seputar-Jakarta | Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan Tim Kajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah selesai melakukan tugasnya.
Hasil kajian tersebut telah dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan sudah disetujui untuk dilanjutkan pada proses berikutnya. Salah satu yang menjadi hasil kajian yakni pemerintah akan melakukan revisi terbatas menyangkut substansi atas beleid tersebut.
“Tadi kami baru melaporkan kepada presiden dan sudah disetujui untuk dilanjutkan. Pertama, revisi terhadap UU ITE kami lakukan revisi terbatas yang memyangkut substansi,” kata Mahfud dalam jumpa pers virtual, Selasa (8/6/2021).
Mahfud menuturkan, perubahan terbatas atas UU ITE yakni revisi empat pasal yang ada di dalamnya, yakni Pasal 27, 28,29, dan 36. Selain itu, tim kajian mengusulkan penambahan satu pasal yakni 45c.
“Itu semua untuk menghilangkan multitafsir, menghilangkan pasal karet dan menghilangkan kriminalisasi yang kata masyarakat itu banyak terjadi,” jelasnya.
Mahfud menegaskan UU ITE tidak mungkin dicabut secara keseluruhan. Pasalnya, beleid tersebut masih sangat diperlukan untuk mengatur lalu lintas komunikasi di era digital.
“Bola” revisi ada di Kemenkumham
Mahfud MD mengatakan, “bola” revisi UU ITE kini berada di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk diteruskan ke proses legislasi di DPR.
“Yang satu selesai ini laporan ke Presiden dan ini nanti akan dimasukkan melalui proses legislasi, akan dikerjakan oleh Kemenkumham untuk penyerasian atau untuk sinkronisasi dan dimasukkan ke proses legislasi berikutnya,” kata Mahfud.
Kajian UU ITE telah melibatkan berbagai pihak mulai dari pemerintah, pelapor, terlapor, akademisi, praktisi, insan pers, hingga aktivis demokrasi.
“Mencakup enam masalah saja sebenarnya yang diatur oleh UU ITE ini. Satu, mengenai ujaran kebencian, agar tidak ditafsirkan macam-macam ya kita beri tahu ujaran kebencian itu apa. Misalnya mendistribusikan, sekarang ditambah, mendistribusikan dengan maksud diketahui umum kalau mendistribusikan ngirim sendiri saya kepada saudara ngirim secara pribadi, itu tidak bisa dikatakan pencemaran, tidak bisa dikatakan fitnah,” terangnya.
“Nah sekarang ini seperti Baiq Nuril itu kan karena kata ‘untuk diketahui oleh umum’ itu tidak ada, nah sekarang kita bisa dihukum kalau itu didistribusikan untuk diketahui umum. Kalau melapor bahwa saya di rumah sakit diperlakukan kurang baik, melapor ke anaknya, kan ya ndak apa-apa, ndak bisa dihukum. Nah kaya gitu yang kita beri penjelasan, sehingga revisinya itu secara substansi menambah kalimat, memperjelas maksud dari istilah-istilah yang ada di dalam undang-undang itu,” tambah Mahfud.
Selain ujaran kebencian, revisi terbatas UU ITE juga akan memperjelas sejumlah hal seperti definisi kebohongan, perjudian online, kesusilaan seperti penawaran seks, fitnah, pencemaran nama baik, penghinaan, dan lain sebagainya. “Jadi kita tidak memperluas UU itu tapi undang-undangnya itu hanya direvisi agar pasal-pasal karetnya itu, yang dianggap menimbulkan diskriminasi atau kriminalisasi itu hilang,” tukasnya.
Revisi terbatas UU ITE menjadi agenda jangka pendek pemerintah untuk memperbaiki aturan hukum di dunia digital. Sedangkan untuk jangka panjang pemerintah berencana membuat Omnibus Law di bidang elektronik. (okezone)