seputar-Jakarta | Survei Ipsos menyebut sekitar 9 persen orang di 30 negara mengidentifikasi dirinya sebagai LGBTQ.
Survei yang dirilis pada Kamis (01/6/2023) itu menyebut generasi milenial dan Gen Z cenderung menempatkan diri mereka sebagai gay, biseksual, pansekual, omniseksual, atau aseksual.
Survei itu diselenggarakan pada 17 Februari hingga 3 Maret 2023 secara daring. Terdapat 22.514 responden di 30 negara yang berpartisipasi yang berusia di bawah 75 tahun.
Kepada CNN, Vice president penelitian dan komunikasi Ipsos, Nicolas Boyon mengungkapkan hasil surveinya memiliki kesamaan di berbagai negara. Menurutnya, apresiasi terhadap hak-hak LGBTQ+ semakin meluas karena banyak masyarakat yang berinteraksi dengan kelompok itu.
“Secara global, kami melihat adanya peningkatan dibandingkan dengan dua tahun lalu dalam hal proporsi orang yang memiliki kerabat atau teman atau rekan kerja yang gay atau lesbian, atau biseksual atau trans atau non-biner,” ujar Boyon kepada CNN.
Dalam surveinya itu, sekitar 56 persen responden mendukung disahkannya pernikahan sesama jenis. Sementara 16 persen lainnya menolak pernikahan sesama jenis, namun tetap mendukung agar kelompok LGBTQ mendapat pengakuan hukum.
Selain itu, dalam temuannya, perempuan dianggap lebih mendukung pernikahan sesama jenis dibandingkan laki-laki.
Boyon juga mengungkapkan responden di 26 negara berpandangan bahwa pasangan sesama jenis memiliki peluang yang sama untuk membesarkan anaknya dengan sukses.
Ia juga mengaku terkejut pasalnya terdapat sejumlah negara yang dukungannya lebih besar daripada negara yang dikenal kerap mempromosikan LGBT.
Negara-negara itu ialah Thailand, Italia, Spanyol yang dukunganya lebih kuat dibanding Amerika Serikat, Eropa Timur dan Inggris Raya.
“Di Amerika Serikat, kami melihat dukungan yang lebih sedikit untuk berbagai perlindungan atau tindakan dibandingkan dengan yang kami lihat di banyak negara lain. Misalnya, mengizinkan orang untuk menggunakan fasilitas umum sesuai dengan jenis kelamin yang mereka identifikasi. Ada juga dukungan yang lebih sedikit bagi asuransi kesehatan untuk menanggung biaya transisi seperti halnya prosedur medis lainnya,” pungkasnya. (cnnindonesia)