seputar-MedanI DPW Partai NasDem Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menuding hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tidak profesional dalam menangani sebuah perkara.
Hal ini terkait putusan MK dalam menangani perkara sengketa gugatan hasil pemilihan yang ada di Kabupaten Samosir dan Tapanuli Selatan (Tapsel)
Di dua daerah itu MK menerapkan standar ganda dalam memutuskan perkara. Padahal, hakim yang memutuskan perkara tersebut berada di panel yang sama. Untuk gugatan Tapsel MK menolak, sedangkan Samosir diterima.
“Secara umum DPW Partai NasDem meragukan putusan hasil sengketa yang telah diputuskan oleh MK,” kata Ketua DPW NasDem Provinsi Sumut, Iskandar di Sekretariat DPW NasDem Sumut, Jalan Prof HM Yamin, Senin (22/2/2021) sore.
Hadir dalam kesempatan itu Sekretaris DPW NasDem Sumut Syarwani ; Sekretaris Bappilu NasDem Sumut, Ganda Manurung ; calon Wakil Bupati Tapsel Roby Agusman Harahap dan Ranto Sibarani selaku kuasa hukum.
Iskandar menjelaskan hakim MK memutuskan sengketa Taspel ditolak karena dianggap terlambat mendaftar.
“Pleno penetapan hasil rekapitulasi Tapsel itu tanggal 15 Desember 2020, dan diumumkan pada akun media sosial dan website KPU Tapsel pada 16 Desember. Gugatan yang diajukan untuk Tapsel didaftarkan melalui website MK pada 17 Desember 2020 pukul 23.30 WIB. Karena persoalan server dan upload dokumen gugatan baru terdaftar 18 Desember pukul 00.06 WIB,” sebutnya
Berdasarkan aturan MK, bahwa gugatan sengketa hasil pilkada didaftarkan paling lama 3 hari kerja setelelah hasil rekapitulasi diumumkan.
“Karena diumumkan hasil rekapitulasi pada 16 Desember, artinya batas akhir pendaftaran adalah 18 Desember pukul 24.00 WIB. Tapi, gugatan yang didaftarkan pada 18 Desember pukul 00.06 WIB ditolak karena dianggap melewati tenggat waktu,” bilangnya.
Hal yang hampir sama terjadi pada gugatan Pilkada Samosir. Hasil rekapitulasi suara diumumkan KPU Samosir pada 17 Desember 2020. Karena 19 dan 20 Desember 2020 adalah akhir pekan, maka 3 hari setelah pengumuman hasil penetapan adalah 21 Desember 2020.
“Anehnya gugatan yang diajukan Samosir justru diterima oleh hakim MK, tapi gugatan Tapsel ditolak. Padahal hakim yang menangani perkara sama, berada di satu panel,” paparnya.
Harusnya lanjut Iskandar, jika gugatan Tapsel ditolak, MK juga menolak gugatan sengketa Pilkada Samosir. Begitu juga kalau gugatan Samosir diterima, harusnya gugatan Tapsel ikut diterima.
“Ini malah tidak, karena kasusnya sama,” jelasnya.
Menurutnya, MK merupakan benteng terakhir dalam mencari keadilan dalam sebuah Pilkada. Karenanya jika hakim MK tidak profesional dan memiliki kredibilitas untuk apa lagi ada MK.
“Kami NasDem Sumut minta agar MK dibubarkan saja,” tegasnya.
Semantara itu Roby Agusman Harahap mencurigai telah terjadi sesuatu dalam perkara yang mereka ajukan sampai akhirnya gugatan ditolak hakim MK dengan alasan yang tidak jelas.
“Hakim MK ini kan manusia, bisa saja terjadi sesuatu seperti yang terdahulu. Kalau di MK pun tidak bisa mendapat keadilan untuk apa ada MK, lebih baik dibubarkan,” bilangnya.(Siong)