setuju dengan pernyataan “Virus corona dibuat di sebuah laboratorium” dan yang setuju 3,7 persen.
Sementara yang agak tidak setuju dengan pernyataan itu berjumlah 27,6 persen, yang sangat tidak setuju 9,8 persen, dan yang menjawab tidak tahu atau tidak menjawab adalah yang paling besar yakni 33,4 persen.
Mengenai “pengobatan tradisional seperti jamu/empon-empon dapat mencegah virus corona”, sebanyak 39,1 persen responden menyatakan agak setuju, dan yang setuju 13 persen. Yang menyatakan agak tidak setuju 23,7 persen dan yang sangat tidak setuju adalah 4,1 persen.
Survei itu juga menemukan bahwa ada penurunan kekhawatiran terhadap informasi mengenai Covid-19. Jika pada survei September 2020 lalu sebanyak 55,7 persen responden menyatakan khawatir terhadap informasi menyesatkan soal Covid-19, kini angkanya turun ke angka 46,4 persen.
Untuk sumber informasi, mayoritas responden menyatakan televisi berita adalah sumber utama (79,2 persen), diikuti WhatsApp (47,1 persen), Facebook (35,9 persen), mesin pencari (32,2 persen), Instagram (20,9 persen), Koran (10,4 persen), Twitter (7,1 persen), dan TikTok (5,9 persen).
Survei dilaksanakan pada 1-3 Februari 2021 dengan tema ‘Siapa Enggan Divaksin? Tantangan dan Problem Vaksinasi Covid-19 di Indonesia.’
Survei dilaksanakan menggunakan kontak telepon kepada 1.200 orang responden yang dipilih secara acak dari kumpulan sampel acak survei tatap muka langsung dari seluruh provinsi di Indonesia. Dengan asumsi metode simple random sampling, penelitian ini memiliki toleransi tingkat kesalahan (margin of error) plus minus 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. (beritasatu/gus)